Lembaga pendidikan diumpamakan seperti mesin produksi yang secara terus menerus menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang. Jika mesin tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak dikelola tenaga ahli, maka dapat dipastikan hasil yang dicapai pun nihil.
Dalam konteks sekolah, yang disebut dengan tenaga ahli adalah guru. Guru adalah sosok di mana murid bukan hanya mendapatkan ilmu pengetahuan tetapi juga memperoleh keteladanan. Segala sesuatu yang diajarkan dan dilakukan guru akan membekas dalam diri siswa. Istilah ‘membekas’ inilah yang kemudian akan menjadi landasan siswa mempersepsi gurunya.
Persepsi yang baik dari siswa terhadap kualitas dan integritas guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan intelektual dan mentalitas siswa demikian sebaliknya. Karena itu selain wawasan yang luas guru pun dituntut memiliki karakter yang kuat dan berintegritas. Guru mengemban tanggung jawab yang berat, tetapi hal itu bukan alasan bagi para guru untuk meningkatkan kualitas diri dan beradaptasi dengan perkembangan zaman supaya tidak tergilas dengan roda zaman yang bergerak tanpa henti. Guna menarik simpatik peserta didik, sudah selayaknya guru memikirkan ide-ide kreatif sehingga suasana kelas tidak lagi monoton melainkan inspiratif.
Setiap tanggal 2 Mei kita merayakan Hari Pendidikan Nasional, ini mengingatkan kita semua betapa pentingnya pendidikan bagi kita. Hakikat pendidikan adalah ‘membebaskan’ tepatnya ‘membebaskan’ kita dari kebodohan. Tanpa pendidikan tidak ada kemajuan. Namun kali ini ada yang berbeda dengan perayaan Hari Pendidikan Nasional tahun ini, tidak sesemarak seperti sebelumnya. Maklum sejak pandemi covid 19 (virus korona) mewabah di negeri kita awal Maret 2020, semua menjadi berubah, interaksi sangat dibatasi.
Perjumpaan antara siswa dan guru pun praktis hanya dilakukan melalui media (Zoom, Google Room atau lainnya). Guru-guru berusaha sekeras mungkin untuk memastikan covid 19 tidak menghambat proses belaja rmengajar. Bagi beberapa siswa, transisi dari belajar di sekolah kepada belajar di rumah mungkin sangat mudah, tetapi ada juga yang mengalami kesulitan untuk beradaptasi kepada situasi ini.
Saya sendiri lebih mengharapkan belajar dengan tatap muka (perjumpaan) karena melalui perjumpaanlah kita dapat saling berinteraksi secara nyata. Kami akan lebih mudah bersosialisasi dan belajar memahami orang lain. Namun kita semua harus bersabar menunggu bada covid 19 berlalu dan melihat dunia di mana kita tinggal tersenyum kembali dan menawarkan keceriaan bagi kita semua.
Pesan singkat dari tulisan saya, kita bisa memakai waktu yang kita ada seefektif mungkin supaya waktu yang ada tidak terbuang sia-sia. Setelah wabah virus korona berhenti, kita bisa keluar menjadi orang yang lebih tanggap dan berkualitas.
Yosafat Vanes Yeo, siswa elas 11, Efata Christian School Batam