Menengok Lusinan Pesawat Keren di Museum Dirgantara Mandala TNI AU

0
1165

Ada museum di kota Yogyakarta yang amat menarik, yakni Musium Dirgantara Mandala TNI Angkatan Udara (AU) yang menampilkan koleksi pesawat TNI AU yang pernah menjaga ruang udara Republik Indonesia. Pembuatan museum itu dilatarbelakangi untuk mendokumentasikan dan mewariskan rangkaian sejarah dari TNI AU sendiri.

Museum yang berdiri tahun 1978 tersebut berlokasi tak jauh dari landasan pacu Pangkalan Angkatan Udara Adi Sucipto, Yogyakarta. Di dalam museum, kita mendapat suguhan banyak jenis senjata dan pesawat, mulai dari senjata infanteri, koleksi pesawat tempur hingga ragam pesawat pengebom. Tak hanya koleksi tersebut, ada banyak diorama dan ruangan yang menampilkan perjuangan TNI AU di masa lalu.

Bagi para pecinta dunia militer, Badger B atau yang disebut Tupolev Tu-16KS ini masih menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Pesawat itu mengingatkan kita ketika membaca kembali sejarah Operasi Trikora. Dilengkapi misil Raduga KS-1 Komet, segala upaya merebut Irian Jaya dari tangan Belanda dikerahkan TNI AU dengan menerbangan pesawat buatan Uni Soviet itu. Tak tanggung-tanggung, Indonesia memesan sebanyak 25 unit pesawat tersebut, dengan varian dan modifikasi khusus untuk operasi anti-kapal.

Tu-16KS Badger registrasi M-1625 yang digunakan AURI pada tahun 1960-an. Foto: Yuan Mulyadi

Tu-16KS merupakan satu dari banyak pesawat pengebom strategis yang canggih di masanya. Di tahun 1960-an, hanya empat negara di dunia yang mengoperasikan pesawat pengebom strategis, yaitu Amerika Serikat, Britania Raya, Uni Soviet, dan Indonesia. Pernyataan itu menjadikan angkatan udara Indonesia hadir sebagai yang terkuat di selatan khatulistiwa pada masanya.

Buatan anak negeri

Berbalik dari Badger, kini bergeser ke pesawat yang ada di depan gedung koleksi di dalam ruangan. Diprakarsai oleh Presiden RI ketiga B.J. Habibie, IPTN N250-100 Gatotkaca sukses menggemparkan dunia perindustrian dirgantara internasional. Hal itu ditandai hadirnya teknologi-teknologi canggih seperti fly-by-wire, full glass cockpit, serta berbagai fitur mutakhir untuk pesawat turboprop sejenisnya.

Sistem fly-by-wire, yaitu sistem komputer yang mengontrol kinerja pesawat agar tetap stabil, adalah fitur yang pertama kali diperkenalkan untuk pesawat regional sekelasnya. Pesawat tersebut didesain untuk penerbangan regional sebelum tahun 2000-an, sehingga sangat cocok untuk kondisi geografis Indonesia.

Prototipe pesawat N250 Gatotkaca yang beregistrasi PK-XNG. Foto: Yuan Mulyadi

Sayangnya, perjanjian RI dengan IMF di masa akhir Orde Baru membuat Gatotkoco gagal diproduksi massal. Pada tanggal 21 Agustus 2020, N250 milik kebanggaan rakyat Indonesia ini terpaksa ‘tidur’ di area sentral museum. Namun demikian, dipajangnya Gatotkoco di museum menunjukkan bahwa Indonesia pernah menjadi negara produsen mandiri sebuah pesawat terbang.

Ada koleksi lain di dalam museum, yakni satu pesawat yang sering digunakan Presiden RI pertama, Ir Soekarno. Lockheed C-140 JetStar ‘Pancasila’ yang beregistrasi A-1645 berdiri di sudut museum.

Pesawat ini memiliki empat mesin jet Garrett TFE731-3 Turbofan, bertenaga masing-masing sebesar 15,6 kN, tenaga mesin yang cukup bagi seorang presiden melakukan lawatan-lawatan tugasnya.

Lockheed C-140 JetStar ‘Pancasila’ yang beregistrasi A-1645. Foto: Yuan Mulyadi

Hubungan manis antara Presiden Soekarno dengan Amerika Serikat membuat Presiden John F. Kennedy memberi kado spesial berupa tiga unit Lockheed C-140 JetStar itu. Di samping ada Ilyushin Il-18 pemberian Uni Soviet untuk kunjungan dalam negeri, Presiden Soekarno menggunakan JetStar untuk lawatan-lawatannya yang ada di luar Asia Tenggara. Pesawat tersebut masuk jajaran Skuadron Udara 17 VVIP hingga tahun 1967 sebelum transisi ke masa orde baru.

Salah satu pengunjung yang bernama Kemas Adri (20) mengatakan, koleksi yang menurutnya menarik adalah koleksi pesawat-pesawat era perang dunia II. Koleksi-koleksi tersebut jarang sekali ada di museum negara lain.

“Museum ini punya daya tarik yang kuat untuk generasi muda yang penasaran bagaimana peran angkatan udara menghadapi setiap ancaman yang ada, serta usaha TNI AU untuk memajukan aspek kedirgantaraan bangsa ini,” tutur pemuda yang datang dari Tangerang, Banten itu, beberapa waktu lalu.

Northrop F-5E II Tiger, menjadi salah satu koleksi pesawat di Museum Dirgantara Mandala TNI AU di Yogyakarta. Foto: Yuan Mulyadi

Sebagai pecinta aviasi, keberadaan museum ini menjadikan pelajaran penting bagi kawula muda terutama peran angkatan udara menghadapi setiap ancaman dan keterlibatannya untuk memajukan bangsa. Ia juga menambahkan, ilmu yang bisa dipetik dari museum ini berguna melengkapi pengetahuan bagi para pelajar yang  tidak hanya belajar dari buku pelajaran di sekolah.

Melalui ucapan Ir Soekarno yang berucap untuk “Jangan sekali-kali melupakan sejarah”, tiap koleksi di Museum Dirgantara Mandala TNI AU punya banyak kisah-kisah sejarah tersendiri. Untuk itu, dengan bermodal Rp 6.000 saja, kita dapat menikmati ilmu dan informasi yang bisa kita kulik dari masa lampau. 

TNI AU pun mendukung hal tersebut, terbukti dengan memberikan akses masuk museum setiap hari, mulai dari pukul 08.30 hingga pukul 16.00. Mau lihat lebih banyak informasi dari museum ini? Follow Instagram-nya lewat @museumdirgantara ya!

Swa Bhuwana Paksa, terbang tinggi sayap tanah airku!

Penulis dan Fotografer : Yuan Mulyadi, Mahasiswa Victoria University of Wellington, Selandia Baru / Magangers Kompas Muda Harian Kompas Batch XI