Warga menikmati suasana Taman Harmoni yang dibagun di lahan bekas tempat pembuangan sampah di Kota Surabaya, Kamis (10/6). Selain untuk kindahan dan paru-paru kota, pemerintah Kota SUrabay membangun banyak taman sebagai tempat warganya berinteraksi sosial. Kompas/Bahana Patria Gupta

Hampir tiap hari ada saja siswa dari taman kanak-kanak hingga mahasiswa, bahkan rombongan dari kota lain, berkunjung, istirahat, belajar, hingga menggelar latihan luar ruang di Taman Flora Bratang, Surabaya, Jawa Timur. Kompleks taman seluas 33.810 meter persegi itu benar-benar bisa menjadi pusat rekreasi dan pembelajaran. Selain beragam flora, juga ada kolam ikan, air mancur, tempat pertemuan, perpustakaan, rumah kompos, dan rusa, serta dilengkapi dengan sarana bermain anak.

Taman Flora juga menjadi tempat menimba ilmu banyak kalangan, pelajar, mahasiswa, serta pegawai pemerintah dan swasta dari Sabang hingga Merauke. Selasa (4/10) siang, rombongan dari Sulawesi Selatan berkunjung ke Taman Flora. Mereka mempelajari teknik pengembangan pembibitan serta pengolahan sampah menjadi kompos.

”Tujuan utama ke Surabaya mau melihat taman dan belajar merawat taman serta mengolah sampah jadi kompos. Kami juga masuk keluar gang permukiman warga yang benar-benar asri dan bersih. Kepedulian warga terhadap lingkungannya luar biasa. Semua rumah pasti punya tanaman meski dalam pot,” tutur Lia dari rombongan Sulsel tersebut.

Mereka berhenti sejenak ketika menyaksikan anak-anak SD sedang belajar tentang jenis tanaman, sekaligus cara merawatnya. Mereka makin terkagum-kagum saat melihat setiap anak membawa satu jenis tanaman untuk dirawat di rumah sebagai oleh-oleh dari belajar di taman.

Warga memberi makan Rusa totol (Axis axis) di Taman Flora di Kota Surabaya, Kamis (6/10). Selain untuk kindahan dan paru-paru kota, pemerintah Kota SUrabay membangun banyak taman sebagai tempat warganya berinteraksi sosial. Kompas/Bahana Patria Gupta
Warga memberi makan Rusa totol (Axis axis) di Taman Flora di Kota Surabaya, Kamis (6/10). Selain untuk kindahan dan paru-paru kota, pemerintah Kota SUrabay membangun banyak taman sebagai tempat warganya berinteraksi sosial.
Kompas/Bahana Patria Gupta

Mengedukasi anak tentang tanaman, sekaligus melestarikan lingkungan sambil piknik secara gratis, umumnya dilakukan warga Surabaya. Lihat saja Ernawati (45), warga Keputih, yang setiap Sabtu dan Minggu mengajak ketiga anaknya bermain sambil belajar di taman. ”Anak-anak tidak hanya dibawa ke Taman Harmoni, tetapi juga ke taman lain, seperti Taman Prestasi, Kebun Bibit Wonorejo. Sambil bermain, anak-anak saya ajari mencintai tanaman,” ujarnya.

Begitu pula Priandono Hartono. Meski tinggal di Sidoarjo, ia rutin mengajak ketiga anaknya bermain sambil belajar di beberapa taman di Surabaya. ”Taman di Surabaya tidak sekadar ada, tapi benar-benar dirawat, bahkan dalam periode tertentu tanaman berganti, mungkin dipindah ke taman lain sehingga tidak bosan. Semua taman dilengkapi arena bermain, ditambah Wi-Fi dan hotspot gratis,” kata karyawan perusahaan minyak dan gas ini.

Halaman dan teras

Suasana Surabaya saat ini, menurut Izzag, pendiri media sosial Kapoocino, sudah mirip Singapura. Warga dengan santai melenggang di trotoar, ngobrol santai, atau mengerjakan sesuatu, bahkan diskusi di taman. ”Taman menjadi halaman sekaligus teras rumah bagi arek suroboyo, meski perlu penyempurnaan agar berfungsi lebih optimal,” katanya.

