Puasa Media Sosial Menjadi Langkah Memperbaiki Diri

0
322

Kemajuan teknologi seperti sekarang ini telah membuat kita menjadi manusia yang serba “media sosial”. Dimulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, hampir sebagian dari kita menghabiskannya untuk melalang buana di dunia digital yang tidak pernah bisa kita kendalikan itu.

Memang benar jika ada sekelompok orang mengatakan bahwa media sosial memberikan dampak positif pada diri kita. Dengan berbagai informasi yang kita dapatkan, media sosial sudah menjadi kunci utama untuk survive dalam kehidupan ini.

Tapi, perlu kita sadari bahwa apakah media sosial sejatinya benar-benar baik untuk kita?

Pertanyaan inilah yang mulai saya diskusikan dengan diri sendiri. Beberapa hari terakhir, saya menghabiskan hari untuk bercakap-cakap dan mengenal lebih jauh tentang hubungan media sosial dengan emosi, pikiran, dan tindakan saya.

Pada suatu titik, saya dapat menyimpulkan bahwa media sosial tidak cukup baik untuk kesehatan—terutama kesehatan mental. Saya akui bahwa dampak media sosial sangat memengaruhi seluruh perspektif dan pandangan saya terhadap diri sendiri dan orang lain.

Bagaimana tidak, berbagai macam informasi yang terus bermunculan dari beberapa media sosial populer seperti Instagram atau TikTok membuat saya terlena dan lupa dengan jati diri saya yang sebenarnya. Saya mulai lupa waktu, susah tidur, prokrastinasi, dan bahkan merasa gelisah jika jauh-jauh dari media sosial. Hal ini telah membuat saya seperti dipertuan oleh media sosial.

Dampak negatif yang paling saya rasakan terhadap media sosial adalah bagaimana cara saya menyikapi pencapaian orang lain. Ketika melihat beberapa teman saya yang berhasil menggapai prestasi A sampai Z, disitulah saya merasa bahwa saya tidak cukup berkompeten. Akibatnya, saya mulai merasakan emosi tidak wajar kepada orang lain: saya menjadi sinis dan “pemberontak”.

Menyadari hal itu, perjalanan saya untuk berpuasa media sosial dimulai. Tepat pada hari Senin, 7 Februari 2022; saya empaskan (uninstall) semua media sosial yang sempat menjadi racun untuk mental saya. Beberapa aplikasi populer seperti Instagram atau TikTok sudah tidak memiliki izin akses di ponsel saya.

Pada hari pertama, semuanya terasa berat. Hidup saya seakan menjadi sangat membosankan. Semua aktivitas yang saya lakukan terasa hampa dan tidak berguna. Saya merasa kesepian dan tidak tahu harus berbuat apa. Padahal, banyak sekali pekerjaan yang harus saya lakukan saat itu. Hari pertama memang begitu pedih dan menyakitkan sampai pada akhirnya saya menemukan kunci untuk mengatasi itu keadaan itu dengan membaca  buku dan meditasi.

Meditasi

Dengan membaca buku dan bermeditasi, saya merasa menjadi pribadi yang lebih baik. Saya mulai mengenal apa dan bagaimana emosi saya bisa muncul. Kini saya tahu penyebabnya—saya terlalu mengikuti hasrat dan nafsu sesaat. Saya membiarkan emosi negatif mengendalikan hidup saya.

Beberapa hari setelahnya, saya mulai merasa bebas. Bebas dari media sosial. Saya pikir, hidup saya tidak akan begitu menyenangkan jika saya menarik diri dari media sosial. Akan tetapi, hal itu justru sebaliknya. Berpuasa media sosial membuat saya mulai merasa dan mengenal esensi dari kebahagiaan sejati.

Puasa yang saya lakukan tidak serta-merta dilakukan tanpa perencanaan. Walaupun saya menyadari media sosial seperti Instagram memberikan dampak yang negatif, saya tetap mempertahankan beberapa aplikasi seperti WhatsApp dan Telegram karena aplikasi tersebut sangat esensial dan tidak bisa saya lepaskan begitu saya. Saya menggunakan WhatsApp untuk kuliah dan Telegram untuk bekerja.

Bagaimana dengan YouTube? Saya tetap mempertahankannya. Meskipun ia tergolong sebagai media sosial, tetapi informasi yang terkandung di dalamnya merupakan kontrol dari diri saya sendiri sehingga saya masih dapat mengendalikannya dengan mengaktifkan pengingat untuk mengetahui seberapa lama saya telah menonton video.

Kira-kira begitulah beberapa pengalaman saya saat menjalani “ritual” puasa media sosial. Semua tergantung dan kembali kepada diri kita masing-masing. Jika Anda menemukan bahwa media sosial justru memberikan atensi dan dampak yang baik untuk Anda, maka tidak ada salahnya untuk tetap menggunakannya.

Akan tetapi, bagi Anda yang merasa mulai resah dengan dampak negatif yang ditimbulkan oleh media sosial, Anda tentu memiliki hak dan kebebasan untuk melakukan apa yang saat ini sedang saya jalani, yaitu puasa media sosial.

Lakukanlah setidaknya untuk beberapa hari. Apabila memberikan dampak yang baik bagi pengendalian emosi, pikiran, dan tindakan; tombol uninstall di ponsel Anda selalu tersedia sepanjang waktu untuk mengempaskan itu semua.

Muhammad Saddam Haikal, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Jakarta