Dare To Care #4: Peduli Bumi Yang Tak Setengah Hati

Angkara Hijau "Raging Green"

52
2349

Bumi dan segala macam isinya, merupakan anugerah dan titipan Yang Kuasa. Kian lama, bumi kian menjadi tua. Kerusakan-kerusakan alam di sekeliling manusia merupakan peringatan agar kita membuka mata. Tak hanya sekedar bicara, namun juga harus mampu bertindak nyata untuk menjaga dan melestarikannya. Aktif berkontribusi melalui sebuah aksi merupakan bukti nyata peduli bumi yang tak setengah hati.

Seperti kegiatan yang dicontohkan oleh Animal Friends Jogja (AFJ) dan Outsider Yogyakarta berikut. Setelah sukses dengan tiga kegiatan serupa di tahun-tahun sebelumnya, mereka kembali bergerak untuk mengadakan kegiatan sosial lanjutan berjudul Dare To Care #4 dengan mengangkat tema “Raging Green” pada Jumat (16/10/2015) lalu.

Dare To Care merupakan ajang tahunan berjiwa muda bertema kepedulian akan kesejahteraan satwa dan kelestarian alam. Acara ini bertujuan untuk memperkenalkan dan mengajak generasi muda agar lebih dekat dan peduli dengan alam dan satwa. Selain itu, acara ini juga merupakan media penyaluran apresiasi dan ekspresi serta memberikan hiburan menarik bagi seluruh generasi muda di Yogyakarta dan sekitarnya.

Dari waktu ke waktu, Dare To Care sudah merangkul organisasi-organisasi yang bergerak di bidang peningkatan kesejahteraan dan kepedulian tentang hak-hak asasi satwa maupun pelestarian lingkungan, seperti Humane Society International (HSI), Indonesia Vegetarian Society (IVS) – Vegan Society of Indonesia (VSI), serta berbagai komunitas yang memiliki misi dan visi sejalan.

Penggalangan kepedulian melalui perhelatan akbar ini akan diimplementasikan dalam program-program nyata bagi perlambatan global warming, perlindungan dan peningkatan kesejahteraan satwa, serta pelestarian alam dengan mempromosikan pola hidup yang lebih hijau, terutama dengan mengurangi konsumsi produk hewani.

Bertempat di Arcaf Café, Babarsari, Yogyakarta, Dare To Care #4 sukses menarik animo muda-mudi yang hadir memadati lokasi sejak dimulainya acara dari pukul 14:00 WIB hingga 23:00 WIB. Acara dikemas dalam bentuk pagelaran musik, pasar organik, bazaar komunitas dan food festival berbahan nabati/plant based food. Secara keseluruhan, apa yang disuguhkan panitia terfokus pada go green guna mengedukasi pengunjung tentang pentingnya menjaga alam.

Tempat pengambilan acara dibagi menjadi dua, yaitu indoor dan outdoor. Di area outdoor, berjajar stand dari Vegan Food Festival oleh Loving Hut Kemetiran, Loving Hut Moses Veganissimo, Soma Yoga (warung vegetarian) dan mie pelangi; info shop milik Animal Friends Jogja (AFJ); sablon kaos on the spot oleh Survive Garage; Cool Cooking Demo oleh Atma Vegan Club & Sanata Dharma Vegan Club.

Kemudian, ada juga lapak arts, crafts, handmade & recycle product, komunitas pergerakan oleh Butik Daur Ulang; Jejaring Pangan Lokal; Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali); Unrest Collective; Rolling Roll Prints; Needle N’ Biotch; Hey You Handmade; Seturday Yk; Pena Hitam Arts chapter Jogja; Atma Vegan Club & Sanata Dharma Vegan Club; My Wonderland Shop; Estebella Creative Studio; Kemayu (Kelompok Emak-emak Ayu); dan Jiro wedding craft.

Sedangkan area indoor diisi dengan panggung sederhana untuk musisi-musisi yang didaulat berpartisipasi dalam “Raging Green”. Deretan musisi yang menyuarakan “perlawanan” melalui dentuman gita dan lirik “tajam” mereka diantaranya Miskin Porno (YK – extreme campaign punk), Dream Society (YK), Havinhell (YK), Dirty Glass (YK), Broken Rose (YK), Venomed (YK – dengan personil vegan), The Bullhead’s (Bali – aktivis kampanye Tolak Reklamasi & Save Bali Dogs), dan Something Wrong (YK – dengan personil vegan).

Broken Rose, salah satu dari sekian banyak deretan musisi yang turut mengisi acara Dare To Care #4 “Raging Green” pada Jumat (16/10/2015) lalu di Arcaf Cafe, Babarsari, Yogyakarta. Lewat lagu baru yang dibawakan pada malam itu seperti “Langgam Suara Terkekang”, “98”, dan “The Untouchables”, band bergenre chicano punk ini memberikan suaranya untuk sebuah “perlawanan”.
Broken Rose, salah satu dari sekian banyak deretan musisi yang turut mengisi acara Dare To Care #4 “Raging Green” pada Jumat (16/10/2015) lalu di Arcaf Cafe, Babarsari, Yogyakarta. Lewat lagu baru yang dibawakan pada malam itu seperti “Langgam Suara Terkekang”, “98”, dan “The Untouchables”, band bergenre chicano punk ini memberikan suaranya untuk sebuah “perlawanan”.

Feri Ismawan, selaku ketua panitia, menegaskan bahwa dirinya ingin mengajak masyarakat untuk lebih peduli akan kelestarian lingkungan, kesejahteraan satwa, dan pemberdayaan budaya lokal. “Di Dare To Care #4 ini, kami juga bekerjasama dengan ForBali, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi. Kami mencoba ajak mereka untuk mengkangat isu tersebut di sini.”, papar pria yang akrab disapa Perenk ini.

Selain itu, sesi kedua dari acara Dare To Care #4 “Raging Green” berupa talk show “Green Monday, Green Earth, Green Food” akan diadakan di Kampus 3 Universitas Atmajaya, Babarsari, Yogyakarta pada Jumat, 13 November 2015 pukul 10:00 WIB. Talk show akan diisi oleh Robert Lucius (Humane Society International) dan Prof. Ir. Prasasto Satwiko, M.Build.Sc., Ph.D (Univ. Sanata Dharma Paingan) dan bazaar plant based diet.

Angkara

Berpikir mengenai angkara (rage), selalu yang terbayang adalah tentang emosi liar dan negatif, brutal dan buruk. Berbagai alasan masuk akal dikemukakan demi agar terhindar dari amarah, karena akan membuat kita merasa tidak nyaman, melakukan hal-hal bodoh tanpa menyadari resikonya, dan membuat kita menjadi self-destructive. Tak sepenuhnya mengamini itu, angkara di sini mempunyai maksud sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk mencipta dampak baik.

Booth milik Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) yang turut memeriahkan Dare To Care #4 “Raging Green” pada Jumat (16/10/2015) lalu di Arcaf Cafe, Babarsari, Yogyakarta. For Bali adalah aliansi masyarakat sipil Bali lintas sektoral yang terdiri dari lembaga dan individu, baik mahasiswa, LSM, seniman, pemuda, musisi, dan akademisi yang peduli akan lingkungan hidup dalam aksinya menyelamatkan Teluk Benoa. Hingga kini, dukungan untuk mendesak Presiden Jokowi agar membatalkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 masih terus dilakukan. Selain kelembagaan, dalam gerakan ini juga bergabung individu-individu yang peduli keselamatan Bali.
Booth milik Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) yang turut memeriahkan Dare To Care #4 “Raging Green” pada Jumat (16/10/2015) lalu di Arcaf Cafe, Babarsari, Yogyakarta. For Bali adalah aliansi masyarakat sipil Bali lintas sektoral yang terdiri dari lembaga dan individu, baik mahasiswa, LSM, seniman, pemuda, musisi, dan akademisi yang peduli akan lingkungan hidup dalam aksinya menyelamatkan Teluk Benoa. Hingga kini, dukungan untuk mendesak Presiden Jokowi agar membatalkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 masih terus dilakukan. Selain kelembagaan, dalam gerakan ini juga bergabung individu-individu yang peduli keselamatan Bali.