Bagi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, keberadaan ruang terbuka hijau terus ditingkatkan hingga bisa mencapai sekitar 36 persen dari luas wilayah 350 kilometer persegi. Hingga kini sudah ada 89 taman dengan berbagai filosofi masing-masing.

”Kehadiran taman untuk mengikis segala perbedaan sehingga fasilitas yang disediakan harus memenuhi keperluan berbagai kalangan, mulai dari anak-anak sampai lanjut usia,” ucap Risma.

Tanaman untuk mengisi seluruh taman itu, lanjutnya, tak hanya berasal dari kebun bibit sendiri, tetapi juga berburu hingga Bogor dan Malang. Saat ini sedang diproses pembuatan hutan buah di Jurang Kuping Pakal di Surabaya barat. Kawasan hutan itu tidak akan ditanami berbagai jenis buah-buahan dari seluruh Nusantara.

Setiap taman, menurut Risma, dirancang untuk bisa memenuhi keinginan masyarakat, termasuk komunitas dan berbagai kelompok lain, misalnya Taman Lansia. Ada pula taman yang dilengkapi monumen, seperti Taman Ronggolawe, Taman Prestasi, Taman Apsari, Taman Pelangi, Taman Korea, Taman Sulawesi, dan Taman Jayengrono.

Melongok ke Taman Ronggolawe, misalnya, ada Monumen Ronggolawe berbentuk kuda jingkrak. Monumen kuda itu untuk menghormati pasukan divisi Ronggolawe dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Di Taman Prestasi ada monumen pesawat bomber. Pengunjung bisa ke pesawat. Monumen ini sebagai penghargaan kepada pejuang dan pahlawan dirgantara. Di Taman Apsari berdiri gagah Monumen Suryo, gubernur pertama Jawa Timur dan salah satu tokoh dalam pertempuran 10 November.

Lalu, ke Taman Sulawesi atau Taman Persahabatan antara Surabaya (Indonesia) dan Ghanzu (Tiongkok). Adapun Taman Jayengrono khusus untuk memberikan penghargaan bagi arek suroboyo dalam pertempuran 10 November. Taman ini dilengkapi monumen dan petilasan lokasi wafatnya Jendera Mallaby.

Risma menyebutkan, kian banyak taman, udara kian bersih dan tingkat stres warga juga turun. Ini karena taman menjadikan suhu udara turun dan kualitas udara Surabaya terbaik di Indonesia. Salah satu indikator turunnya tingkat stres adalah warga tidak lagi pemarah. Dahulu setiap minggu, dengan suhu udara kota ini rata-rata 32 derajat celsius, pasti terjadi perkelahian remaja antarkelompok, sekarang nyaris tak pernah terjadi.

Langkah pemerintah kota membangun taman tematik sekaligus menyediakan sarana sesuai kebutuhan komunitasnya— seperti di Taman Lansia, Gubeng, ada terapi jalan bebatuan serta pengaman bagi pengunjung khusus lansia—sangat bagus. ”Surabaya benar-benar memenuhi kebutuhan warga modern dan semua taman bisa menghapus segala perbedaan,” ujarnya, sembari meminta agar areal parkir di sekitar taman ditata.

Kehadiran taman yang menjadi pusat pertemuan warga Surabaya, menurut Freddy Istanto, dosen Universitas Ciputra, ikut mendongkrak ekonomi warga, terutama sektor kuliner. Banyak warung, yang sebelum ada taman tidak dilirik, kini rata-rata naik daun. Bahkan, lokasi di sekitar taman jadi rebutan untuk dijadikan usaha sektor makanan, minuman, mainan, serta kebutuhan olahraga dan pendidikan.

Kenyamanan Kota Surabaya, kata pakar tata kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Johan Silas, terus meningkat karena taman dibangun menyebar di 31 kecamatan. Warga tinggal memilih taman yang hendak dikunjungi sesuai selera. Taman menjadi pesona yang memikat.

AGNES SWETTA PANDIA


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 06 November 2016, di halaman 10 dengan judul ”Taman Kota Surabaya yang Menawan”