Berbicara mengenai sejarah sebuah peristiwa penting tentu menjadi hal yang sangat mengasyikan. Apalagi jika kita membicarakannya dengan orang-orang yang tepat, atau bahkan orang-orang yang merasakan langsung namun hal tersebut mungkin hanya terjadi pada segelintir orang.
Sejarah secara sederhana bisa dianggap sebagai cerita masa lalu yang dirasakan seseorang, atau bahkan peradaban, bangsa dan negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sejarah dapat diartikan sebagai sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah.
Pentingkah sejarah ?
Mungkin masih banyak dari kita yang mengabaikan tentang sejarah, padahal dari sejarah seseorang dapat menemukan keluarganya yang mungkin sudah terpisah bertahun-tahun lamanya. Dari sejarah seseorang bisa menemukan tentang kebenaran, dari sejarah seseorang bisa mengumpulkan data-data yang valid, dan sejarah sendiri yang mengubah sistem pada dunia internasional. Mungkin banyak dari kita tak melihat dari sisi tersebut dan menganggap kecil mengenai pentingnya sejarah bagi manusia.
Sejarah sangatlah mempengaruhi dunia global saat ini. Dari sekian banyak peristiwa dari kejadian tersebut hadir pemikiran-pemikiran baru. Dari kejadian itu hadir kebiasaan-kebiasaan baru secara internasional.
“Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”, mungkin bagi beberapa orang kata-kata tersebut tidaklah asing. Ya ungkapan tersebut dilontarkan oleh pendiri bangsa Indonesia, Ir Soekarno yang juga presiden pertama Republik Indonesia. Kata-kata tersebut sangat menegaskan pentingnya sejarah dan janganlah kita sampai meninggalkanya.
Apabila orang Indonesia tidak tahu-menahu sejarahnya sendiri, mereka akan menjadi bangsa “tweede hands”. bangsa “tangan kedua” (Peter Carey)
Namun pada faktanya, pembicaraan mengenai sejarah hanya terbatas kepada kalangan pecinta sejarah. Peter Carey, sejarawan dari Ingrris yang mengajar di Universitas Indonesia pernah mengatakan tentang betapa pentingnya pendidikan sejarah yang dapat dikatkan harus dimulai sejak dini. Apabila orang Indonesia tidak tahu-menahu sejarah sendiri, mereka akan menjadi bangsa “tweede hands”- sebagai bangsa “tangan kedua”. Miris ketika generasi yang kita harapkan tidak tahu menahu tentang bangsanya sendiri.
Dari kata-kata tersebut menggambarkan sedikit kualitas negara jika masyarakatnya tidak tahu tentang apa yang telah dilewati bangsa dan negaranya hingga bisa seperti ini.
Meskipun demikian beberapa orang masih sadar akan perlunya bagi seseorang untuk mengetahui sejarah bangsa, meskipun sedikit.
Akhir-akhir ini media sosial sempat viral tentang konten yang berbau sejarah. Akun itu bernama Iben_ma seorang konten kreator Tik tok yang menghadirkan konten yang memperlihatkan dia bertanya kepada anak-anak tentang peribahasa dan tokoh-tokoh Indonesia. Di luar dugaan banyak dari mereka yang lebih tahu tentang selebriti dibandingkan tokoh-tokoh yang berjasa bagi Indonesia. Apakah ini pertanda pendidikan Indonesia akan mengalami krisis.
Dilema siapa yang harus disalahkan, pasalnya dengan adanya globalisasi ini konsumsi kita sehari-hari ialah gadget dan televisi, ketika dunia sudah bisa kita lihat hanya dengan mengetuk layar gadget kita, tanpa pengawasan. Tentu selanjutnya pilihan ada di tangan kita. Begitu pula kepada anak-anak, yang semestinya bisa mengonsumsi nilai-nilai yang sepatutnya ia dapatkan, malah sebaliknya harus mengonsumsi hal yang tak seharusnya ia butuhkan.
Menurut saya krisis pendidikan bisa saja terjadi jika anak bangsa tidak tahu menahu tentang cerita panjang perjuangan negerinya. Dibalik itu semua bila setiap penerangan ditempuh dengan metode yang stagnan dan tanpa inovasi, mungkin sejarah akan terus membosankan. Penting bagi akademisi atau bagi pemerintah membentuk sistem belajar yang dapat dikembangkan untuk mempermudah masuknya penerangan sejarah kepada masyarakat. Khususnya kepada para pelajar tanpa harus mengurangi isi dari sejarah tersebut.
Menghafal membosankan
Pelajaran sejarah yang berkembang saat ini mungkin memaksa kita untuk banyak menghafal, yang berakhir pada kebosanan. Yang tentunya membuat anak-anak Indonesia kurang tertarik dengan sejarah. Diperparah dengan angka baca Indonesia yang dapat dikatakan cukup rendah. Tak jarang sejarah hanya kita ketahui dari mulut ke mulut, ditambah lagi kevalidan datanya tak terawasi. Yang jatuhnya mengedarkan berita hoaks dibalut dengan cerita masa lalu.
Membaca buku juga menjadi hal yang sedikit membosankan untuk sebagian orang, meskipun memang membaca sangatlah diperlukan untuk memperluas pengetahuan kita. Akan tetapi tak semua orang bisa membaca buku terus menerus. Indonesia bisa kita jadikan contoh untuk melihat betapa rendahnya angka literasi, menurut data Unesco hanya ada sekitar 0,001 persen- dari 1.000 orang, artinya hanya satu orang diantara 1.000 penduduk yang minat membaca.
Meskipun demikian seperti yang kita tahu manusia memiliki minat dan cara tertentu untuk dia mendapatkan hal-hal baru. Bisa melalui pendengaran, secara visual dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu untuk melihat keadaan sekarang agar mempermudah proses penerangan sejarah.
Masalah tersebut mengharuskan kita untuk melihat peluang dalam pemanfaatan hal-hal yang berbau teknologi untuk menunjang penerangan sejarah. Dunia tanpa batas atau dunia dalam genggaman, mungkin seringkali kita dengar, untuk menggambarkan bagaimana digital dan teknologi membuat manusia tidak lagi memiliki batasan untuk mendapatkan informasi.
Lewat media sosial
Angka penggunaan internet yang tinggi bisa menjadi alasan akademisi maupun pemerintah merubah haluannya dalam menerangkan nilai-nilai sejarah. Bukan berarti kita menanggalkan budaya literasi akan tetapi lebih kepada mempertimbangkan jalan yang harus ditempuh dengan melihat keadaan sosial saat ini. Dekatnya masyarakat dengan sosial media lebih baik dimanfaatkan.
Untungnya banyak dari akun-akun sosial media yang menghadirkan konten khusus untuk membahas sejarah, mulai dari sejarah dalam negeri maupun sejarah dunia. Tentunya akun-akun seperti itu perlu mendapatkan apresiasi pemerintah dalam hal menjaga eksistensi sejarah di tengah masyarakat yang pragmatis sekaligus pemerintah juga dapat mengawasi data-data sejarah yang mereka sajikan.
Tak menutup kemungkinan dengan memperluas penerangan sejarah berbasis jejaring sosial kita dapat menepis keterpurukan bangsa di masa mendatang.
Muhammad Fuad Tingai Very Juan, mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Comments are closed.