Dare To Care #4 “Raging Green” adalah pemberdayaan angkara sebagai kekuatan yang memotivasi dengan mengubahnya menjadi energi positif sebagai “bahan bakar” dahsyat untuk mengakselerasi kita mencapai tujuan, meski dihadang berbagai dinding penghalang. Dare to Care #4 “Raging Green” adalah angkara pada pembiaran terhadap rentetan kekerasan, kekejaman, eksploitasi terhadap satwa, dan hantaman-hantaman pengrusakan alam.

Dare to Care #4 “Raging Green” merupakan gebrakan untuk kembali bersikap reflektif-introspektif, melihat ke dalam diri melalui acara edukatif, belajar dari kesalahan untuk kemudian bereaksi merumuskan bersama. Kontribusi holistik yang bisa diberikan untuk mematahkan kekerasan dan mentransformasikannya menjadi motivasi untuk percepatan perubahan dan penerapannya di kehidupan sehari-hari, demi bumi lestari.

Teman Satwa

Tahun 2010 merupakan tahun pertama Dare To Care dilaksanakan, yaitu di Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta (PPSJ), Sentolo, Kulonprogo. Tahun kedua, dengan seruan “It’s Time to Act”, Dare To Care kembali dilaksanakan di Jogja National Museum (JNM) pada 2011. Dan untuk ketiga kalinya, dengan seruan “Interrupt The Disaster”, Dare To Care masuk ke kampus MMTC, Yogyakarta pada 2013.

Tak ingin mandeg hanya sebagai pesta performer dan penikmat musik semata—meski mendapat apresiasi dari berbagai kalangan dengan output positif bagi penyelenggara dan generasi muda dengan berkontribusi langsung dalam peningkatan kesejahteraan satwa—mereka selaku panitia berkomitmen menolak klise dari kosakata “peduli” tanpa menjadi agen perubahan.

Atma Jaya Vegan Club (AVC) dan Sanata Dharma Vegan Club (SVC) dalam acara Dare To Care #4 “Raging Green” di Arcaf Cafe, Babarsari, Yogyakarta pada Jumat (16/10/2015) lalu. AVC dan SVC dibentuk oleh para dosen universitas masing-masing kampus yang ingin mewujudkan kepedulian terhadap sistem kehidupan bumi dalam bentuk tindakan nyata dan amat pribadi yaitu melalui pola makan berbasis nabati atau vegan. Selain mengenalkan vegan dan green lifestyles kepada masyarakat kampus, wadah ini juga bertujuan untuk mendukung pencapaian green campus secara benar dan utuh.
Atma Jaya Vegan Club (AVC) dan Sanata Dharma Vegan Club (SVC) dalam acara Dare To Care #4 “Raging Green” di Arcaf Cafe, Babarsari, Yogyakarta pada Jumat (16/10/2015) lalu. AVC dan SVC dibentuk oleh para dosen universitas masing-masing kampus yang ingin mewujudkan kepedulian terhadap sistem kehidupan bumi dalam bentuk tindakan nyata dan amat pribadi yaitu melalui pola makan berbasis nabati atau vegan. Selain mengenalkan vegan dan green lifestyles kepada masyarakat kampus, wadah ini juga bertujuan untuk mendukung pencapaian green campus secara benar dan utuh.

Melalui Animal Friends Jogja (AFJ), aksi bagi satwa domestik mulai dicanangkan. Pencegahan over-populasi dan penelantaran melalui program sterilisasi kucing dan anjing jalanan, khususnya di Yogyakarta, telah bekerjasama dengan praktisi-praktisi kedokteran hewan yang peduli dan memberikan pengetahuan mengenai perlakuan beretika terhadap satwa.

Ribuan anak kucing dan anjing terlahir setiap tahunnya, kebanyakan yang bertahan hidup ternyata terbuang ke kehidupan jalanan yang tak aman apalagi nyaman. Pemusnahan keji pun dianggap sebagai metode yang harus ditempuh meskipun hal itu hanyalah jalan pintas kejam yang tidak mencabut akar permasalahan.
Laksana insiden keseharian manusia yang menciptakan dan membuang sampah tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan, kekerasan terhadap satwa domestik terjadi hanya semata karena kehadiran mereka tidak diinginkan, hak-haknya tidak diakui.

