Kreativitas Guru Membuat Bahan Ajar Lewat Media Sosial

54
537

Di era modern dengan teknologi yang berkembang pesat, membuat tumbuhnya inovasi baru yang menarik minat dan perhatian siswa. Munculnya berbagai platform digital di era baru menjadikan minat siswa dalam belajar berubah.

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia kurang lebih selama dua tahun menjadi salah satu faktor yang menjadikan minat siswa dalam belajar berubah. Bagaimana tidak, selama pandemi kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara daring (dalam jaringan). Seluruh media daring dimaksimalkan penggunaannya. Kondisi ini mengharuskan siswa harus lebih lama di depan layar gawai atau laptop, sehingga siswa semakin mengenal hal-hal baru yang sebelumnya tidak mereka dapatkan di sekolah.

Di sisi lain, media-media online menawarkan banyak fasilitas dan fitur-fitur yang disukai siswa seperti Tiktok, Instagram, dan Youtube. Dengan gambar atau video yang menarik, proses belajar mengajar secara daring membuat siswa lebih betah. Siswa lebih menggemari metode belajar dengan gawai dibanding metode belajar seperti di sekolah. Lalu, bagaimana peran guru dalam menyikapi hal ini? Apa yang harus dilakukan guru untuk mengembalikan minat belajar siswa?

Peran guru sangatlah berpengaruh dalam proses belajar mengajar secara daring. Salah satunya, guru harus mampu membuat siswa tetap mengikuti pembelajaran dengan mengubah metode belajar yang lebih disukai siswa. Seorang guru harus mampu menyelaraskan atau menyesuaikan minat belajar siswa dengan metode belajar.

Salah satu contoh yang bisa diambil adalah proses pembelajaran yang dilakukan Mardimpu Sihombing, seorang tenaga pengajar di SMA Santa Maria Medan. Dia menggunakan cara inovatif dalam mengajar yaitu menggunakan aplikasi Tiktok dan Youtube. Pilihan pada dua platform itu karena banyak siswa yang sudah sering berselancar di media sosial tersebut. Adapun konsep pembelajaran itu dia hadirkan sejak masa pandemi Covid-19 pada tahun 2020, saat pembelajaran jarak jauh sudah dimulai. 

“Saya melihat, ada peluang yang besar bagi siswa/siswi untuk mengasah kreativitas lewat media ini. Oleh karena itu, saya sebagai guru harus mampu membaca situasi siswa kemudian melakukan inovasi baru,” ucap Mardimpu saat ditemui di SMA St. Maria Medan, Rabu (18/5/2022).

Mardimpu Sihombing, guru SMA St. Maria Medan yang memanfaatkan aplikasi Tiktok sebagai media pembelajaran. Foto: Arsip Pribadi



Faktor yang menjadikan Mardimpu menggunakan metode tersebut karena beliau merasa tertantang dengan minat belajar siswa yang berubah selama pandemi. Melalui hal itu, Mardimpu akhirnya bisa merubah stigma negatif masyarakat terhadap Tiktok menjadi sesuatu yang positif.

Banyak orang beranggapan bahwa Tiktok hanya tempat hiburan seperti joget-joget. Padahal, banyak juga yang memanfaatkan aplikasi tersebut sebagai media pembelajaran baru. Mardimpu sebagai seorang guru berusaha menyelaraskan minat belajar siswa.

“Tantangan yang saya lewati ketika melakukan metode ini, saya dipaksa untuk semakin berpikir kritis dalam menciptakan ide-ide baru. Oleh karena itu, untuk mengatasi tantangan ini, saya berkolaborasi dengan siswa/siswi. Tanya apa yang mereka suka. Karena selain sebagai guru, saya juga harus bisa menjadi teman bagi mereka,” kata Mardimpu.

Dalam akun Tiktok yang dimilikinya, Mardimpu sering membuat singkatan-singkatan pelajaran agar mudah dipahami oleh siswa, contohnya singkatan konsep geografi. Dia mengajak siswa menduetkan videonya untuk menguji kemampuan siswa dalam menebak singkatan dari konsep geografi tersebut.

Selain itu, Mardimpu juga sering membagikan konten-konten mengenai kehidupan sehari-harinya yang bersifat mengajak anak muda untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang positif. Ia juga tak jarang mengajak siswa berkolaborasi dalam kontennya. Ia ingin siswa  dapat termotivasi dengan metode yang ia lakukan. “Saya yang umur puluhan saja bisa, apalagi siswa yang masih umur belasan,” tutur Mardimpu. 

Metode yang dilakukan ini tentu saja tidak terlepas dari komentar-komentar masyarakat. Baik komentar yang positif maupun negatif. “Pernah, bahkan yang datang dari orang yang mengenal saya dan justru dari orang-orang yang berpendidikan. Dia mengatakan bahwa itu cara yang tidak tepat dalam media belajar. Namun saya tidak menghiraukan hal-hal seperti itu, sehingga pada akhirnya orang tersebut malah mendekatkan diri dengan saya karena dia merasa metode yang saya lakukan itu banyak diminati oleh siswa bahkan masyarakat. Prinsip saya adalah apa yang saya lakukan dengan tidak merugikan oranglain maka saya akan lakukan,” katanya. 

Melalui inovasi tersebut, guru yang memiliki 14.000 pengikut ini berhasil mendapatkan penghargaan Guru Sekolah Istimewa dalam Inovasi Pembelajaran dari Perkumpulan Pendidik Sains Geografi Nusantara 2021. Selain itu, dia juga mendapat penghargaan tingkat internasional yaitu 2nd Runner Up pada Asia Speak Youth Forum 2021 yang diselenggarakan oleh UN Habitat.

Penghargaan lainnya penghargaan Outstanding Teacher in Inovation of The Year dari World Educators Summit 2021 dan Top 13 Speaker pada Asia Youth Forum dengan topik Pendidikan dan Kemiskinan Masa Kini di ajang Dream Home For Street Children yang diselenggarakan oleh UN Habitat pada tahun 2021. 

Penulis (kanan) bersama Mardimpu Sihombing (kiri) usai wawancara di ruangan kelas SMA Santa Maria Medan, Rabu (18/5/2022). Foto: Arsip Pribadi

Menghadirkan metode pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan itupada akhirnya membuat banyak guru di sekolah melakukan hal yang sama. Mardimpu  melihat prestasi belajar siswa semakin meningkat bahkan tak jarang memenangkan kegiatan olimpiade di tingkat nasional.

Dia berharap agar minat belajar siswa/siswi Indonesia semakin meningkat khususnya di era digital sekarang. “Tetap memperhatikan minat dan bakat siswa. Saya berharap siswa lebih membuka diri dan transparan terhadap kemauannya . Guru bukan hanya memfasilitasi siswa, tetapi juga harus mampu menjadi teman bagi siswa agar semakin menyadari minat dan bakat. Saya juga berharap siswa milenial Indonesia mampu memanfaatkan media serta memetakan minat dan bakat melalui media itu sendiri,” kata Mardimpu.

Penulis : 

Lidwina Afriani Sianturi, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara/Magangers Kompas Muda Batch XII