PERAN GANDA PADA PEREMPUAN MODERN

0
593

Kehidupan perempuan di Indonesia hingga saat ini masih melekat pada suatu budaya patriarki dimana seorang perempuan masih melekat dan memposisikan dirinya sebagai subordinat dari laki-laki. Budaya patriarki sendiri sudah ada dan melekat dalam lingkungan masyarakat dari dahulu dan secara hukum adat dan agama menempatkan kedudukan perempuan di bawah laki-laki. Tentunya kondisi seperti ini sudah biasa ditemui di berbagai negara tak hanya di Indonesia. Akibat dari budaya patriarki tersebut, kedudukan perempuan hanya sebatas menjadi seorang istri dan ibu bahkan hal tersebut seringkali tidak dihargai.

Namun, seiring berkembangnya zaman perempuan kini mampu menyuarakan emansipasi yang menjadikan upaya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki secara politik dan hukum. Tentu hal ini tidaklah mudah, jika dilihat dari sejarah RA Kartini yang harus menentang orang tuanya agar bisa sekolah dan menyuarakan hak-hak perempuan untuk kesetaraan. Kini, perempuan masih terus memperjuangkan dan mulai mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan bahkan tidak lagi hanya sekedar menjadi istri dan ibu.

Untuk itu, perempuan harus terus diberi peluang yang besar dalam keikut sertaannya dalam proses pembangunan. Walaupun masyarakat menganggap bahwa peran perempuan dalam pembangunan tidak bisa dipisahkan dengan peran perempuan sebagai ibu. Karena dengan adanya budaya patriarki yang ada di lingkungan masyarakat khususnya di Indonesia sehingga perempuan seringkali tidak mendapatkan kesempatan untuk bisa berpendidikan dan berkarir seperti halnya seorang laki-laki.

Peran ganda

Adanya berbagai macam tawaran serta pilihan yang diberikan kepada seorang perempuan yang menuntut perempuan untuk membuat pilihan untuk hidupnya. Seorang perempuan diharapkan memiliki rencana hidup, serta memiliki tanggung jawab dan mengetahui apa saja resiko yang akan mereka hadapi ketika memilih untuk menjalankan rencana tersebut. Terutama bagi perempuan yang telah duduk di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, karena tentu saja mereka tidak akan menyia-nyiakan keilmuan yang telah mereka dapatkan selama duduk di bangku perkuliahan. Hingga kini, banyak perempuan yang menempuh pendidikan tinggi kemudian meneruskan karirnya sesuai dengan profesi yang dikehendaki.

Hal ini terbukti pada Data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan dalam lima tahun terakhir (2015 hingga 2019), persentase perempuan yang terjun dalam pasar tenaga kerja mengalami peningkatan sebesar 3,02 poin. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa masa kini perempuan sudah mulai sadar akan pilihan hidupnya. Mereka mampu menjadi lebih dari sekedar perempuan yang memiliki tugas menjadi seorang istri dan ibu. Mereka mampu untuk terjun di dunia kerja dan berdedikasi untuk kemajuan pembangunan, namun, perempuan justru mengalami peran ganda. Jika memilih berkarir, perempuan tetap tidak akan lepas dengan perannya sebagai seorang istri dan ibu.

Tanpa disadari perempuan telah menyandang peran ganda yang seharusnya mereka lebih dihargai atas kerja kerasnya. Legalisasi terhadap budaya patriarki inilah yang tidak hanya menimbulkan persoalan tentang tidak adanya penghargaan terhadap hak-hak ekonomi perempuan melainkan juga mempunyai pengaruh yang besarĀ  terhadap konsep anak perempuan mengenai dirinya, peran, serta gambaran tentang dirinya di masa depan.

Saat ini, perempuan dihadapkan dengan berbagai pilihan peran dalam rangka mewujudkan kesetaraan. Perempuan umumnya memiliki peranan sebagai ibu rumah tangga namun dalam perkembangan zaman, kini perempuan juga berhak berkarir seperti halnya laki-laki. Hanya keadaan tersebut tetap saja masih menimbulkan ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Banyak perempuan sekarang memiliki peran ganda, dan mayoritas perempuan yang memiliki peran ganda berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Mereka harus membantu suami untuk mencari nafkah demi kebutuhan keluarga, dan setelah bekerja seorang perempuan juga harus melakukan pekerjaan rumah tangga. Hal ini terjadi karena kebiasaan yang terbawa sejak dulu. Perempuan harus memasak, melayani dan membersihkan rumah adalah stereotipe yang melekat pada masyarakat Indonesia.

Stereotipe masyarakat yang masih melekat inilah yang menjadikan ketidak adilan pada perempuan. Jika perempuan memiliki peran ganda belum tentu laki-laki pun bisa memiliki peran ganda seperti halnya perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dan bekerja untuk keluarga. Meski seorang perempuan sudah berhasil mencapai tingkat kemapanan dalam karirnya, perempuan harus tetap berperan ganda di kantor dan di rumah.

Begitu pulang dari bekerja, perempuan harus tetap mengelola rumah tangga dengan baik dan itu butuh tenaga dan pemikiran yang tidak sedikit. Dalam pekerjaan pun sama. Kedudukan perempuan seringkali dianggap sebagai orang kedua setelah laki-laki. Hal-hal seperti itu yang seharusnya mulai dihilangkan demi kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.

Belum diapresiasi

Perempuan di zaman modern telah memiliki kesempatan untuk menyamakan kedudukannya dengan laki-laki, namun, atas dasar kebudayaan dan stereotip masyarakat yang masih melekat, sering perempuan harus menjalankan peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan berprofesi pilihannya. Perempuan saat memiliki peran ganda namun kedudukan perempuan masih saja dianggap di bawah laki-laki.

Seharusnya perempuan yang memiliki peran ganda jauh lebih dihargai dan diapresiasi karena merekalah yang mampu mengurus kebutuhan rumah tangga sekaligus bekerja membantu proses pembangunan yang ada. Sehingga kedudukan perempuan dan laki-laki bisa sejajar dan tidak mengkoordinatkan satu sama lain melainkan melakukan kerjasama untuk kepentingan bersama atas dasar kesetaraan.

Tarisa Rohma Pramesi, mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta