Gemerlap bintang bersinar, menyemaikan kalbu di dada
Sedari kenangan lalu itu membungkam bahagia.
Desau angin malam yang mengundang dingin
Gemericik hujan yang tak henti hentinya membuat antisipasi
Buah rindu menjalari sanubari, hiruk pikuk tentangmu mulai terdengar
Terbit bayangmu melembak dan tenggelam dalam kenangan
cinta yang indah—hingga tak kuasa untaian kata melambai
Janji manismu..
Asmara cintamu.. seindah layung senja
Manis.. tiap kali kuperhatikan lekuk senyummu
Kuperhatikan korelasimu terhadap setiap insan, mengagumkan
Siluet di bola matamu seolah-olah digambarkan kasihmu
Bagaikan tanah tandus yang tersiram air hujan, sejuk..
Aku menggoda kala itu, merangkai hal manis yang nyatanya menjadi kenangan
menebar senyum dan seolah dunia ini milik kita berdua
kopi, hujan, hingga abang ojek itu adalah saksi bisu cinta kita.
Aku menyelami tentang kita sampai ke ujung palung cinta
“Nanti di surga, aku akan gelitikin kamu sampai nangis..” katamu, sebelum ku mengenang—
dan rasanya aku ingin cepat ke surga—merasakan tawamu hingga menangis bahagia
Tak kudapatkan lagi dirimu, abu padamkan mentari
Bagaikan tersayat sembilu.. makin pilu aku mengenangmu
Buih bening berhargapun turun membasahi pipi
Meratapi setiap bait kenangan indah
Bagaikan kaca yang aku genggam erat
erat ku genggam, kurasakan rasa
kisah kita terukir dalam kenangan
Biarlah kenanganmu bersemayam dalam relung hati
Ku terjebak fatamorgana cintamu
Sampai debu hapus rindu
Sampai api melahap semu
Kubiarkan waktu terus menari dengan lara
Hingga lembar kenangan lapuk, lenyapkan baris aksara.
bisikkan naluri ini—
Ku tak bencimu jika sungguh pergi
Aku juga takkan menggerutu jika kembali
Dalam harap yang paling dalam, aku sangat ingin kita merangkainya lagi
Perihal kembali dan pergi
Biar kuserahkan pada semesta.
Bogor, 8 Juli 2021