Aksaraku tumpah bersama hujan yang meruah.
Ciptakan jejak-jejak dahulu.
Kala baitku kian berdarah.
Menggarisi namamu dengan tinta merah.
Kau terlalu semu untukku rangkai menjadi puisi.
Terlalu indah hingga tiada diksi yang mampu mewakili.
Kau rahasia tersembunyi dibalik bait-bait elegi.
Pijaran matamu mempesona
Tawamu tawarkan rindu menyiksa.
Suaramu penghibur laraku.
Terkubur aku dalam pusara rasa tanpa nama.
Untuk kesekian kali, aku mati.
Sekarat dalam harap memiliki. Sungguh pedih, pedih sekali.
Mencinta sendiri semakin pedih, kala pengakuanku kau hiraukan begitu saja.
Muhammad Avian Majid
Comments are closed.