Seribu Bintang Kecil

55
1096

Kesempurnaan seorang ibu begitu pekat dihidupku. Ibu selalu tahu yang aku butuhkan.

Di suatu pusat perbelanjaan, aku melihat dekorasi bintang kecil yang terbuat dari kertas tergantung di belakang kaca etalase. Meskipun aku sudah berumur 14 tahun namun begitu terpukau melihat bintang-bintang itu.

“Bu, aku ingin bintang kecil itu,” kataku sambil menunjuk dekorasi bintang tersebut.

“Tidak boleh, Nak. Itu hiasan toko,” jawab ibu.

“Tapi Nadia mau,” tuturku dengan nada sedih.

“Nanti ibu ajarin cara bikinnya saja bagaimana? Nadia bisa bikin bintang sendiri.”

Tanpa henti aku terus meminta ibu agar cepat pulang dan sampai di rumah, rasa sabarku begitu tipis untuk menunggu ibu selesai belanja. Aku terus membayangkan diriku membuat bintang sebanyak yang ku mau dan menggantung bintang-bintang tersebut dikamarku.

 

Sesampainya di rumah, ibu membawa bungkusan kertas berwarna-warni.

“Itu untuk apa, Bu?”

“Ini bahan untuk membuat bintangnya sayang.” Jawab ibu sambil mengeluarkan kertas tersebut satu persatu-satu.

“Nadia pegang satu, ikutin ibu yaa”, lanjutnya sambil mengarahkanku untuk membuat bintang.

Aku yang sedang bersemangat terus mengikuti arahan ibu dengan sangat teliti, namun meskipun sudah perlahan-lahan aku tetap gagal membuatnya. Secara perlahan pun semangatku untuk membuat mulai menurun.

“Ibu, mengapa begitu sulit membuatnya, sudah 10 bintang yang aku buat tapi tidak sebagus punya Ibu,” tuturku dengan sedih dan sedikit kesal. Ibu hanya tertawa dan terus menyemangatiku.

 

Tak terasa hari mulai larut, ibu harus mengambil jemuran yang sudah dicuci. Ruang tamu yang awal begitu rapih seketika menjadi penuh dengan kertas origami. Aku terus mencoba sendiri dan akhirnya berhasil setelah berkali-kali mencoba.

“Ibu, ibu, lihat bu, Nadia berhasil, lihat bu buatan Nadia sama bagusnya seperti buatan ibu.” Aku membawa bintang buatanku sambil berlari menghampiri ibu di halaman belakang.

Aku semakin semangat membuatnya. Bintang yang kubuat ternyata sudah lebih dari yang aku harapkan, sebagian aku pakai untuk menghias kamar dan sisanya ibu masukan ke dalam stoples kaca kecil untuk hiasan meja tamu. Aku dengan bangga memamerkannya kepada Ayah.

Waktu terus berjalan, kedekatanku dengan ibu tak pernah aku lupakan. Ibu pergi meninggalkan aku dan Ayah. Bintang kertas dikamarku selalu mengingatkanku pada ibu, seakan ibu masih ada. Keadaan rumah terasa begitu sepi dan dingin.

Ibu mengalami kecelakaan ketika hendak berangkat ke kantornya, pengendara mobil yang menabrak ibu langsung lari begitu saja. Aku masih bertemu ibu untuk yang terakhir kalinya di ruang ICU. Aku dan ayah tidak bisa berbuat apapun ketika ibu menghembuskan nafas terakhirnya.

“Nadia, jaga diri baik-baik, patuh sama Ayah ya, jadi anak yang baik ya sayang, ibu bangga sama Nadia. Ibu selalu sayang Nadia,” pesan ibu padaku dengan nada tertatih-tatih kala itu.

Sudah satu minggu berlalu setelah ibu pergi, aku terus merindukannya.

“Ayah, Nadia berangkat sekolah dulu yaa,” tuturku sambil mengikat tali sepatu di ruang tamu.

Tanpa sengaja aku melihat stoples berisi bintang kertas yang aku buat dengan ibu. Aku berfikir untuk membuat satu buah bintang kertas setiap harinya agar aku terus ingat pada ibu dan melepas kerinduanku.

Sepulang sekolah aku mengambil stoples kaca besar di dapur dan meletakannya di meja belajarku, setiap malam aku membuat satu bintang kertas, terkadang aku membuatnya bersama ayah, aku mengajarinya.

Setiap akhir pekan aku dan ayah selalu berkunjung ke makam ibu, menceritakan hari-hariku dan ayah seakan ibu masih ada. Kami juga selalu mengirimkan doa sebelum pulang. Aku dan ayah sangat merindukan ibu, kehangatan sifat ibu dengan badannya yang mungil dan berparas cantik.

Roda terus berputar, waktu tak bisa kembali dan kenangan kerap teringat.

Hari demi hari, tiba di hari spesial yang selalu kutunggu. Bintang kertas yang kubuat sudah melimpah dan mulai memenuhi toples di mejaku. Dengan hati yang ikhlas, aku menghias tutup toples dengan pita sebagai kado dariku di hari ulang tahun ibu, aku menyimpannya di meja tamu bersama dengan stoples milik ibu.

Di hari itu, ayah pulang lebih cepat dari waktu biasanya dan aku menyempatkan diri membeli kue sepulang sekolah. Aku membersihkan dan menghias ruang tamu seakan ingin diadakan pesta. Sore harinya, aku dan ayah berfoto bersama dengan kue ulang tahun ibu di meja depan kami serta masing-masing dari kami memeluk stoples kaca berisi bintang kertas.

Foto itu menghiasi dinding ruang tamu kami, dengan bingkai berwarna kuning kecoklatan serta bertuliskan “Seribu Bintang Ibu” dibawah foto kami. Aku akan selalu membuat bintang kecil setiap aku merindukan ibu.

Selamat ulang tahu ibu, kami menyayangimu.

 

Hanasya Shabrina