Untuk itulah, kawan-kawan AFJ membentuk sebuah aksi peduli terhadap satwa liar dan lingkungan sebagai penyadartahuan progresif bagi generasi muda untuk aktif menjadi bagian dari solusi pelestarian satwa liar dan alam Indonesia yang makin babak belur akibat ulah bencana kasat mata bernama ketidakpedulian.
Seperti terbiasa untuk tidak membuang sampah sembarangan dan mempraktekkan 3R: Reduce-Reuse-Recycle, tidak menonton sirkus-sirkus satwa atau atraksi satwa jalanan yang sebenarnya merupakan eksploitasi satwa liar berkedok pendidikan atau kesenian rakyat, menolak menjadi konsumen/pelaku perdagangan satwa liar di pasar, mengurangi konsumsi minyak kelapa sawit di kehidupan sehari-hari, cermat memilih produk-produk yang tidak bersumber dari pengrusakan hutan dan kekejaman terhadap satwa.

AFJ mempunyai enam program utama yang dijalankan sejak awal berdirinya di tahun 2010, diantaranya: Campaign, Education, Rescue, Adoption, Sterilization, dan Advocacy. Dalam penerapannya, program AFJ tersebut diaplikasikan dalam bentuk pemutaran film, edukasi ke sekolah-sekolah dan komunitas-komunitas, hingga aksi kreatif dengan media seni rupa dan lokakarya. Meski tergolong non-profit, namun organisasi yang sudah berbadan hukum ini tetap menjalakan tugasnya dengan sepenuh hati.

Global Warming

Dare To Care #4 “Raging Green” dideskripsikan sebagai “serangan” yang dilancarkan bagi setiap ketidakadilan satwa dan alam. Detik ini saja, kepunahan keragaman hayati terus melesat. Tak tanggung-tanggung, melaju dalam faktor kelipatan 50-500 kali dibandingkan dengan pola kepunahan dari data rekaman fosil (Livestock’s Long Shadow, 2006). Menurut WWF, jumlah burung dan hewan di laut dan air tawar kini telah merosot hampir sepertiga. (Telegraph News, Mei 2008)

Ina, salah satu pendiri Animal Friends Jogja (AFJ), memaparkan bahwa dirinya dan teman-teman AFJ sedang berupaya menggalakan dan mengkampanyekan seruan untuk mengurangi konsumsi daging yang berlebih. “Kita ingin masyarakat sadar, sehari saja tidak mengkonsumsi daging dengan mulai menerapkan pola hidup hijau, hal itu sudah sangat membantu dalam pelestarian bumi. Sehari saja.”, tegas Ina yang juga seorang vegetarian.

Dirinya memberikan keterangan lebih lanjut bahwa industri produk hewani biasanya memasarkan diri dengan label alami, sehat dan ramah lingkungan. Karenanya, sangat mengejutkan ketika penelitian membuktikan bahwa produksi produk hewani adalah penyebab utama pemanasan global, polusi, penggunaan berlebihan sumber daya, dan penggundulan hutan. Mengurangi konsumsi produk hewani menjadi vital untuk mencegah bencana lingkungan hidup.

Produksi produk hewani lebih bertanggungjawab atas percepatan pemanasan global ketimbang penggunaan bahan bakar penggabungan mobil, truk, pesawat, dan kapal laut di seluruh dunia. Industri-industri produk hewani menghasilkan 18% emisi gas rumah kaca, 37% emisi methane, dan 9% karbondioksida. Saat populasi manusia bertambah dan negara-negara berkembang mulai beralih ke diet yang sarat daging, produksi daging menjadi makin tidak berkelanjutan.

Angka menunjukkan, produksi daging menggunakan 26% dari keseluruhan permukaan terrestrial bumi. Puluhan juta manusia tewas setiap tahun karena kelaparan dan kita justru menggunakan dua pertiga lahan pertanian untuk menanam tanaman pakan bagi hewan ternak ketimbang untuk konsumsi manusia. Hanya 8% saja lahan yang digunakan langsung untuk keperluan konsumsi manusia.

