Kerasnya Dunia Kerja di Dapur Hotel

56
4669

Sejak bersekolah di SD saya sudah memiliki hobi memasak. Beranjak dewasa karena hobi tersebut, membuat saya memiliki cita-cita untuk menjadi koki, entah di restoran, hotel atau mempunyai bisnis sendiri. Impian yang cukup berbeda dibanding teman-teman saya lainnya karena saya sekolah di SMA. Bukan sekolah menengah kejuruan perhotelan yang mungkin untuk perkerjaan masa depan lebih diarahkan pada kerjaan kantoran maupun yang berhubungan dengam pelajaran IPA maupun IPS.

Pada tahun 2017 saya masuk ke Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti untuk mendalami ilmu saya tentang perhotelan, terutama untuk menjadi seorang koki. Waktu itu saya tidak tahu dunia kerja di perhotelan seperti apa. Di pikiran saya menjadi koki perkerjaannya hanya memasak, memiliki lingkungan kerja yang santai dan jam kerja 8 jam seperti kerja kantoran pada umumnya. Ternyata bekerja di hotel itu sama sekali diluar ekspetasi saya.

Saya berkesempatan untuk magang di hotel bertaraf internasional di kawasan Pondok Indah Jakarta Selatan, dari tanggal 27 Januari sampai 24 Juli 2021 lalu. Dari magang itu, saya bisa mendapat pengetahuan fakta sebenarnya dari dunia dapur perhotelan.

Salah satu peserta magang sedang membuat sate ayam

Benar seperti yang dikatakan orang, bekerja di hotel menjadi seorang koki memiliki tekanan yang tinggi, apalagi pada saat pesanan sedang banyak. Kata-kata kasar, maupun kebun binatang semua bisa keluar untuk meluapkan emosi. Karena di saat itu kami harus bekerja dan memasak dengan cepat, berpacu dengan waktu supaya makanan bisa keluar tepat waktu. Dan situasi panas seperti itu sangat biasa terjadi  dapur hotel. Ada teriakan yang keras, marah dan bentakan. Hal  tersebut menjadi hal yang lumrah.

Mungkin untuk sebagian orang berpikir berkata kasar tidak etis, membentak dan marah tidak diperbolehkan, dan lain sebagainya. Namun ya seperti itu dunia kerja menjadi koki. Apalagi pada saat besok ada banyak reservasi, tentu di hari itu kami harus menyiapkan bahan masakan dan memotongnya.

Memasak makanan yang butuh waktu lama seperti opor ayam, gulai sapi, rendang dan sebaginya. Dan tentu hal-hal itu yang membuat seorang koki tidak pernah pulang tepat waktu. Selalu lembur. Kami yang bekerja di dapur bisa bekerja minimal 10 jam itu sudah termasuk cepat. Terkadang bisa 11-12 jam.

Saya berfoto dengan Executive Chef Intercontinental Hotel, tempat saya magang

Bukan berarti para koki di hotel selalu marah dan terlihat galak. Hal itu hanya terjadi saat pesanan ramai ataupun pekerjaan sedang banyak. Pada saat istirahat, mereka layaknya seorang teman bagi kami. Bahkan saking dekatnya juga ada yang serasa menjadi keluarga. Jadi disini tetap ada kesimbangan.

Saat sedang melayani tamu kami harus fokus dan kerja dengan cepat. Ketika kami kehilangan fokus dan kerja lambat pasti akan dimarahi dan dibentak. Namun ketika kami heidak pulang, wajib hukumnya untuk nongkrong di depan hotel bersama para koki, untuk minum kopi sambil berbincang-bincang.

Pada saat itulah kami bisa berbincang apa saja dengan para atasan maupun karyawan lain. Sering terjadi mereka bercerita tentang pengalaman kerja mereka di hotel terdahulu. Ada satu contoh di hotel mereka bekerja, koki kepalanya jauh lebih galak dari sekarang, bisa lempar panci, banting barang dan lain sebagainya. Dunia dapur sekarang masih keras, namun tidak sekeras yang dulu.

Sedikit kata dari saya, jika kalian ingin bekerja di dunia perhotelan terutama di dapur, kalian harus punya mental yang kuat, sebab pekerjaan ini jarang sekali bisa membuat kita pulang tepat waktu. Tak hanya itu kalian akan sering dimarahi, pekerjaan pun banyak dan melelahkan, dan lain sebagainya.

Bukan membuat takut, tapi itulah dunia dapur. Jika sudah terbiasa dan menemukan celah-celahnya, kalian pasti bisa menikmati kerja di hotel sebagai seorang koki.

Kevin Surya Sunian, mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta Jurusan Perhotelan