Seperti hari – hari sebelumnya, kampung Ujung Gede terlihat sangat ramai di sore hari. Para warganya memanfaat waktu senja tersebut untuk saling bercengkrama dan melakukan beberapa aktivitas diluar rumah. Para Ibu saling berbincang satu sama lain sembari menyelesaikan pekerjaannya di luar rumah.
Anak – anak yang bermain bersama, kendaraan yang sesekali berlalu – Lalang dan tidak lupa beberapa penjual yang menjajakan barang dagangannya turut meramaikan suasana kampung Ujung Gede di sore hari. Keramaian itu tidak berlangsung lama. Menjelang malam, mereka pun akan kembali ke rumah masing – masing untuk bercengkrama bersama keluarga.
Ghani, seorang anak laki – laki yang menginjak bangku kelas 1 Sekolah Dasar sedang berkumpul bersama tiga temannya disebuah lapangan yang berada di kampung Ujung Gede. Berkumpul di sore hari sudah menjadi aktivitas wajib mereka, di mana dapat bermain bersama hingga menjelang malam tiba.
Banyak permainan yang mereka mainkan. Tak jarang mereka juga melakukan kejar – kejaran di sepanjang jalan kampung Ujung Gede, dan membuat beberapa warga marah karena tertabrak oleh segerombolan Ghani dan teman – temannya. Namun, kali ini mereka terlihat berbeda dari biasanya. Mereka hanya duduk berjejer dipinggir lapangan sambil menikmati es lilin dengan mata memandang ke arah langit.
“Besok lu pada puasa gak?,” tanya Ghani kepada ketiga temannya.
“Gue mah puasa setengah hari abis itu lanjut lagi sampe sore biar dapet ceban tiap hari, lumayan buat jajan isi tenaga dulu sebelum perang sarung,” jawab Abdel.
“Gue setengah hari paling, kata emak gue ga papa yang penting puasa,” tambah Abi.
“Hahh…. Gue nggak kuat dah kayanya, hari ini aja gue udah makan 4 kali padahal belom malem,” lengkap Bombom.
“Lu puasa Ghan?,” tanya Abi.
“Yaaa Ghani mah harus puasa lah, kalo nggak ntar di sambit sama Pak Ustad,” Jawab Abdel dengan nada mengejek sambil tertawa.
Abi dan Bombom pun ikut tertawa yang menandakan bahwa mereka setuju terhadap ucapan Abdel. Mendengar hal tersebut, hanya terdiam.
Seperti yang diucapkan Abdel, ayah Ghani adalah seorang ustad di kampung Ujung Gede. Ia terkenal sebagai seseorang yang tegas dan sangat menjunjung tinggi ajaran agama. Ia juga rutin mengajar mengaji anak – anak kampung Ujung Gede. Di mata anak – anak Ayah Ghani merupakan orang yang menakutkan, maka dari itu mereka tidak berani melakukan kesalahan apapun di depannya.
Suara pewarta berita terdengar jelas dari ruang keluarga. Pewarta itu memberikan informasi bahwa puasa resmi serentak dilakukan pada esok hari.
“Alhamdulillah besok udah mulai puasa, berarti hari ini aku harus masak buat sahur juga,” ucap Umi Ghani.
Ghani yang daritadi duduk di depan televisi terngiang dengan ucapan teman – temannya saat berbincang di lapangan tadi. Ghani berpikir bahwa dirinya ingin sekali ikut berpuasa seperti yang teman – temannya lakukan. Ghani pun membicarakan hal itu dengan Umi-nya.
“Umi, boleh gak aku puasanya setengah hari aja kaya Abi?,” rayu Ghani.
“Kalo puasa setengah hari itu namanya bukan puasa Ghani, ini saatnya kamu puasa full, kamu kan bukan anak TK lagi yang baru belajar puasa,” jawab Umi.
“Ghani gak sanggup mi, atau boleh gak setengah hari terus nanti dilanjut lagi sampe Adzan Magrib?,” ujar Ghani.
“Gaboleh, kamu sudah besar, harus puasa sesuai sama aturan agama!,” tegas Ayah Ghani yang keluar dari kamar menuju ruang keluarga.