Dalam kontribusinya menjaga keseimbangan alam, kampanye AFJ memang difokuskan pada “Dogs Are Not Food” yang kini sudah marak beredar di masyarakat. Pemda Yogyakarta pun telah mengeluarkan surat edaran yang dirasa belum cukup membantu dalam meminimalisir penjualan daging hewan yang tak lazim, seperti anjing dan kucing tersebut. Surat edaran dirasa tidak menyelesaikan masalah karena sifatnya hanya himbauan semata. Sedangkan untuk menindak lanjuti kasus serupa, perlu adanya aturan jelas dan tegas dari pemerintah.

“Kami belum cukup puas dengan adanya surat edaran ini karena kami rasa surat edaran ini tidak memberikan efek jera. Kami perlu sesuatu yang lebih kuat, Perda semisal. Bukan hanya soal si anjing saja, tapi juga kesehatan manusia dan lingkungan kita. Kalau kena rabies, gimana?”, tutur Ina.

Stand milik Animal Friends Jogja (AFJ) dalam acara Dare To Care #4 “Raging Green” pada Jumat (16/10/2015) lalu di Arcaf Cafe, Babarsari, Yogyakarta. Meski lebih dikenal dengan kampanyenya yang berbunyi “Dogs Are Not Food”, AFJ juga kerap mengkampanyekan tentang kekerasan terhadap satwa lain dan pengrusakan alam. Terbukti, mereka tak lupa menyediakan banyak tempat sampah untuk menghindari pembuangan sampah sembarangan yang dilakukan pengunjung. Selain itu, para pengunjung disarankan agar membawa tas, kotak makan, atau kantong belanja sendiri agar mengurangi sampah, serta datang ke venue dengan bersepeda.
Stand milik Animal Friends Jogja (AFJ) dalam acara Dare To Care #4 “Raging Green” pada Jumat (16/10/2015) lalu di Arcaf Cafe, Babarsari, Yogyakarta. Meski lebih dikenal dengan kampanyenya yang berbunyi “Dogs Are Not Food”, AFJ juga kerap mengkampanyekan tentang kekerasan terhadap satwa lain dan pengrusakan alam. Terbukti, mereka tak lupa menyediakan banyak tempat sampah untuk menghindari pembuangan sampah sembarangan yang dilakukan pengunjung. Selain itu, para pengunjung disarankan agar membawa tas, kotak makan, atau kantong belanja sendiri agar mengurangi sampah, serta datang ke venue dengan bersepeda.

Ina menambahkan bahwa AFJ sudah cukup senang dengan diikutsertakannya mereka dalam focus group discusion yang kedua kalinya dengan Pemda. Pembentukkan tim terpadu untuk pengawasan kinerja di lapangan juga telah disediakan. Nantinya, SOP akan disusun setelah mereka mengadakan pertemuan tahap selanjutnya bersama seluruh jajaran pemerintahan yang berkepentingan dan memiliki hubungan dengan kasus perdagangan daging hewan tak layak konsumsi.

Dukungan untuk Dare To Care juga dinyatakan oleh Jojo, vokalis Broken Rose yang turut mengisi acara malam itu. “Semoga acara ini bisa menyampaikan pesan moral bagi semua yang datang dan tidak datang agar kita tau kalau yang hidup di bumi ini bukan hanya manusia, tapi ada hewan dan tumbuhan. Jadi, kita harus bisa menjaga keseimbangan alam. Harus!”, papar pria yang juga aktif dalam kegiatan sosial ini.

Mungkin tidak terpikir oleh kita, melalui makanan yang dipilih, hanya dalam hitungan jam kita sedang dan terus memusnahkan keragaman flora dan fauna di muka bumi. Pemusnahan oleh tangan kita sendiri sedang kita lakukan tanpa kita sadari. Siapa pun kita, apa pun profesi kita, dimana pun kita berada, ibu pertiwi masih menanti insani yang rela menghapus air matanya hingga kini.