Empat Peri Kecil di Festival Bulan

0
681

Pada suatu malam yang cerah, empat peri kecil berkumpul untuk melihat indahnya cahaya bulan. Mereka adalah Ria si Peri Bunga, Laura si Peri Air, Sonya si Peri Cahaya, dan Vannya si Peri Hewan. Melihat bulan selalu membuat mereka merasa senang.

Mereka bertanya-tanya akan seperti apa bentuk bulan dari dekat, apakah bisa mereka menyentuh bulan, apakah mereka bisa berteman dengan bulan, atau maukah bulan berteman dengan mereka. Sampai akhirnya, mereka ingat bahwa esok hari adalah waktu diadakannya festival bulan di pusat kota.

“Hei, bagaimana jika besok kita melihat festival bulan bersama-sama?,” tanya Ria.

“Tentu, kita memang harus melihatnya bersama-sama,” jawab ketiga peri yang lain serentak.

“Aku ingin beli kue bulan yang lembut dan manis karena jarang sekali ada yang menjualnya di hari biasa,” ujar Vannya.

“Ya, kita harus berangkat pagi agar bisa mendapatkannya,” sahut Laura.

“Baiklah, kalau begitu besok kita berkumpul di bawah Pohon Oak di pinggir Sungai Mui pukul delapan pagi,” tegas Ria.

“Siap!,” jawab Laura, Sonya, dan Vannya bersamaan.

Setelah puas melihat bulan, akhirnya keempat peri kembali ke rumah mereka masing-masing. Membayangkan akan betapa serunya hari esok membuat semua peri kecil tidak bisa tidur. Sesekali mereka kembali menatap langit malam lewat jendela. Itu membuat mereka sadar alangkah baiknya sang Pencipta yang telah menciptakan bulan dan bintang untuk menerangi gelapnya malam.

Fajar telah menampakkan dirinya di cakrawala. Pagi itu terasa lebih sejuk dan segar. Sepertinya, alam memang sudah mengisyaratkan bahwa ini adalah hari yang istimewa, yakni hari saat bulan purnama pertama di tahun ini akan muncul dan menerangi seluruh kota. Oleh karena itu, festival akan diadakan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan semangat dalam menjalani masa yang baru. Festival bulan akan mulai dibuka dari pukul tujuh pagi sampai malam hari saat bulan purnama nampak di langit.

Sejak pukul setengah delapan pagi ternyata Vannya, Ria, dan Sonya sudah berkumpul di bawah pohon oak. Mereka bertiga memang berisiatif untuk berangkat lebih pagi karana ingin segera pergi ke festival bulan. Sambil melihat aliran sungai dan menikmati rindangnya pohon oak, ketiga peri itu menunggu kedatangan Laura sampai waktu yang telah disepakati. Namun, Laura tidak kunjung datang bahkan saat waktu sudah melebihi pukul delapan tepat. Mereka sangat ingin segera pergi ke festival, tetapi mereka tidak tega kalau sampai harus meninggalkan Laura.

Di tempat lain, Laura terlihat sedang menikmati berendam di bak air mandinya yang menenangkan. Laura lebih memilih untuk bersantai dan bermalas-malasan sebab ia berpikir teman-temannya tidak akan datang tepat waktu apalagi di pagi yang sejuk ini. Akhirnya, Laura berangkat ke tempat janjian pukul 08.15 dan sampai di sana lima belas menit kemudian. Betapa kaget dirinya melihat ketiga sahabatnya telah sampai dan menunggu kehadiran dirinya. Tetapi tidak lantas marah, mereka malah bertanya pada Laura.

“Apa kamu tersesat Laura?,” tanya Ria.

Laura bingung harus menjawab apa. Dia seharusnya paham kalau ketiga sahabatnya itu sangat menghargai waktu dan menepati janji. Dia takut akan dibenci jika mengatakan alasan yang sebenarnya. Tapi Laura terlalu menyayangi sahabatnya dan ia tidak mau berbohong pada mereka.

“Maaf teman-teman, seharusnya aku bisa datang tepat waktu tapi aku malah bermalas-malasan,” ujar si Peri air dengan raut wajah menyesal.

Ketiga peri lain menghembuskan napas.