Mendengar suara Ayahnya, Ghani pun langsung tersontak dan terdiam lesu.
Cuaca siang hari di kampung Ujung Gede sangatlah terik, betul saja karena bulan Ramadhan kali ini bertepatan dengan musim kemarau. Bel yang menandakan waktunya pulang sekolah pun berbunyi. Merasa sangat haus akibat cuaca yang terik, dipertengahan jalan Bombom pun berhenti dan mengeluarkan air minum dari dalam tasnya.
“Aakhh.…. Akhirnya tenggorokan gue gak kering lagi,” ucap Bombom setelah minum. Bombom pun menawarkan kepada ketiga temannya.
“Nggak gue lagi puasa,” tegas Ghani.
“Hmm.. yaudah gue abisin aja ah minumnya,” goda Bombom.
“Sini bagi gue deh, udah haus banget gapapa deh gak ketauan ini sama emak gue,” ujar Abdel.
“Gue juga mau dong,” tambah Abi.
Saat itu Abdel dan Abi pun akhirnya membatalkan puasanya karena tergoda oleh Bombom. Setelah itu, mereka pun melanjutkan perjalanan pulang.
Sesampainya dirumah, Ghani pun langsung menuju dapur, membuka kulkas dan berdiri tepat di depan kulkas yang terbuka. Tak lama Ia sadar dan melihat ada beberapa botol air dingin berada di dalam kulkas. Pada awalnya Ghani mengurungkan niatnya untuk membatalkan puasa dan berbalik membelakangi kulkas yang terbuka.
Namun pada akhirnya Ia pun tergoda melihat botol air dingin tersebut dan berniat untuk membatalkan puasanya. Ghani pun melihat keadaan disekitarnya. Saat merasa sudah aman dan tidak ada yang melihat, Ghani langsung mengambil botol air dingin tersebut. Tak lama terdengar suara Umi yang memergokinya.
“Ghani kamu lagi ngapain disitu?! Mau batalin puasa?!,” ketus Umi Ghani.
Mendengar teriakan Umi, Ghani pun tersontak kaget dan langsung kembali menutup botol air itu,
“Nggg…. Nggak kok.. Umi…, aku cuma.. Hmm… Ini nih mau tempelin botol ini ke pipi soalnya panas banget tadi diluar,” jawab Ghani dengan nada suara takut.
Setelah itu Ia langsung menaruh kembali botol air itu di dalam kulkas dan bergegas kembali ke kamarnya.
Ghani duduk menatap jam yang ada di kamarnya. Waktu masih menunjukkan jam satu siang. Ghani akhirnya memutuskan untuk keluar rumah dan bermain bersama teman – temannya. Saat sampai di lapangan, Ghani melihat temannya sedang membeli es krim potong. Ghani pun menghampiri teman – temannya.
“Eh Ghan nih mau juga gak lo?,” tawar Abi kepada Ghani.
“Nggak, gue masih puasa.” Jawab Ghani dengan ekspresi wajah yang lesu.
“Mantap! Wajib dicontoh nih anak baik,” ledek Abdel kepada Ghani dan membuat yang lainnya tertawa.
“Udah sih Ghan batalin aja, muka lo udah pucet tuh ntar mati lagi,” goda Bombom.
Abi yang pertama mendapatkan es krim potongnya, terus menggoda Ghani dengan memakan es krimnya disertai nada suara yang nikmat.
“Duhh emang paling pas deh panas panas makan es krim potong,” ucap Abi sambil menikmati es krimnya.
“Ini enak banget loh Ghan, nyesel lu kagak beli,” ujar Abdel.
Melihat ketiga temannya yang sedaritadi menggodanya sambil memakan es krim, Ghani pun akhirnya tergoda untuk yang kedua kalinya dan langsung ikut membeli es krim potong tersebut. Setelah membeli, mereka pun langsung menuju ke pinggir lapangan yang menjadi markas bermain mereka.
Ghani yang sepanjang jalan menuju pinggir lapangan masih belum memakan es krimnya, terkaget saat menyaksikan kotoran burung yang jatuh dari langit mengenai es krimnya. Melihat hal tersebut ketiga teman Ghani pun langsung menertawakannya.
