Matahari sudah bosan mengintip kaum urban di Ibu kota
Pukul lima, jalanan ibu kota selalu ramai diiringi alunan berbagai suara
Mesin-mesin itu tertawa lepas menghantarkan racun udara
Pagi, siang, dan malam aroma kesibukan selalu tercium di teras Ibu kota
Aku berjalan membawa roti isi moka
Tepat Di jalan Kramat Raya, semua orang sibuk menjemput urusannya
Aku bingung, ingin terseyum kepada siapa?
Sedangkan mereka lupa bahwa kita manusia Indonesia
Paling ramah dan senyum yang murah—aku pikir itu hanya katanya
Petang di Kramat Raya, aku seperti diajak bercanda, sungguh tak percaya Jakarta tak lagi diadopsi Ibu kota
Rizqi Fadillah, Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Mohammad Natsir Jakarta