Normal Baru, Demi Ekonomi Kembali Normal

53
2856

Dalam penanganan pandemi Covid-19, Indonesia kini mulai menuju masa tatanan baru yang kita kenal dengan normal baru. Masyarakat Indonesia ‘dipaksa’ harus siap menjalani kebiasaan hidup baru dan berusaha ‘berdamai’ dengan virus mematikan ini.

Kehidupan manusia di bumi harus tetap berlanjut, sehingga normal baru  akan menjadi upaya kita untuk bangkit, kembali beraktivitas produktif, sampai vaksin dan cara untuk memusnahkan virus korona berhasil ditemukan. Yang terpenting adalah tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak aman.

Bicara tentang Covid-19, maka kita juga akan bicara tentang perekonomian nasional yang melemah. Ekonomi menjadi salah satu sektor paling terdampak dan tidak dapat berjalan normal seperti biasanya. Grafik kasus yang masih menunjukkan kenaikan, membuat berakhirnya pandemi belum dapat dipastikan.  Inilah yang membuat pemerintah menjadi yakin bahwa jalan ini adalah ikhtiar paling baik yang dapat dilakukan guna menyelamatkan perekonomian Indonesia yang tengah lesu akibat virus korona. Normal baru dianggap sebagai skema paling tepat agar kehidupan ekonomi dapat kembali bergairah.

Selama masa pandemi, mulai dari kebijakan karantina kewilayahan lokal tingkat desa hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berhasil memukul keras ekonomi dari dua sisi, permintaan dan penawaran. Terutama di bidang restorasi, pariwisata, transportasi umum, otomotif, juga pembiayaan konsumen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat anjlok, meskipun pada kuartal I 2020 pertumbuhan ekonomi masih positif di level 2,97 persen. Namun untuk kuartal II ini, para pakar ekonom kompak bahwa perekonomian domestik akan menginjak angka negatif setelah sekian puluh tahun terakhir. Antara negatif 4 sampai dengan 6 persen, demikian menurut Gita Wirjawan, wakil ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

Di masa menuju normal baru ini, segala persiapan tengah dilakukan. Berbagai kebijakan fiskal dan moneter pun mulai dikeluarkan. Kabar baik pun datang dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) yang akan bersinergi demi mendukung pemulihan ekonomi melalui berbagi beban pembiayaan tambahan defisit APBN.

Rantai utama yang harus segera dibenahi antara lain, terganggunya ketersediaan kebutuhan pokok, meningkatnya angka pengangguran akibat pembengkakan jumlah PHK, serta menurunnya daya beli yang ditunjukkan dari indikator penjualan riil RI yang mengalami penurunan.

Ketersediaan barang kebutuhan pokok merupakan masalah strategis yang harus bisa dikendalikan pemerintah pada periode awal pemberlakuan normal baru. Pemerintah berupaya menjaga agar roda produksi industri bisa terus berjalan seiring berputarnya roda perekonomian nasional. Beberapa sektor yaitu pertambangan, perminyakan, industri, konstruksi, perkebunan, pertanian dan peternakan, perikanan, logistik, serta transportasi barang menjadi sasaran awal secara bertahap pada daerah-daerah yang terbilang aman dari wabah ini.

Pemerintah juga telah menaruh uang sebesar Rp 30 triliun di Bank Himbara, agar dapat menawarkan kredit pada masyarakat. Kemudian masyarakat diharapkan dapat meminjam untuk membuka usaha baru terutama untuk kebutuhan pokok. Hal ini juga dapat membuka peluang bagi para pencari kerja untuk mengurangi angka pengangguran.

Penyebab perlambatan pertumbuhan ekonomi berikutnya adalah melemahnya konsumsi rumah tangga yang merosot ke 2,84 persen dan investasi tumbuh hanya sebesar 1,70 persen. Menurut Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, bisnis ritel pun bisa menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi di era normal baru. Bisnis online harus lebih digiatkan.

Indonesia saat ini mungkin memang belum mengalami depresi, namun dalam jangka panjang, jika hal ini dibiarkan berlarut-larut dan kita semua pasrah hanya menunggu keadaan kembali normal, maka..  ah jangan sampai terjadi !

Dalam ekonomi makro, terdapat satu teori yang dicetuskan oleh seorang ekonom inggris, John Maynard Keynes yang dikenal dengan nama teori Keynesian. Teori ini dipandang mampu mengatasi permasalahan hingga depresi ekonomi yang disebabkan oleh pandemi. Model Keynesian menyatakan bahwa permintaan agregat yang rendah menyebabkan rendahnya pendapatan nasional dan tingginya pengangguran yang merupakan ciri kemerosotan ekonomi.

Model permintaan agregat Keynesian dibagi menjadi dua bagian yaitu model IS (Investment – Saving) dari “pasar barang” dan model LM (Liquidity-Money) dari “pasar uang”. Dengan meningkatkan permintaan agregat, perekonomian dapat dengan cepat bergerak (short-run impact). Hal ini berdasarkan pada ide bahwa peningkatan belanja (konsumsi), akan meningkatkan pendapatan yang kemudian mendorong belanja dan pendapatan nasional.

Kebijakan fiskal seperti meningkatkan belanja pemerintah (G) serta kebijakan penurunan tarif pajak (T) memiliki efek multiplier dalam mempengaruhi pengeluaran (Y). Dan yang paling besar pengaruhnya yaitu saat meningkatkan belanja pemerintah dalam hal pemberian subsidi atau bantuan sosial kepada masyarakat kurang mampu di masa pandemi ini. Subsidi dan bantuan sosial yang diberikan tersebut diharapkan dapat meningkatkan konsumsi (C) masyarakat yang nantinya akan berujung pada peningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

 Masayu Annisa Ihsani, mahasiswa Diploma III Akuntansi Alih Program Politeknik Keuangan Negara STAN