Perjuangan Mencoba Keluar Dari “Takdir Kemalangan”

52
420

Ceritaku dimulai di usiaku ke lima tahun, ketika ibuku pergi untuk selamanya. Tak lama, berselang lima tahun ayah juga pergi menyusul ibu. Sejak itu aku tinggal bersama kakek dan nenek yang sudah kuanggap seperti orangtuaku.

Di usia remajaku saat masuk SMP masalah bermunculan. Kakek dan Nenek mengalami kesulitan untuk membiayai sekolahku. Namun berbekal doa dan dan keikhlasan akhirnya aku berhasil menyelesaikan pendidikan menengah pertamaku.

Namun, memasuki jenjang sekolah menengah kejuruan (SMK) aku kembali diuji, kakek meninggal dunia dan kondisi perekonomian keluarga kami semakin sulit. Keluarga besar dan para tetangga menyarankan aku untuk  menikah saja.  “Tak perlu berpendidikan tinggi toh ujung-ujungnya akan menjadi ibu rumah tangga juga”,  begitu kurang lebih  kalimat yang menjadi sarapanku tiap pagi.

ku mulai berdagang di sekolah, membuat jajanan di rumah lalu menitipkannya di kantin sekolah. Alhamdulillah, uang hasil penjualannya  menutupi sedikit kebutuhan sekolahku.

Awal mula masuk SMK, semuanya serba sulit. Kesulitan ekonomi menghimpit kami. Membuatku harus mencari alternatif untuk menghasilkan uang agar kebutuhan sekolahku tertutupi. Lalu aku mulai berdagang di sekolah, membuat jajanan di rumah lalu menitipkannya di kantin sekolah. Alhamdulillah, uang hasil penjualannya dapat menutupi sedikit kebutuhan sekolahku.

Saat duduk di bangku kelas XI  (SMK), aku mulai aktif mengikuti berbagai jenis lomba. Sampailah pada tahun 2018, aku terpilih menjadi salah satu dari siswi berprestasi se Nusa Tenggara Barat (NTB) dan menjalani pertukaran pelajar ke Kepulauan Riau dalam Program Siswa Mengenal Nusantara yang dicanangkan oleh sebuah perusahaan di bawah badan usaha milik negara.

Tahun 2019 aku dipercaya mewakili Kabupaten Lombok Tengah dalam Asean Skill Competition XIII dan pada tahun 2020 ini aku terpilih untuk mewakili NTB dalam ajang lomba tererampilan siswa (LKS) SMK tingkat Nasional yang diselenggarakan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pada kompetisi LKS aku membawa pulang Medallion For Excellence untuk NTB meskipun kompetisinya dilakukan secara daring.

Tak henti sampai disini, impianku untuk kuliah di salah satu kampus ternama muncul. Aku ingin sekali masuk Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti di Jakarta yang awalnya hanya sekedar angan-angan dan menjadi cibiran tetangga. Mimpiku terlalu tinggi katanya, sebab perempuan-perempuan di desaku sebagian besar menikah di usia yang masih sangat muda. Tidak denganku, menurutku menikah di usia yang sangat muda degan pola pikir yang masih belia dapat berdampak kurang baik bahkan bisa menimbulkan perceraian.

Impian yang terwujud

Kali ini kubuktikan. Kini impianku dapat terwujud melalui perogram beasiswa program Indonesia pintar (PIP) STP Trisakti yang bekerja sama dengan pemerintah untuk memberikan beasiswa pendidikan kepada pelajar yang kurang mampu dan berprestasi, PIP atau kartu Indonesia pintar (KIP) kuliah adalah beasiswa dari pemerintah yang diberikan kepada pelajar yang kurang mampu. Bersuyukur. Hanya kata itu yang dapat kusampaikan. Aku yakin ini semua berkat doa dan dukungan dari nenekku. Beliaulah pahlawan yang sangat berperan penting dalam hidupku.

Namun, untuk mendapatkan beasiswa di kampus ternama tentu tidak mudah. Dibutuhkan perjuangan berat. ketika tes tertulis dan wawancara aku sempat kehilangan sinyal, yah karena rumahku tidak berada di wilayah perkotaan. Oleh karena itu jangan heran jika sinyal  menjadi masalah. Alhasil karena sinyal yang tidak mendukung aku hanya mendapatkan 50 persen beasiswa dari kampus. Pada saat itu aku merasa impianku untuk kuliah tidak akan terwujud. Aku harus mengubur anganku yang begitu besar.

Tapi siapa yang bisa mengalahkan kehendak Tuhan? tidak lama setelah itu aku mendapatkan informasi dari Tim Penerimaan Mahasiswa Baru STP Trisakti Jakarta bahwa STP Trisakti membuka jalur beasiswa KIP Kuliah bagi mahasiswa yang memiliki Kartu KIP.

Dengan hati yang gembira, aku ikut medaftarkan diri dan mengikuti tesnya secara daring. Tidak ingin kehilangan kesempatan kedua, aku segera pergi ke rumah temanku di kota Mataram agar koneksi internet ketika aku melaksanakan tes stabil. Setelah menunggu sekitar dua minggu, akhirnya kampus impianku, STP Trisakti menerimaku sebagai mahasiswi penerima beasiwa, yaitu beasiswa KIP Kuliah.

Kini, semakin dewasa aku, semakin tua pula nenekku. Melihat wajah keriput degan senyumannya saja sudah membuat hatiku tenang. Tidak ada anugerah yang diberikan Tuhan kepadaku lebih dari dipanjangkannya umur nenekku, agar aku bisa membanggakannya dengan kesuksesanku kelak.

Gadis yatim piatu yang mencoba berdiri di tengah kerasnya ombak kehidupan, mencoba keluar dari garis takdir kemalangan. Inilah aku dengan berjuta mimpi yang belum terealisasi.

Ku bawa beratus ambisi untuk maju di bumi ini, karena ku yakin ada Tuhan di setiap langkahku untuk unjuk diri bahwa siapapun bisa berjaya di bumi ini dengan tekad dengan kemauan yang besar.

Mita Apriani, mahasiswi Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta, Jurusan Pengelolaan Perhotelan.

52 COMMENTS