Lonceng Angin

0
2850

“Ting….Ting….Ting….”, bunyi lonceng angin yang tergantung di jendela kamarku. Kudengar, sebuah lonceng angin dapat menarik keberuntungan. Apakah itu benar? Apakah aku bisa mempercayainya?

Aku duduk di tempat belajarku sembari memperhatikan lonceng angin itu berbunyi. Ditemani bunyi pepohonan yang bergoyang dan hembusan angin yang memelukku. Tak terasa seketika mataku tertutup. Pikiranku terbang didalam
keheningan.

“Odeta….Odeta…., ayo kemari!”

Odeta adalah namaku. Tetapi siapa yang memanggilku? Suaranya samar tak jelas. Rasa penasaran terus mendorongku mengikuti asal suara itu. Aku melangkah perlahan melewati rerumputan hijau. Hingga langkahku terhenti.

Aku melihat seorang nenek dengan kebaya abu-abu lengkap. Memanggil cucunya dengan penuh kasih sayang. Tersenyum dan melambaikan tangannya.

Yap benar, itu nenekku. Sudah lama sekali aku tak melihatnya. Aku sangat merindukannya. Aku tak sabar memeluknya. Tetapi, langkahku didahului oleh seorang anak kecil.

“Huwaaa….nenek!!” Tangis anak kecil itu. Usianya sekitar lima tahun dengan baju merah muda yang mencolok. Tangan, kaki bahkan bajunya berlumuran lumpur. Entah dari mana anak ini. Tapi sepertinya aku tidak asing dengan anak ini.

Siapa dia? Mengapa dia mengenakan gelang yang sama denganku? Gelang itu pemberian nenekku. Hanya gelang rajutan biasa, tetapi kasih sayangnya sangat terasa. Itu artinya anak kecil itu adalah aku. Yap, itu aku. Aku sangat yakin.

“Nek….nek…! Tadi teman-teman mendorongku. Mereka jahat sekali padaku, padahal aku sudah membantu mereka. Hiks…hik….” Keluh Odeta kecil.

“Cup…Cup….Cup…, sudah tidak perlu manangis. Nenek buatkan kue sagon kesukaan Odeta. Ayo dimakan! Nanti kuenya ikut nangis lho!” Nenek mencoba menenangkan diri kecilku yang menangis tersudu-sedu dengan santapan kesukaanku.
“Odeta tahu tidak? Ada orang yang paling beruntung di dunia ini.”

“Ehmm, siapa Nek?” Odeta kecil bertanya penasaran, sembari memakan kue sagonnya.

“Orang yang punya banyak cinta dan penebar kasih.”

“Kalau begitu, aku ingin bertemu dengannya nek.” Odeta kecil bersemangat

“hahaha….tentu saja sayang. Suatu saat nanti, Odeta bahkan bisa menjadi salah satunya.” Nenek tertawa dan menatap Odeta kecil dengan yakin.

“Huwaah…. sungguhan nek?”

“Iyah, Odeta mau dengan mantra ajaib nenek?”

“Mau, mau!” jawab Odeta kecil dengan antusias.

“Ayo tutup matamu Odeta!” nenek menyuruh Odeta kecil menutup matanya. Aku pun ikut menutup mataku mengikuti saran nenek.

“Ting….Ting….cucuku Odeta. Terbanglah tinggi, berilah banyak cahaya. Jangan lupa tebarkan kebaikan! Maka angin akan membawamu! Ting….Ting…” nenek membacakan mantranya. Aku tahu ini hanya sugesti. Tapi aku ingin mempercayainya.

“Wush….” angin menerpaku dengan kencang. Kubuka mataku perlahan. Aku kembali ke kamarku dan lonceng angin itu masih berbunyi diterpa angin. Aku menghela nafas sebentar dan mengambil buku harianku.

Buku itu terjatuh dari tanganku dan sehelai kertas bertuliskan mantra yang nenek yang nenek bacakan tadai. “Cucuku Odeta. Terbanglah tinggi, berilah banyak cahaya. Jangan lupa tebarkan kebaikan! Maka angin akan membawamu!”

Aku ingat nenek pernah menuliskan mantra itu di sehelai lembar. Tapi sempat hilang dan tak pernah kutemui lagi. Tapi sekarang? Kertas itu kembali, aku akan selalu mengingat mantra penuh kasih ini.

~Cinta adalah harta dunia. Mereka yang memilikinya adalah orang paling beruntung.~