Mencintai Sejarah Dengan Mengoleksi Uang Kuno

0
213

Halo sobat Muda! Apa kabar kalian yang lagi #dirumahaja? Pastinya kalian sudah mulai kehabisan ide untuk menghabiskan waktu di rumah selain learning from home kan? Nah, aku menemukan ide untuk menghabiskan waktu dengan cara yang asyik sekaligus dapat meningkatkan rasa kecintaan akan sejarah negara kita.

Hobi itu tidak hanya berkaitan dengan olahraga dan musik loh! Kali ini aku akan mengenalkan jenis hobi baru untuk kalian tahu dan nantinya kalian geluti. Hobi yang akan membagi ini berhubungan dengan rasa kecintaan kepada negara kita dengan cara belajar dari sejarah berkait dengan perjalanan bangsa Indonesia.

Dalam masa pandemi seperti saat ini, hobi yang dilakukan secara berkelompok, seperti olahraga sangat sulit untuk dilakukan. Namun, hobi yang akan aku jelaskan ini tidak akan terhambat oleh pandemi.

Bisa jadi kalian masih merasa asing saat mendengar istilah ‘Numismatika’. Eitsss! Tapi jangan khawatir, kali ini aku akan menjelaskan secara singkat istilah tersebut kepada kalian. Numismatika adalah suatu hobi mengumpulkan mata uang kuno, baik itu dalam bentuk kertas maupun logam.

Apa sih itu uang kuno? Uang kuno stau lang lama adalah uang yang pernah beredar di Indonesia pada periode tertentu dan saat ini sudah tidak diproduksi dan tidak digunakan lagi sebagai alat tukar yah sah. Bisa dibilang uang kuno adalah salah satu jenis peninggalan sejarah. Tidak jarang uang kuno memiliki harga yang mahal dan banyak diburu orang karena keunikan dan kelangkaannya.

Uang koin pecahan Rp1000 bergambar kelapa sawit cetakan tahun 1993. Foto: Arsip pribadi

Jika kalian masih bingung dengan definisi uang lama, dengan melihat uang pecahan Rp1.000 logam bergambar klappa sawit itu kita akan lebih mudah memahami definisi tersebut. Pecahan uang tersebut pernah  booming  sebagai bahan pemberitaan di media pada bulan juni tahun 2020 ini. Hal yang membuat pecahan uang Rp1.000 cetakan tahun 1993 tersebut  booming karena kontroversi harga jualnya yang tiba-tiba melonjak mahal.

Pada bulan maret tahun ini, harga uang tersebut dijual sekitar Rp3.500 hingga Rp 8.000  perkeping, namun pada bulan Juni harganya melonjak hingga Rp10.000.000 perkeping. Tak perlu menunggu lama, kontroversi melonjaknya uang tersebut dalam kasus yang tidak wajar menjadi sorotan bagi para kolektor uang kuno di seluruh Indonesia dan akhirnya menjadi bahan pemberitaan hangat di media massa.

Jangan khawatir, mengoleksi uang kuno tidak melulu yang berhubungan dengan label mahal kok. Banyak penjual uang kuno berbasis daring  yang menjual produknya dengan harga yang terjangkau. Uang kuno kertas dengan pecahan di bawah Rp50.000 cetakan tahun 1990-an, dibandrol sekitar Rp15.000 hingga Rp35.000. Sedangkan uang kuno koin cetakan periode tahun yang sama, dibandrol sekitar Rp1.500 Rp8.000 saja.

Dengan harga yang ramah dikantong pelajar tersebut, kita dapat memiliki benda dengan nilai sejarah yang tinggi. Kalian juga bisa mendapatkan uang kuno dari koleksi orang tuamu yang masih tersimpan.

Selain dapat memenuhi waktu kosong kalian dengan kegiatan baru selama di rumah aja, hobi ini juga dapat meningkatkan pengetahuan kalian tentang sejarah dan kekayaan budaya negara kita loh.

Melalui gambar-gambar yang tertera pada uang tersebut, kalian akan mendapat pengetahuan baru tentang para pahlawan nasional dan budaya-budaya di negara kita. Tahun pencetakan uang tersebut juga bisa kalian telusuri lebih dalam lagi sebagai pengetahuan akan perkembangan sejarah perbankan di Indonesia. Jadi, kita bisa menggeluti hobi sekaligus mengembangkan pengetahuan akan bangsa kita.

Ada sebuah ungkapan populer yang menyatakan kalau uang tidak bisa membeli kebahagiaan, tetapi tenang saja, mengoleksi uang kuno bisa memberikan ilmu yang berharga bagi kalian para kawula muda.

Siapa lagi yang akan belajar mengenai sejarah bangsa selain para penerus bangsa itu sendiri. Siapa lagi yang akan menjaga dan merawat aset bangsa yang sangat bernilai selain kita, kaum generasi muda. Oleh karena itu, ayo kita menggeluti hobi numismatika untuk kegiatan yang bermanfaat.

Steven Satria Putra, mahasiswa  Prodi Filsafat Keilahian  Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.