“HAHAHAHAHA…. Lagi lo sih bukannya langsung di makan pake di diemin dulu segala. Jadi tambah toping kan es krim lo,” ledek Abdel sambil tertawa.
Ghani pun akhirnya tidak jadi lagi membatalkan puasa dan membuang es krimnya. Ia pun tidak bisa membeli es krim potong lagi, karena uang yang dibawanya hanya cukup untuk membeli es krim.
Hari sudah menjelang sore, rasa haus dan lapar Ghani pun semakin tidak terkendali. Ditambah ia melihat teman – temannya yang sedari tadi asyik menyantap berbagai macam jajan yang lewat di lapangan. Mereka pun juga selalu menggoda Ghani untuk membatalkan puasa dan ikut makan dan minum bersamanya.
Ghani pun tergoda dan mempunyai niat untuk bergabung bersama temannya, namun karena Ia tidak mempunyai uang pada akhirnya niat tersebut diurungkannya. Melihat Ghani yang semakin pucat, Bombom memberikan minuman yang dimilikinya kepada Ghani.
“Nih Ghan, udah minum aja gapapa lagi juga gak ketauan sama Umi Ayah lo,” ujar Bombom.
“Iyaa takut banget sih, ntar kan lo balik bisa pura – pura masih puasa,” tambah Abi.
Mendengar hasutan kedua temannya, Ghani pada akhirnya mengambil minuman yang diberikan oleh Bombom. Namun saat Ia ingin meminumnya, tak sengaja Abdel datang menabrak bahu Ghani. Minuman yang saat itu sedang dipegang Ghani pun jatuh dan tumpah begitu saja. Upaya Ghani membatalkan puasa yang ketiga kalinya pun gagal.
Ghani pun sangat sedih dan kecewa karena tidak bisa membatalkan puasa seperti ketiga temannya. Ia langsung berlari meninggalkan temannya dan pulang kerumah. Sesampainya dirumah, Ghani langsung masuk ke kamarnya dan menangis sambil merebahkan badannya diatas tempat tidur. Ia merasa puasa yang dilakukannya kali ini sangat berat dan perutnya pun terasa sangat lapar dan juga haus.
Umi membangunkan Ghani yang terlelap di tempat tidurnya.
“Ghani bangun, ayo buka puasa,” panggil Umi.
Ghani pun yang masih setengah sadar langsung melompat dari tempat tidurnya menuju meja makan. Sesampainya di meja makan, Ia langsung melahap banyak makanan dan minuman.
Sambil berbuka puasa, keluarga Ghani menonton tayangan berita yang menayangkan ditemukannya mayat seorang anak kecil dipinggir jalan. Berita tersebut menjelaskan bahwa meninggalnya anak itu disebabkan karena kelaparan.
Ghani yang sedari tadi sangat lahap menyantap makanan dan minuman, berhenti karena merasa perutnya sakit. Ia pun seketika mengingat nasehat yang diberikan Ayahnya bahwa tidak boleh melakukan sesuatu hal yang kekurangan ataupun berlebihan, karena memiliki dampak yang negatif dan selalu mensyukuri apapun kehendak yang diberikan oleh Tuhan.
Ia pun berfikir bahwa saat ini dia melihat secara langsung contoh nyata nasehat yang diberikan Ayahnya itu. Setelah menyadari kesalahannya yang dibuat di hari pertama puasanya itu, Ghani pun langsung menangis dan mengakui kesalahannya kepada Umi dan Ayahnya. Ia meminta maaf karena sudah melakukan hal buruk. Melihat tingkah laku anak laki – lakinya itu, Ayah Ghani pun tersenyum dan menasehati Ghani.
Semenjak saat itu, Ghani pun menjalani puasanya dengan penuh semangat dan tidak tergoda dengan apa yang dilakukan oleh teman – temannya. Ghani juga sering mengajak dan mengingatkan teman – temannya untuk ikut berpuasa karena Allah bukan karena hadiah atau imbalan yang akan di dapatkan.
Vellycia Dwi Amanda, mahasiswa Digital Journalism, Mass Communication, Bina Nusantara University.