Di Balik BNI Java Jazz Festival 2020: Suka Duka Sang Teknisi Suara

0
1218

Nama besar Java Jazz Festival sebagai perhelatan jaz terbesar se-Indonesia telah terpatri di hati banyak orang sejak bertahun-tahun silam. Gemerlap penyanyi, musisi, hingga kelompok jaz yang memiliki keunikannya sendiri selalu berhasil mengundang perhatian banyak penonton dari penjuru Indonesia, benua Asia, hingga dunia. Tapi di balik itu semua, ada satu pekerjaan penting yang kerap kali seolah tak kasat mata. Padahal tanpa peran dan fungsinya untuk mengatur komponen suara, Java Jazz Festival tidak bisa berjalan lancar.

Dialah Donny Hardono, sound engineer yang telah bekerja di Java Jazz Festival sejak tahun 2005. Lima belas tahun di Java Jazz Festival membuat Donny memahami betul pentingnya pengaturan suara di sebuah festival musik besar. Terlebih lagi mengenai peran sound engineer, pekerjaan yang tak dipahami banyak orang.

Donny Hardono, sound engineer di Java Jazz Festival sejak tahun 2005. Foto: Kaleb Sitompul

Sound engineer itu pekerjaan yang seperti juru masak. Tugasnya meramu dan memasak elemen-elemen suara yang ada supaya sound yang ada jadi suatu harmoni yang indah. Karena tanpa pencampuran dan penyeimbangan yang tepat, hasil suaranya jadi tidak baik,” kata Donny pada Jumat (28/2/2020) lalu.

Donny menceritakan keakrabannya dengan sound engineering menghantarkan dia untuk mendapatkan banyak pengalaman berkesan. Salah satunya, perbedaan bobot dan beban pekerjaan yang ia hadapi dari tahun-ke tahun ketika bertugas di Java Jazz Festival. Di tahun-tahun awal perhelatan ini, hanya sedikit jumlah panggung yang dioperasikan. Tapi semakin hari jumlahnya semakin bertambah hingga mencapai angka 13 panggung hari itu. Perkembangan tersebut memberikan Donny tantangan tersendiri.

“Ada enam stage yang saya handle (pengaturan suaranya). Jumlah artis pengisi acara juga semakin banyak, sehingga riders-nya semakin berkembang. Kesulitan timbul karena setiap artis memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Saya harus menyesuaikan itu,” jelas Donny.

Tantangan terbesar datang tatkala ada pengisi acara yang memiliki kebutuhan yang sulit untuk didapatkan. Salah satunya adalah alat-alat musik vintage yang sudah tidak lagi diproduksi pabrik. Bila hal itu terjadi, Donny dan tim harus memutar otak agar tetap bisa menyediakannya.

“Tapi yang paling sulit itu ketika turun hujan karena pengaturan sound terganggu. Ada juga dua stage di Java Jazz yang tidak bisa beroperasi kalau hujan. Teknisi di panggung juga takut kesetrum,” katanya.

Meski begitu, ada sebuah kesenangan tersendiri yang Donny rasakan ketika ada artis pengisi suara yang bisa tampil dengan bagus. Katanya, “Kadang-kadang saya enggak tahu nama band-nya. Tapi ketika mereka sudah naik daun, saya mengenali mereka karena pernah manggung di Java Jazz, saya jadi senang. Penonton senang, kami (sound engineer) juga senang.”

Berkembang pesat

Donny Hardono ketika sedang bekerja. Foto: Kaleb Sitompul

Sebagai orang yang konsisten bekerja di bidangnya, Donny menilai perkembangan profesi sound engineer sangatlah pesat. Ditambah lagi, dari waktu ke waktu jumlah musisi dan band juga terus bertambah. Hal itu membuat kebutuhan terhadap seseorang yang kompeten di bidang pengaturan suara turut bertambah.

“Tahun 1985 sampai 1986-an saya pegang puluhan artis, seperti Erwin Gutawa, Krakatau, dan Elfa Secioria. Itu karena dulu belum banyak sound engineer. Kalau sekarang sudah berkembang pesat dan income-nya juga tidak kecil,” jelas Donny.

Donny juga menilai sound engineer merupakan sebuah pekerjaan yang menjanjikan karena hampir setiap musisi kini sudah mempunyai sound engineer-nya sendiri. terlebih lagi sudah banyak sekolah-sekolah dan tempat-tempat kursus yang mengajarkan bidang ini. Oleh karena itu, Donny berpesan apda para anak muda untuk berani memiliki cita-cita, sekali pun pekerjaan yang masih jarang diminati.

“Anak-anak muda kalau punya cita-cita enggak harus jadi dokter atau insinyur. Jadi sound engineer, lah. Apalagi negara kita punya banyak sekali artis dan band. Enggak perlu berkecil hati,” kata Donny menutup percakapan.

Tonton video wawancara dengan Donny Hardono di Youtube Kompas Muda.

Reporter: Selma Kirana Haryadi, mahasiswa Program Studi Jurnalisitk Universitas Padjadjaran, Bandung

Fotografer: Kaleb Octavianus Sitompul, mahasiswa Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta dan Hans Immanuel, mahasiswa Fotografi Lasalle College, Jakarta