Jembatan pandang obyek wista Bukit Asmara Situk, Desa Kalilunjar, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (12/11). Obyek wisata yang menawarkan panorama alam dari atas ketinggian ini dikelola swadaya oleh warga setempat sejak awal tahun. Dari pengelolaan obyek wisata tersebut, desa mendapat tambahan pemasukan untuk meningkatkan infrastruktur sekaligus menggerakkan perekonomian warga. Kompas/Gregorius Magnus Finesso

BANJARNEGARA, KOMPAS Sejumlah desa di Jawa Tengah bagian selatan terus mengembangkan potensi pariwisata mandiri dengan mengemas pesona alam secara inovatif. Pengembangan desa wisata tersebut perlahan mengangkat perekonomian warga secara swadaya tanpa bantuan pemerintah.

Kepala Desa Kalilunjar, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Sarkum, Minggu (13/11), mengatakan, sejak awal 2016, warga setempat sepakat mengembangkan obyek wisata Bukit Asmara Situk. Hingga kini, pengunjung di lokasi yang menawarkan lanskap alam dari ketinggian itu rata-rata 1.300 orang dalam sepekan.

”Pengunjung tidak hanya dari Banjarnegara dan sekitarnya, tetapi juga dari Temanggung, Cilacap, Pekalongan, Tegal, dan Semarang. Bahkan, ada pula dari Jakarta dan wisatawan mancanegara,” ujar Sarkum.

Pengunjung Bukit Asmara Situk sebagian besar anak muda. Mereka ingin menikmati keindahan panorama dari sejumlah titik pengambilan foto. Sejumlah pasangan juga menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat pengambilan foto pranikah.

Menurut Sarkum, dengan tiket Rp 5.000 pada hari biasa dan Rp 10.000 untuk Sabtu dan Minggu, potensi penambahan pendapatan desa meningkat sekitar Rp 30 juta.

Di Banyumas, salah satu desa yang sangat giat menambah obyek wisata sebagai daya tarik, yakni Desa Ketenger di Kecamatan Baturraden. Menurut Kepala Desa Ketenger H Yayuk, beberapa obyek wisata baru yang dikelola warga antara lain adalah Curug Bayan, Curug Penganten, dan Curug Kembar, serta wahana baru yang sudah cukup populer, yaitu Taman Miniatur Dunia atau Small World.

Sejumlah remaja berswafoto di atas gardu pandang obyek wista Bukit Asmara Situk, Desa Kalilunjar, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (12/11). Obyek wisata yang menawarkan panorama alam dari atas ketinggia ini dikelola swadaya oleh warga setempat sejak awal tahun. Dari pengelolaan obyek wisata tersebut, desa mendapat tambahan pemasukan untuk meningkatkan infrastruktur sekaligus menggerakkan perekonomian warga. Kompas/Gregorius Magnus Finesso
Sejumlah remaja berswafoto di atas gardu pandang obyek wista Bukit Asmara Situk, Desa Kalilunjar, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (12/11). Obyek wisata yang menawarkan panorama alam dari atas ketinggia ini dikelola swadaya oleh warga setempat sejak awal tahun. Dari pengelolaan obyek wisata tersebut, desa mendapat tambahan pemasukan untuk meningkatkan infrastruktur sekaligus menggerakkan perekonomian warga.
Kompas/Gregorius Magnus Finesso

Mandiri

Pemasukan dari sektor wisata itu, kata Yayuk, membuat kas desa lebih mandiri. Warga tak lagi menunggu bantuan dari pemerintah seperti biasanya. Bahkan, untuk memperbaiki jalan kampung, warga sudah bisa menggunakan kas desa yang kini mencapai Rp 500 juta per tahun.

Salah satu kabupaten yang pesat mengelola desa wisata adalah Purbalingga. Sejauh ini, jumlah desa wisata tersebar di 15 wilayah. Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Ardi Mandala Giri Desa Panusupan, Yanto Supardi mengatakan, sejak dikemas lebih baik, jumlah pengunjung ke desanya yang semula hanya 11.000 orang per tahun kini mencapai 98.000 orang per tahun.

”Pemerintah daerah punya peran, terutama dalam pembinaan masyarakat, seperti pelatihan cara memandu, mengelola homestay, dan promosi,” ujarnya. Seluruh pemasukan dari pariwisata digunakan untuk mengembangkan infrastruktur dan perbaikan perekonomian warga.

Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Purbalingga Prayitno mengungkapkan, hingga kini, sudah dikembangkan 15 desa wisata. Umumnya mempromosikan keindahan alam dan budaya lokal. ”Kunci keberhasilan terletak pada inovasi dan kreativitas pengemasan. Pasalnya, hampir semua desa menjual keindahan alam. Jadi, perlu dikemas menarik dan unik sehingga wisatawan tertarik berkunjung,” kata Prayitno.

GREGORIUS MAGNUS FINESSO


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 November 2016, di halaman 22 dengan judul ”Desa Wisata Digalakkan Butuh Inovasi dan Kreativitas Pengemasan”