Andaikata Covid-19 Tidak Ada Di Indonesia

0
229

Bencana berupa pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Bencana yang berwujud sebuah virus ini mengakibatkan banyak agenda menjadi tertunda. Hanya pemilihan kepala daerah atau pilkada yang tetap terlaksana.

Tahun 2020 terasa sangat berat. Khususnya memasuki periode awal Maret. Meskipun di beberapa negara kasus Covid-19 ini sudah dimulai sebelum Maret 2020, namun untuk Indonesia, kasus pertama diketahui pada 2 Maret 2020.

Sebuah hal yang mengejutkan karena di awal kita sudah berbangga bahwa kita kebal akan virus ini. Berdalih dengan mengatakan iklim tropis anti Covid-19. Berbangga diri dengan kebiasaan buruk yang katanya membuat kebal, tapi ternyata sang virus tetap menyapa Indonesia.

Banyak agenda yang menjadi kacau balau. Agenda yang direncanakan mengalami penundan, namun parahnya ada yang harus gagal. Kacau gara-gara pandemi Covid-19 yang melanda.

Kita pasti berangan-angan, bagaimana jika Covid-19 tidak melanda Indonesia. Mungkinkah agenda yang ada akan berjalan normal?. Apakah ekonomi kita tidak masuk resesi?. Atau bisa juga UU Omnibus Law akan mendapat protes lebih keras? Mari kita berandai bersama.

Angan-angan pertama, pasti akan ada Ujian Nasional semua tingkat pendidikan yang terakhir. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, mas Nadiem Makarim, ujian nasional 2021 diganti dengan asesmen kompetensi. Yang berarti 2020 adalah akhir kisah dari ujian nasional, tetapi akhir kisahnya tidak serentak. Hanya sekolah menengah kejuaruan atau SMK di daerah tertentu yang melaksanakannya. Sungguh akhir yang kurang manis.

Kemudian, pasti kita akan menikmati konser Khalid “Young Dumb and Broke”. Konser itu semula direncanakan diadakan pada 28 Maret 2020 di Istora Senayan Jakarta. Jika tidak ada covid, pasti Khalid sudah bersuka ria di Istora. Gagal bereuforia gara-gara Covid-19!.

Kompetesi sepakbola akan berjalan normal. Liga 1 yang sudah berjalan tiga pekan menjadi tertunda. Bisa jadi kalau tidak ada Covid-19, Liga 1 pasti akan seru. Padahal saat itu Persib Bandung sedang di singgasana. Bukan tidak mungkin Persib menjadi juara. Yang berujung pada rivalitas antar kesebelasan yang makin membara.

Bulan Ramadhan berjalan normal. Jika tidak ada Covid-19 ini pasti ramadhan kita seperti biasa. Dengan alunan latihan takbir di setiap masjid, ditambah musik drumband. Buka bersama dengan menu takjil yang gratis. Tarawih berjamaah serta snack yang dibagikan. Tahun ini terasa kurang karena Covid-19.

Mudik, macet, dan penumpukkan penumpang. Setiap musim mudik lebaran pasti terjadi. Macet dan penumpukan yang sangat khas, sesuai tradisi sejak lama pasti terjadi. Namun karena Covid-19, tradisi tersebut berkurang jumlahnya. Sangat disayangkan karena  Covid-19,  kita tidak dapat melangsungkan tradisi itu.

Lebaran bersalaman indah dan berkumpul dengan keluarga besar. Jika tidak ada Covid-19, kita pasti akan melaksanakannya. Bersalaman dan memohon maaf terhadap sanak saudara dan kerabat. Akhirnya kita hanya bisa bertukar ucapan virtual dan pesan jarak jauh.  Lebaran tabun 2020 ini berlalu dengan segala perbedaanya dengan masa-masa sebelumnya.

Ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri pasti tetap memakai tes seperti normalnya. UTBK-SBMPTN 2020 hanya memakai tes potensi skolastik untuk ujiannya. Jadi yang sudah belajar materi sosial humaniora pastilah kaget. Mohon bersabar bagi para pejuang yang kaget pada saat itu.

Ada dampak positif Covid-19 dari sekian banyak negatifnya

Kuliah akan tatap muka. Jika Covid-19 ini tidak ada, pasti kuliah akan berjalan seperti biasanya. Tatap muka dengan kawan sesama mahasiswa dan berbincang hangat tak terjadi. Masa ospek bagi mahasiswa baru secara tatap muka yang biasanya menyemarakkan awal tahun pembelajaran pun ditiadakan. Para mahasiswa baru harus puas mengikuti ospek secara daring saja.

Tingkat Udara Jakarta tetap stagnan, tetap memiliki tingkat polusi tinggi. Pembatasan wilayah berskala besar (PSBB) mengakibatkan kualitas udara Jakarta membaik. Terbukti langit Jakarta makin cerah. Bukti nyata pada 1 Desember 2020, orang mengabadikan momen langit cerah Jakarta. Bayangkan saja jika Covid-19 tidak melanda, pasti momen tersebut tidak ada. Ada dampak positif Covid-19 dari sekian banyak negatifnya.

Tingkat kebersihan tetap apa adanya. Kebiasaan masyarakat Indonesia adalah sedikit kurang bersih. Kurang bersih mulai dari sanitasi, makanan, dan lingkungan. Namun selama Covid-19 ini, masyarakat akhirnya sadar akan pentingnya menjaga kebersihan. Berkaca bahwa Covid-19 menyukai hal yang kotor, masyarakat pun berubah. Pembiasaan mencuci tangan dengan baik, makan yang bersih, dan menjaga lingkungan. Sebuah hal yang indah, walapun tetap masih ada yang mengabaikan kebersihan.

Masker tetap murah. Jika tidak ada Covid-19 ini, harga masker pasti tetap murah. Namun karena selama Covid-19 ini, harganya melambung berlipat-lipat dan menjadi langka. Hal itu terjadi karena masker menjadi alat pelindung wajib yang harus dipakai. Masker akhirnya menjadi emas dalam pandemi Covid-19.

Pilkada akan tetap ada. Nampaknya ada ataupun tidaknya Covid-19, Pilkada serentak di Indonesia tetap berjalan. Walaupun covid-19 ini sedang meningkat, Pilkada tetap dipersiapkan. Kemungkinan karena jika ditunda bisa mengakibatkan kekosongan jabatan, sebab masa jabatan pejabat lama sudah habis.

Banyak pihak khawatir hajatan pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak di banyak daerah di Indonesia akan menjadi klaster baru, sehingga panitia penyelenggara pilkada kali ini  berusaha meminimalisir dampak negatifnya. Protokol kesehatan diterapkan selama pilkada berlangsung, semoga tak memunculkan klaster penyebaran baru virus korona.

 

Fajar Wahyu Sejati, mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta