Problematika RUU Haluan Ideologi Pancasila

54
1457

Nilai-nilai Pancasila merupakan cita-cita dan harapan bangsa Indonesia untuk dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang didambakan itu senantiasa menyatu dalam masyarakat yang tata tentrem, karta raharja, gemah ripah loh jinawi agar dapat dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam setiap sikapnya. Secara formal dan yuridis, Pancasila dianggap sebagai das sollen yang menjadi kenyataan berdasarkan asas kebudayaan dan keagamaan bangsa Indonesia. Dianggap pula sebagai sein im sollen yang menjadi cita-cita dan harapan bangsa Indonesia dalam setiap aspek kehidupan masyarakatnya.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila saling melengkapi satu sama lain. Nilai-nilai Pancasila tidak saling bertentangan, meskipun setiap sila memiliki bobot masing-masing. Pancasila tetap menjadi satu kesatuan yang utuh dalam substansinya sehingga nilai-nilainya saling berpadu dalam suatu pola yang membimbing kehidupan masyarakat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pancasila semakin bernilai ketika dalam penyusunannya betul-betul dimanifestasikan sebagai falsafah hidup kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan yang berdasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Suatu pedoman hidup yang ideal dalam membina kehidupan masyarakat sebagai corak legal society untuk meyakini akan identitasnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, makhluk yang beradab, ikatan hidup bersama, bukti demokratis, dan keadilan kolektif.

Pancasila sebagai falsafah hidup masyarakat Indonesia saat ini sedang menemui problematika yang dahsyat dengan gelagat DPR. Di tengah Covid-19 yang masih menginfeksi Indonesia secara akut, DPR berupaya untuk memanfaatkan momentum. Saat Indonesia masih berpenyakit, DPR ingin membahas  Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP secara mendalam yang penyusunannya ditetapkan sejak 22 April 2020 kemudian diusulkan DPR untuk ditetapkan dalam Prolegnas RUU prioritas 2020.

Sebelum RUU HIP ini kontroversial, sempat pula dibahas lebih lanjut mengenai RUU Cipta Kerja yang sama-sama kontroversial dalam masa Covid-19. Sungguh tidak bijak ketika DPR membahas RUU yang tidak pro terhadap masyarakat, khususnya RUU HIP dalam momentum Indonesia yang berpenyakit.

Indonesia bersama segenap masyarakatnya akan semakin sakit ketika DPR bertindak secara sepihak tanpa mencermati aspirasi masyarakat dalam pembahasan RUU HIP sehingga masyarakat merasa kecewa terhadap representasinya sendiri dalam badan legislatif. Pancasila yang sudah dianggap falsafah hidup absolut bagi masyarakat semakin dipermainkan oleh DPR dengan dalih RUU HIP.

Masyarakat yang cenderung multikulturalisme berdasarkan prinsip Ketuhanan tentu akan bertabrakan dengan RUU HIP melalui konsep trisila dan ekasila yang tertuang pada Pasal 7 dan memuat 3 Ayat. Tanpa mencermati prinsip Ketuhanan yang sudah melekat pada sila pertama, rasanya tidak cukup dengan konsep trisila dan ekasila saja. Tidak perlu juga membentuk landasan hukum untuk konsep trisila dan ekasila. Mengutamakan konsep trisila dan ekasila sama saja dengan memeras prinsip ketuhanan pada sila pertama yang nantinya akan memunculkan konflik ideologi berkepanjangan.

RUU HIP pun sebagai bentuk pengkhianatan terhadap Pancasila sebagai falsafah hidup yang sudah disepakati bersama oleh masyarakat hingga founding fathers yang merumuskannya. Pancasila semakin dibuat ambigu oleh DPR, padahal Pancasila sudah disepakati bersama antara masyarakat dengan founding fathers secara yuridis dan formal dengan segala pertimbangan yang padat sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan No.XX/MPRS/1966 dan dikuatkan dalam konstitusi UUD 1945.

RUU HIP harus dihentikan dan tidak boleh sekadar ditunda, karena bahasa ditunda hanya bahasa politis yang memunculkan sesuatu yang tidak pasti. Dengan semangat kekeluargaan dalam multikulturalisme, mari sama-sama lindungi Pancasila sebagai falsafah hidup Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila sudah menjadi keniscayaan bagi Indonesia dan tidak perlu lagi dipecah dalam beberapa bagian. Rasa memiliki dan tanggung jawab dalam Pancasila harus diupayakan, dirawat, kemudian direalisasikan dalam keseharian.

Finka Setiana Adiwisastra, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Lampung