Semanis Kopi Susu

55
462
“Pesanan kopi susu dengan nomor antrian 31 atas nama Delia,” teriak seorang barista di sebuah coffee shop. 
Itu sudah ke-15 kalinya Delia memesan kopi susu di coffee shop yang terletak di Jalan Anggrek tersebut. Delia. Gadis mungil dengan kacamata bulatnya, selalu menggunakan bandana untuk menghiasi rambut indahnya yang panjang bergelombang. Delia baru saja lulus SMP. Satu-satunya alasan Delia selalu menginjakan kakinya dan memesan di coffee shop tersebut adalah untuk memandangi salah seorang barista.
Delia jatuh hati pada pandangan pertama ketika ia melihat sosok pria tampan tersebut yang kira-kira hanya beda usia 10 tahun dengannya. Wajah tampan dengan rahang yang tajam, poni rambut terbelah dua menyerupai oppa-oppa korea, juga badan yang tinggi. Benar-benar itulah laki-laki idaman Delia! 
Delia bangun dari tempat duduknya dan bergegas mengambil pesanannya. Dari jauh terlihat senyuman manis dari belakang kassa. Detak jantung Delia berdebar cepat.Aduh please jangan grogi Delia, jangan grogi Delia..” ucap Delia dalam hati sambil terus berjalan ke arah barista. 
“Ehh kamu lagi hahaha, ini pesanannya, selamat menikmati ya!” ujar barista bernama Edgar Itu.
“Hehehe i-iya makasih mas,” jawab Delia sembari mengambil cangkir dari tangan Edgar.
“Delia sering banget ke sini pas tokonya baru buka, emangnya kamu ga sekolah? Tanya Edgar menatap wajah Delia. 
Oh itu mas kebetulan saya baru lulus SMP jadi sekarang ini sudah libur”
“Oh begitu, selamat ya atas kelulusannya. Saya dengan senang hati melayani kamu di sini tapi jangan sering-sering minum kopi ya, ga baik untuk kesehatan, kata Edgar sambil tersenyum. 
“Siap mas, saya balik ke tempat duduk ya! jawab Delia girang sembari mundur menuju tempat duduknya.
Delia meminum kopi susu yang dipesannya lalu mengatakan, “humm kopi susunya manis kayak yang membuatnya. Pagi itu Delia merasa sangat senang karena bisa berbincang dengan Edgar walaupun hanya sebentar. 
***
Dua minggu kemudian, Delia kembali masuk sekolah untuk pelaksanaan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di SMA, sekolah dan jenjang kelas yang baru. 
“Haiii bestie akhirnya kita ketemu lagi! Gue kangen banget sama lo nih,” teriak salah satu orang dari kumpulan murid sambil berlari dan memeluk erat Delia. Delia menoleh dan langsung tersenyum, “Astaga gue kirain siapa ngagetin banget sih, ternyata lo Nay” jawab Delia membalas pelukan Nayla.  
Jahat banget sih lo, kan cuma gue yang manggil lo bestie. By the way, katanya di sekolah ini ada guru yang masih muda  terus ganteng, Del” ujar Nayla sambil senyum-senyum.Ah elah, pasti gantengnya ga bakal bisa ngalahin barista favorite gue di coffee shop jalan anggrek itu,” ucap Delia dengan nada sombong. Yeh lo mah dia terus yang lo pikirin.” 
Bel berbunyi, semua murid kelas XI dan XII serta murid calon kelas X berlarian ke lapangan. Saat menuju ke lapangan, Delia kaget ketika melihat ada Edgar sang barista di depan ruang kepala sekolah. 
Eh itu bukannya Mas Edgar kok ada di sini? Gue samperin ah,” kata Delia. Delia pikir bahwa Edgar berada di sekolah karena habis mengantarkan adiknya yang bersekolah di sini. Sesampainya di depan ruang kepala sekolah, Delia menyapa “Halo Mas Edgar, saya Delia yang sering mampir ke coffee shop masih ingat saya kah?” 
Eh halo Delia apa kabar?” jawab Edgar ramah. “Baik Mas.. Maaf Mas Edgar di sini ada keperluan apa ya? Kok ga kerja, apakah ada adiknya yang sekolah di sini?” tanya Delia.
Edgar yang mendengar itu tertawa sambil menepuk keningnya. “Delia, Delia ada-ada saja kamu. Saya ini guru Bahasa Inggris yang akan mengajar kamu di kelas nanti hahaha. Saya jadi barista itu untuk mengisi waktu libur saya kemarin.”
Kaget. Malu. Delia sudah tak bisa menahan malunya, rasanya ia ingin menghilang detik itu juga. Ternyata yang selama ini ia sukai adalah gurunya sendiri! Sungguh hal yang konyol.
“Ah iya maaf ya pak saya baru tahu sekarang, saya pamit dulu ya soalnya acara MPLS mau segera dimulai. Sampai jumpa pak!” ujar Delia gugup sambil membungkukkan badannya dan meletakan tangannya di dada. “Okay Delia, jawab Pak Edgar melambaikan tangan.
**
Hari itu menjadi hari paling memalukan bagi Delia. Ia malu pada Pak Edgar dan malu juga pada dirinya sendiri. Dia berpikir kok bisa seorang remaja kelas 1 SMA itu menyukai seseorang yang ternyata adalah gurunya sendiri? 
Walaupun sebenarnya suka adalah hal yang wajar, namun Delia menganggap yang kali ini bukan hal yang wajar. Di balik itu, Delia merasa senang karena bisa lebih dulu mengetahui gurunya yang ganteng itu di coffee shop, terlebih sekarang dia bisa memandangnya setiap hari!