Cika Aprilia : Pegiat Kesetaraan Gender untuk Kaum Perempuan

57
1959

Halo Sobat MuDa, kita ketemu lagi nih. Pada kesempatan ini, kita akan berbincang-bincang dengan seorang anak muda pegiat hak perempuan nih. Wow menegangkan  ya topiknya, hehehe. Kita serius tapi santai ya. Yuk kita kenalan dengan sobat MuDa bernama Cika Aprilia. Saat ini, Cika tengah menempuh pendidikan di Universitas Diponegoro di Semarang, Jawa Tengah. Program studi yang ia ambil adalah antropologi.

Isu-isu mengenai hak-hak perempuan tak akan selesai untuk diperdebatkan. Baik tua maupun muda selalu membahas tentang isu perempuan, khususnya dalam pemenuhan hak perempuan. Salah satunya isu yang diperdebatkan adalah gender equality atau kesetaraan gender. Bagi seorang Cika (19), sapaan akrabnya, isu itu harus terus disosialisasikan ke masyarakat agar tak ada lagi ketimpangan antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam pemenuhan hak.

 Pertanyaan selalu muncul dalam benaknya “mengapa stigma itu masih dilanggengkan?”

Saat dihubungi melalui Google Meet pada Tamis (13/8/2020), ia menjelaskan bahwa kesetaraan gender adalah persamaan yang seimbang dan setara antara laki-laki dan perempuan. Ia menginginkan tidak adanya perbedaan atau gap antara laki-laki dan perempuan. Baginya, di Indonesia sendiri, ketidaksetaraan gender masih sering terjadi.

“Hal yang dasar banget itu di Indonesia itu contohnya stigma ‘buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, toh nantinya di dapur’. Kalau stigma dengan tingkatan tingginya ‘buat apa perempuan berpolitik, nanti juga jadi ibu rumah tangga’ itu sih menurutku yang sering terjadi,” jelas Cika dalam perbincangan yang kami lakukan.

Ia menambahkan bahwa ketidaksetaraan gender itu telah terjadi sejak zaman dahulu. “Zaman dahulu ada stigma sosial perempuan itu ‘dapur, sumur, kasur’ sehingga ketika perempuan mau memenuhi hak-hak dasarnya, akhirnya dipecahkan dan dihalangi oleh stigma negatif tersebut,” katanya lagi. Stigma yang sudah ada sejak dahulu itu membuat ia terheran-heran. Pertanyaan selalu muncul dalam benaknya “mengapa stigma itu masih dilanggengkan?”.

Pentingnya pendidikan

Salah satu hal yang menjadi perhatiannya adalah akses pendidikan bagi perempuan yang menurut dia belum merata. “Kalau di Jakarta, laki-laki dan perempuan masih bisa sekolah, sedangkan di daerah-daerah terluar masih belum ada pemerataan pendidikan” ujar Cika. Alat penunjang pendidikan, seperti fasilitas yang belum memadai menjadi salah satu hal yang menyebabkan pendidikan tidak merata.

Baginya, pendidikan itu sudah hak dasar yang harus perempuan dapatkan. “Pendidikan itu hak dasar semua orang, tonggak dasar dari zaman gelap ke zaman terang,” ujarnya. Baginya, penyadaran akan pentingnya pendidikan bagi perempuan harus segera digaungkan.

Susenas Tahun 2018 menunjukkan bahwa angka melek huruf laki-laki masih lebih tinggi daripada perempuan, yaitu sebesar 97,33% untuk laki-laki dan 93,99% untuk perempuan. Hal itu menunjukkan bahwa kesetaraan gender masih samar terlihat.

Cika juga aktif menyosialisasikan hak-hak perempuan di aksi mahasiswa “reformasi dikorupsi” pada (26/9/2019) di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. Foto : Arsip Pribadi

Berusaha mengubah

Cika menjadi seorang pegiat kesetaraan gender karena pengalamannya dahulu di sekolah. Ia pernah menjabat sebagai ketua Majelis Perwakilan Kelas (MPK). “Saat aku jadi ketua MPK dulu, ada yang bilang ‘pemimpin itu harus laki-laki’. Terus aku berpikir. ‘Kenapa jadi pemimpin harus laki ? Kalau aku sebagai wanita bisa memimpin, wah, berarti pemikiran orang Indonesia payah banget,” jelasnya. Berdasarkan pengalamannya itu, ia sadar bahwa stigma-stigma buruk tentang perempuan harus dihilangkan demi persamaan hak laki-laki dan perempuan.

Tak hanya masa SMA, di masa kuliah juga, ia sering ikut melakukan KKN turun ke desa. Ia merasa miris ketika melihat perempuan masih belum bisa berdikari di desa, bukan hanya dari segi pendidikan saja, melainkan juga segi pekerjaan. Cita-citanya sangat mulia, ia ingin mengubah itu semua.

Cika selalu menggiatkan untuk perubahan. Perubahan itu bertujuan untuk menyetarakan kaum laki-laki dan kaum perempuan. “Kita harus sosialisasi secara berskala. Kita tidak bisa mendoktrin orang secara langsung. Kita harus mengajarkan secara perlahan-lahan,” katanya. Suatu pemikiran seseorang tidak bisa dengan mudah diubah secara cepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi secara berkala dan bertahap. Cika menggiatkan kesetaraan gender melalui akun instagramnya. Tak jarang ia juga menulis hal-hal mengenai isu perempuan di majalah kampusnya.

Ia berharap perempuan dan laki-laki harus memiliki kesetaraan dalam berbagai hal. Mulai dari pemikiran sampai dengan pendidikan. Baginya, perempuan harus maju dan berdikari. “Kalau ada pertanyaan, mengapa perempuan masih tertinggal di belakang?, jawabannya ya simple. ‘karena hak-hak dasar kita belum terpenuhi’ itu sih menurutku,” tegasnya.

Cika tidak hanya memikirkan pemberdayaan untuk waktu sekarang saja. Ia juga memiliki target jangka panjang untuk memajukan kaum perempuan. “Aku ingin membuat sekolah kebudayaan perempuan. Nanti kita bisa berbagi bersama, diskusi bersama, dan belajar bersama,” tuturnya. Ia mengharapkan perempuan yang belum mendapatkan haknya bisa memperoleh haknya dengan sempurna. “Biarpun akses pendidikan formal sulit, setidaknya kita sudah mendapat akses pendidikan nonformal” katanya.

Cika Aprilia saat menjadi orator pada Hari Perempuan Internasional (8/3/2020) di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. Ia gigih turun ke jalan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Foto : Arsip Pribadi

Mahasiswa semester tiga ini berharap agar orang-orang tidak usah lagi melanggengkan budaya-budaya yang menghancurkan hak-hak dasar perempuan. “Seimbang bukan berarti kita berlomba untuk berkompetisi, tapi bagaimana keduanya memiliki hak dasar yang sama,” tutupnya.

Cika Aprilia

Lahir : Jakarta, 02 April 2001

Pendidikan : Program Studi Antropologi Universitas Diponegoro

Penghargaan :

  1. Finalis Duta Sustainable Development Goals (SDGs) Nasional (2019)
  2. Mbak Bidikmisi Undip (2019)

Pengalaman :

  1. Ketua MPK SMAN 41 Jakarta (2017-2018)
  2. Wakil Ketua Wadah Inspirasi Tirta Foundation Nasional (2019)
  3. Anggota Sumber Daya Organisasi Forum Perempuan Undip (2019-2020)
  4. Ketua Departemen Keperempuanan Front Mahasiswa Nasional Undip (2019-2020)

Nah sobat MuDa, itu tadi obrolan singkat kita dengan Cika tentang kesetaraan gender di Indonesia. Yuk sobat MuDa, kita perkaya wawasan kita mengenai pemenuhan hak-hak perempuan. Kita sama-sama berharap agar tidak ada lagi ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. Alangkah lebih baiknya kita hidup saling berdampingan dan setara.

Rafi Ramadhan, mahasiswa Program Studi Administrasi Publik Universitas Brawijaya dan Magangers Kompas MuDa Harian Kompas 2019