Indonesia termasuk dalam negara-negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Hal ini menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat industri Indonesia. Selain pelaku industri, pemerintah pun juga resah mananggapi permasalahan ini.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sekitar 9,8 miliar kantong plastik digunakan masyarakat Indonesia tiap tahun. Dari jumlah itu, hampir 95 persen menjadi sampah sehingga jangan terheran-heran jika setiap banjir pasti ada sampah plastik, disetiap tempat pembuangan akhir penuh berjejal plastik, bahkan di lautan pun plastik banyak melayang-layang.
Pola pikir yang beredar di masyarakat Indonesia menilai plastik adalah sampah, berbeda halnya dengan Taiwan yang merupakan negara pengelola sampah terbaik di dunia. Di Taiwan plastik tidak lagi dipandang sebagai sampah namun dipandang sebagai bahan baku khususnya bagi perusahaan. Pola pikir yang demikian sepatutnya masyarakat Indonesia contoh sehingga plastik memiliki nilai ekonomi dan masyarakat bisa mendapatkan keuntungan dari plastik.
Komoditas berpotensi
Masalah pengelolaan setelah pemakaian plastik, menjadi kunci utama mengurangi pencemaran plastik. Dengan mewujudkan circular economy, menjadi salah satu cara pengelolaan plastik yang lebih baik. Circular economy atau ekonomi melingkar intinya mengubah cara pandang terhadap plastik kemasan bekas pakai.
Ia tidak dipandang sebagai sampah, namun dilihat sebagai komoditas yang berpotensi untuk dikembangkan. Tren global dengan pendekatan economic circular perlu dilakukan Indonesia karena memberi pengaruh positif bagi lingkungan dan sesuai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan tujuan dunia saat ini.
Merujuk pada UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah khususnya pasal 15, yaitu produsen harus bertanggung jawab atas sampah kemasan, terutama dengan mengubah model bisnisnya untuk mengurangi dan menghentikan penggunaan kemasan plastik sekali pakai. Artinya, pemerintah sudah memiliki komitmen terkait pengelolaan plastik dimana kemasan plastik yang digunakan produsen harus plastik yang bisa didaur ulang atau tidak hanya sekali pakai.
Namun, di beberapa pemerintahan daerah di Indonesia terdapat kebijakan pelarangan penggunaan barang-barang berbahan plastik, khususnya air mineral berbotol plastik dan kantong plastik sebagai bentuk pembatasan penggunaan plastik. Sisi positif dari kebijakan tersebut, limbah plastik tidak banyak berserakan dan lingkungan lebih bersih.
Akan tetapi, penerapan larangan penggunaan plastik ini akan berdampak pada berkurangnya pendapatan pemulung. Selain itu, industri pengolahan sampah menjadi kekurangan bahan baku sehingga pendapatan usaha menjadi lebih kecil dan berakibat pada pemecatan pegawai demi meminimalisasi biaya produksi.
Jika pemerintah menggiatkan ekonomi daur ulang plastik hal itu akan membuka rantai perekonomian baru. Plastik ternyata bukan sekedar sampah namun dapat menjadi aset berharga
Sebaliknya, jika pemerintah menggiatkan ekonomi daur ulang plastik maka hal itu akan membuka rantai perekonomian baru, yakni plastik ternyata bukan sekedar sampah namun dapat menjadi aset berharga yang bisa berkontribusi dalam sektor perekonomian Indonesia. Bagaimana tidak berharga, sampah botol air minum plastik contohnya, 100 persen dapat diubah menjadi barang berharga.
Melalui proses yang disebut 3R yaitu reuse/refurbishment, recycle, dan recovery, sampah botol plastik dapat diubah menjadi wadah makanan, botol minuman, karpet, bantal, pakaian, monomer BHET, BBM, beton, panel isolator, dan energi. Proses 3R juga akan berkontribusi dalam meminimalisir beban lingkungan ke alam seperti tempat pembuangan akhir dan lautan.
Dari sisi ekonomi, sampah plastik baik berupa tas kresek maupun botol yang dikumpulkan oleh pemulung bisa dihargai dari Rp 500 – Rp 5.000 per kilogram oleh pengepul. Harga botol plastik dinilai lebih mahal dibanding dengan harga jual sampah lain sepeti besi yang dihargai Rp 1.000 – Rp 1.500 per kg, kardus Rp 500 – Rp 800 per kg, dan kertas dihargai Rp 500 – Rp 1.000 per kg.
Pengepul kemudian bisa menjual botol yang sudah diolah dengan harga mencapai Rp 10.000 per kg. Hasil daur ulang plastik yang telah diolah dari industri bisa diolah lagi menjadi kain sintetis, bantal, wadah makanan, botolĀ minuman, dan karpet yang harganya bisa mencapai Rp 80 ribu per kg.
Praktek pemanfaatan nilai ekonomi dari sampah plastik sebenarnya sudah menjadi bisnis besar diberbagai belahan dunia. Contohnya Rubicon Global dimana aktor Leonardo DiCaprio menjadi salah satu direktur perusahaan tersebut.
Pemerintah harus terus berkomitmen untuk meningkatkan iklim investasi yang baik khususnya kebijakan pengelolaan sampah yang telah menjadi agenda mendesak pemerintah sehingga sampah terutama plastik dapat membantu perekonomian negara.
Sampah plastik tidak salah, namun manajemen sampah yang mestinya diperbaiki menjadi lebih baik, terutama ketaatan masyarakat dalam mengelola sampah mereka sendiri sehingga plastik tidak terbuang percuma dan malah mencemari lingkungan.
Satya Budi Tama, Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN, Jurusan Akuntansi.