Tubuhnya bergetar, nanar Air mata menggenang di permukaan Dengan tatapan kosong, lurus ke depan "Si bungsu yang malang," ujar seseorang Rintik hujan turut menemani Tetes semesta untuk manusia pribumi ini Tak gentar, dia tetap teguh kuat Meski duka terjerembab hebat Menorehkan luka penuh sesak Ia pun tergugu, tak berdaya Bak ingin berderit, menjerit Namun, justru hanya diam, bungkam Seolah semua aksara tak mampu Mendeskripsikan rasa yang sudah seperti debu Rapuh, hingga sulit digenggam utuh Ketika dua jiwa dan raga telah berpulang Dan tak akan pernah kembali datang Bekasi, Maret 2022
Comments are closed.