“Tidak apa-apa Laura, kami sangat takut jika kamu lupa jalan dan kami juga tidak mau meninggalkan sahabat kami sendirian. Tapi tolong berusahalah untuk menepati janji di kesempatan yang lain,” ujar Vannya mewakili kedua teman lainnya.

“Pasti.”

Setelah itu, perjalanan menuju festival dimulai. Saking senangnya, mereka terus melompat dan bernyanyi di sepanjang jalan. Tiba-tiba Ria merasa seperti menginjak sesuatu. Ternyata yang ia injak adalah sebuah kantung barang kecil bermotif daun cemara yang indah dengan anyaman serat pohon sebagai penalinya. Kantung itu kosong dan Ria berpikir untuk menyimpannya sebab menurutnya motif cemara sangatlah unik.

Sesampainya di festival, para peri takjub melihat pusat kota yang sangat ramai. Festival bulan membuat membuat jalan-jalan sangat ramai dipenuhi pengunjung dari berbagai desa. Di setiap sudut kota terdengar suara tawa dan suka cita. Sungguh pemandangan menggembirakan. Lalu, keempat peri kecil pun langsung menuju tempat penjual kue bulan dan memesan beberapa potong kue. Mereka menikmati kue di pinggir jalan sambal melihat parade yang sedang berlangsung.

Di tengah-tengah parade, tiba-tiba Vannya melihat seorang peri lain yang beraut wajah sedikit gelisah berbicara dengan penjaga festival. Peri itu nampak sedang mencari sesuatu. Akhirnya, vannya mengajak sahatanya untuk menghampiri peri dan penjaga tersebut.

“Apa ada yang bisa kami bantu nona?,” tanya Laura.

“Aku baru menyadari kalau aku telah kehilangan kantung barang pemberian ibuku, itu adalah hadiah ulang tahunku darinya,” jawab sang Peri.

“Kantung itu kecil bermotif daun cemara dengan penali dari anyaman serat pohon,” jelas sang penjaga festival.

Ria kaget mendengarnya. Itu adalah kantung yang ia temukan. Dia sangat menyukai kantung itu dan berencana untuk memilikinya. Awalnya dia berencana untuk tetap diam, seolah-olah dia tidak pernah menemukannya. Namun, wajah sang Peri yang mencari kantung itu sangatlah sedih. ‘Pasti kantung ini sangat bermakna untuknya’ Pikir Ria.

“Ini nona, sepertinya tanpa sengaja kau telah menjatuhkannya dalam perjalanan kemari,” sahut Ria sambal menyodorkan kantung yang tadi ia temukan.

Wajah sang peri menjadi ceria kembali. Dia sangat senang dan seakan tidak percaya.

“Benar, ini adalah kantungku. Terima kasih kau telah menemukannya dan mengembalikannya kepadaku.”

“Sama-sama nona.”

Sahabat Ria yang lain langsung menatapnya.

“Waw, dimana kau menemukannya, Ria?,” ucap Sonya.

“Hehehe…” Ria hanya tersenyum lebar ke arah mereka bertiga.

Mereka lanjut menikmati keramaian festival bulan sambal membeli beberapa cemilan. Malam pun tiba, bulan purnama telah muncul dan menerangi festival itu. Para pengundung berbondong-bondong menuju danau untuk bersiap menerbangkan lampion. Ini adalah waktu untuk menerbangkan lampion harapan. Ria, Laura, Vannya, dan Sonya juga sedang mempersiapkan lampion phoenix mereka. Sampai waktunya tiba, saat mereka dan semua pengunjung lainnya melepaskan lampion sampil mengungkapkan harapan di hadapan sinar bulan.

Keempat peri kecil berharap lampion burung phoenix itu akan membawa harapan mereka terbang tinggi sampai bulan bisa melihatnya. Pada akhirnya, keempat sahabat ini senang bisa menghadiri Festival Bulan. Laura sadar akan kesalahannya yang tidak disiplin waktu dan dia belajar dari itu. Ria juga berharap bahwa dirinya tidak akan termakan oleh keegoisan dan ketamakannya sendiri untuk memiliki sesuatu yang bukan haknya. Mereka sangat bersemangat dan berencana untuk datang ke festival bulan tahun depan bersama-sama lagi.

-TAMAT-

Shifa Fauzia