Child’s Reverie Indonesia, Platform Sosial untuk Anak

57
335

Hari Anak Sedunia, yang diperingati pada tanggal 20 November 2020 lalu merupakan sebuah implementasi kepedulian kita semua terhadap masalah yang berkaitan dengan hak-hak anak di seluruh dunia. Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk memperingati hari tersebut. Salah satunya adalah webinar Hari Anak Sedunia dengan tema “Toxic Family: Bertahan atau Tinggalkan?” yang diselenggarakan melalui kolaborasi antara dua lembaga, Manusia Asa dan Child’s Reverie Indonesia.

Child’s Reverie Indonesia  merupakan platform sosial yang memiliki visi untuk menyuarakan hak anak dan mewujudkan pendidikan berkelanjutan. Didirikan pada tanggal 23 Juli 2020, bertepatan dengan Hari Anak Nasional, oleh dua orang founder, yakni Niken Ayu Dersanala dan Sherina Friskila Nurtiara.

Niken menceriterakan awal pendirian platform itu. “Singkat cerita lagi chatting-an, terus kita bahas isu-isu di Indonesia, terutama soal isu-isu anak. Eh, nyeletuklah kata ‘Eh, ternyata kita punya concern yang sama, ya!’, ujar Niken, mahasiswi Sastra Inggris di Universitas Brawijaya  saat diwawancarai melalui WhatsApp pada Sabitu (21/11/2020) lalu. Ia lalu menjelaskan pembagian bidang antara dia dan temannya. Tiara di bidang perlindungan anak, Niken mengurusi bidang pendidikan anak.

“Mungkin ini bisa aku bilang salah satu berkah dari adanya pandemi gitu ya, hehe, karena ini terbentuk waktu pandemi kemarin. Kan, selama korona ini nggak ngapa-ngapain aja, tapi aku mikir gimana caranya biar tetep bisa produktif,” lanjutnya. Dari sanalah Niken bersama Tiara berangkat membentuk platform ini.

Child’s Reverie Indonesia yang berfokus pada perlindungan anak dan pendidikan anak ini membuka peluang untuk siapa saja yang punya motivasi dan kepedulian terhadap isu-isu tentang anak turut berkontribusi pada kegiatan yang mereka selenggarakan guna mendukung hak anak. Seperti project pertamanya, “Urun Tangan”, yang telah diselenggarakan di empat kota, yakni Malang, Surabaya, Depok, dan Bogor dengan tujuan untuk mendukung hak anak di masa pandemi dengan cara mengumpulkan donasi yang selanjutnya disalurkan kepada anak-anak yang membutuhkan dalam bentuk bantuan seperti susu, buku, sereal, dan sebagainya.

Kontribusi nyata

Tujuan Child’s Reverie Indonesia lainnya yaitu ingin meningkatkan kepedulian dan kesadaran anak-anak muda terhadap isu-isu tentang anak di Indonesia, bahwasannya masih banyak ketimpangan yang terjadi pada anak, terutama di ranah pendidikan dan perlindungan anak sekaligus ingin mengajak seluruh anak muda untuk berperan dan berkontribusi secara langsung.

“Kita sebagai pemuda, agent of change, gimana caranya bisa ngasih bantuan secara langsung, nggak cuma lewat kata-kata aja. Karena kalau lewat kata-kata aja, siapa sih yang nggak bisa?” ujar Niken dengan semangat. Dia berharap  Child’s Reverie Indonesia tidak hanya memberikan informasi dan edukasi melalui sosial media saja, tetapi juga kontribusi secara nyata dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial yang bisa diikuti oleh siapa saja.

Goals lainnya kami pengen punya yayasan, pengen punya anak asuh juga, dan ningkatin awareness anak-anak muda yang akan jadi calon orang tua maupun orang tua itu sendiri agar bisa berkontribusi secara langsung ke isu yang masih rentan di Indonesia kayak yang disebutin tadi,” katanya lagi saat ditanya tentang goals Child’s Reverie. Kedepan Child’s Reverie juga akan menyiapkan project volunteer untuk anak-anak muda agar dapat berkontribusi secara langsung pada proyek sosial yang berkelanjutan ini.

Pesan dan harapan

Niken menyatakan sebagai pemuda yang mendapat sebutan agent of change, anak muda bisa menjadi motor penggerak perubahan untuk bangsa agar menjadi lebih baik. Dengan banyak kesempatan dan peluang yang anak muda miliki, kita dapat ikut berkontribusi ke hal-hal baik.

“Lebih sering-sering improve diri, tambahin wawasan seluas-luasnya, dan tingkatkan kepekaan terhadap isu-isu sosial, dengan begitu bisa membuat kita jadi orang yang bisa lebih respect dengan orang lain dan nggak egois. Apalagi di era digital kaya gini, apa-apa serba instan,” kata Niken di akhir wawancara.

Sekar Heksagara Tanjung, Mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Brawijaya