Pulang

45
170
Tubuhnya bergetar, nanar

Air mata menggenang di permukaan

Dengan tatapan kosong, lurus ke depan

"Si bungsu yang malang," ujar seseorang

Rintik hujan turut menemani

Tetes semesta untuk manusia pribumi ini

Tak gentar, dia tetap teguh kuat

Meski duka terjerembab hebat

Menorehkan luka penuh sesak


Ia pun tergugu, tak berdaya

Bak ingin berderit, menjerit

Namun, justru hanya diam, bungkam

Seolah semua aksara tak mampu

Mendeskripsikan rasa yang sudah seperti debu

Rapuh, hingga sulit digenggam utuh

Ketika dua jiwa dan raga telah berpulang

Dan tak akan pernah kembali datang


Bekasi, Maret 2022

Comments are closed.