Mengasah Kepekaan dengan Memulai Wirausaha Sosial

0
317

Saat ini, banyak generasi muda yang mendirikan wirausaha dengan memperhatikan aspek-aspek sosial. Dengan menjalankan usaha, kita bisa memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Selain itu, memulai wirausaha sosial bisa mengasah kepekaan sosial dengan lingkungan di sekitar kita.

Hal itu terungkap dalam diskusi “Sociopreneur Discussion, Kopi Sang Primadona” yang diselenggarakan Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Kabupaten Bogor di Bogor, akhir pekan lalu, Sabtu (20/3/2021).

Salah satu pembicara, Nadia Hasna Humaira mengatakan, sociopreneur merupakan gerakan  wirausaha yang tidak melupakan aspek sosial. “Mereka tidak hanya mengejar laba semata, tapi juga bisa memberikan manfaat kepada masyarakat sekitarnya,“ katanya.

Nadia menjadi salah satu anak muda yang melakukan wirausaha sosial. Dia membentuk wadah bagi para pemuda untuk berkumpul dan bertukar informasi seputar peluang bisnis. “Saat kuliah di Negeri Jiran, saya dan teman-teman kerap mendatangi sejumlah warung makan yang dimiliki para TKI perempuan.  Mereka mengalami kesulitan keuangan dan terbentur berbagai alasan sehingga tidak dapat kembali ke Indonesia,“ kata Nadia.

“Akhirnya, kami membantu mereka dengan mendatangkan para pelajar Indonesia yang tergabung dalam PPI di Malaysia, untuk turut meramaikan warung makan tersebut, dan mensosialisasikannya melalui Instagram dan Facebook. Alhamdullilah, akhirnya warungnya ramai,“ katanya.

Pemasaran dengan promosi dari mulut ke mulut menjadi efektif dalam kasus yang disampaikan Nadia. ”Langkah kecil seperti ini dipandang mampu menjadikan usaha seseorang menjadi lebih dikenal, dan tanpa sadar, kami membantu orang secara tidak langsung,” jelas Nadia yang kini juga aktif dalam Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Diskusi itu dihadiri oleh sejumlah anggota PPI berbagai angkatan. Dalam kesempatan itu, Nadia juga membuka peluang berwirausaha, dan menawarkan membuka usaha gerai kopi rumahan atau coffee shop sederhana.

Mereka yang berminat juga bisa difasilitasi, untuk menjadi barista di sejumlah kafe di negara Timur Tengah, salah satunya di Arab Saudi. Sebelumnya mereka akan dilatih sekitar satu minggu, sambil dipersiapkan berangkat ke negara tujuan.

Panelis diskusi Sociopreneur Kopi Sang Primadona, dari kiri ke kanan, CFO Bina Mutu Bangsa Bayu Hardjodisastro, penggagas diskusi dengan Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Kabupaten Bogor Nadia Humaira, perencana bisnis kopi Ahmad Zuhdi dan Manajer Operasional KOpu Daong Kevov Rhamli. Foto : ARSIP PPI BOGOR 

Salah seorang panelis, Bayu Hardjodisastro, Chief Financial Officer Bina Mutu Bangsa mengatakan mengatakan, ”Marketing yang mengandalkan kekuatan word of mouth itu termasuk salah satu dari strategi marketing 4.0 yang mempadukan antara pemasaran secara online (daring) dan offline (luring) atau tatap muka.“

Dari strategi marketing tersebut maka advocacy termasuk salah satu dari konsep customer path (5A), yakni aware, appeal, ask, act, dan advocacy. Konsep yang diperkenalkan oleh Hermawan Kertajaya ini menyebutkan, setelah konsumen mengenali produknya, kemudian mereka tertarik terhadap produk tersebut, menanyakan detail produknya, sehingga akhirnya mereka membeli, sampai merekomendasikan penggunaan barang atau jasa tersebut kepada teman atau anggota komunitasnya.

Panelis diskusi lainnya, Kevov Rhamli, Manager Operasional Kopi Daong menyebutkan, dirinya tertarik menjadi barista dari tahun 2014, mempelajari berbagai cara penyajian kopi, termasuk  latte art.

Melihat tingginya peminat bidang usaha mendirikan coffee shop dan kopi rumahan, ia membagikan sejumlah trik bagi mereka yang tertarik di bisnis ini, agar mempelajari bisnis kopi mulai dari hulu (di tingkat petani), proses produksi kopi, sampai roasting dan akhirnya kopi siap terhidang di meja.

Rhamli yang juga aktif dalam Komunitas Kopi Bogor dan juga Komunitas “Puncak Menyeduh” ini, punya obsesi agar lebih banyak lagi orang yang mengonsumsi kopi hitam sebagai rasa kopi yang asli (original).

Dengan jumlah anggota yang cukup besar, 200 orang di Komunitas Kopi Bogor dan lebih dari 100 orang di Komunitas Puncak Menyeduh, mereka aktif menggelar event untuk menghidupkan atau mensosialisasikan lagi minum kopi seduh black coffee.

Sementara itu Ahmad Zuhdi, perencana bisnis kopi (coffee business planner) panelis lainnya, berupaya memotivasi para pemuda dan pemudi yang rata-rata baru lulus SMA atau masih di tahun pemula bangku kuliah. Dirinya melihat animo yang cukup besar dari anak muda masa kini dalam bisnis kopi, sehingga di sekitar Kabupaten sampai Kota Bogor terdapat sekitar 500 coffee shop yang terdaftar, belum termasuk usaha kopi rumahan dan  warung kopi.

Menurut Zuhdi, ”Jika ingin memperoleh modal usaha tetapi yang kita miliki masih sebatas ide bisnis, kita dapat mengajukan proposal ide bisnis tersebut kepada pemodal ventura (venture capital) atau para investor pemilik modal. Kalau sudah bertemu dengan mereka, kita mempresentasikan ide bisnis kita, ingin membangun usaha apa, lantas menyajikan latar belakang – portfolio diri kita sebagai personal branding.”