Perjalanan Marble Mountain Kompas/Wisnu Dewabrata

Hujan deras disertai angin kencang seolah tumpah -ruah begitu saja dari atas langit kota Da Nang, Vietnam, Sabtu (15/10) sore itu.

Padahal, baru beberapa menit rombongan kami, yang terdiri dari tiga jurnalis termasuk Kompas, dan perwakilan Air Asia duduk mengaso di satu kedai makanan sambil menunggu hidangan pesanan datang.

Kedai yang kami datangi berada tepat di seberang gerbang salah satu tujuan wisata terkenal di Da Nang, kawasan Pegunungan Marmer (Marbel Mountains) atau dalam bahasa lokal disebut Ngu Hanh Son.

Kami melepas lelah setelah sebelumnya terbang secara ”estafet” dari Kuala Lumpur, Malaysia, menuju Ho Chi Minh atau Saigon dengan pesawat Air Asia. Dari Ho Chi Minh disambung

lagi dengan penerbangan maskapai lokal sampai ke Da Nang, Vietnam.

Memang kebetulan hari itu tak bertepatan dengan salah satu dari empat hari per seminggu, yang ada jadwal penerbangan langsung Air Asia dari Kuala Lumpur menuju Da Nang. Sejak 29 Agustus 2014, Air Asia memang menjadwalkan empat hari penerbangan dalam setiap pekan, Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu, untuk melayani rute tadi.

Bersama beberapa jurnalis lain, saya diundang berkunjung ke Da Nang oleh Air Asia untuk menghadiri acara penyerahan dua anugerah penghargaan,

World Travel Awards (WTA) Asia dan Australasia 2016, kepada maskapai penerbangan itu.

Lebih lanjut, akibat hujan deras yang tiba-tiba mengguyur sekelompok wisatawan keluarga, yang dari bahasa percakapan antar-mereka berasal dari ”negeri ginseng” Korea Selatan, tampak buru-buru ”menyelamatkan diri”.

Meja mereka kebetulan memang berada di teras luar kedai. Mereka meninggalkan begitu saja makanan dan minuman yang sebetulnya masih belum habis disantap. Tak lama berselang, rombongan wisatawan lain, kali ini turis-turis ”bule”, juga berdatangan dan masuk ke dalam kedai kecil itu.

Kawasan wisata Pegunungan Marmer atau Ngu Hanh Son memang tenar di kalangan pencinta dan penikmat jalan-jalan ke luar negeri, terutama ke Vietnam. Namun, berbeda dengan kota Ho Chi Minh yang lebih mengandalkan wisata bertema sejarah bekas perang Vietnam melawan Amerika Serikat, kawasan wisata Da Nang mempunyai keunikan lain.

Kebanyakan tujuan wisata

di Da Nang adalah tempat-tempat wisata alam yang terbilang eksotis, seperti pegunungan,

goa, dan tentu saja pantai, yang biasanya ramai dipadati wisatawan mulai sore hari.

Kota ini juga sejak dahulu terkenal sebagai wilayah kerajinan memahat patung dari bahan baku batu marmer yang memang banyak dan mudah didapatkan di Da Nang.

Berderet pula toko-toko yang menjual patung-patung marmer beragam ukuran, mulai dari seukuran hiasan meja hingga patung raksasa seukuran lemari pakaian.

Ngu Hanh Son sendiri merupakan area pegunungan luas yang terdiri dari lima gunung atau lebih tepat disebut bukit jika dibandingkan dengan gunung atau bukit yang ada di Tanah Air.

Posisinya berada sekitar 9 kilo meter sebelah tenggara dari pusat kota. Kelima gunung itu membentang di area seluas 2 kilometer persegi.

Oleh Raja Gia Long, pendiri Dinasti Nguyen di awal abad XIX, masing-masing gunung dinamainya sesuai lima unsur elemen pembentuk alam semesta.

Kelimanya adalah Gunung Thuy Son (air), Kim Son (emas dan logam), Moc Son (kayu), Hoa Son (api), dan Tho Son (bumi atau tanah).

Perjalanan Marble Mountain Kompas/Wisnu Dewabrata
Perjalanan Marble Mountain
Kompas/Wisnu Dewabrata

Wisata goa

Dari kelima gunung tadi, Thuy Son adalah yang terbesar dengan 6 goa, 3 puncak berbatu, 3 pagoda, dan 1 menara pagoda didirikan di situ.

Tidak semua gunung memiliki goa di dalamnya seperti Moc Son. Sementara goa-goa yang ada di Gunung Thuy Son memiliki bentuk dan cerita unik serta bersejarah.

Beberapa goa besar, seperti goa Am Phu dan Huyen Khong, bahkan memiliki ruang dalam yang luas dengan bagian langit-langit yang tinggi, seluas aula utama pertemuan (ballroom) di hotel-hotel besar.

Menariknya, pada bagian ”aula” di dalam dua goa tersebut dipahat beragam patung, altar, dan bahkan tempat pemujaan, terutama di bagian dinding batu goa.

Pada Goa Am Phu, di dalamnya tergambar semacam diorama surga dan neraka serta proses pengadilan dan penghitungan amal baik dan buruk manusia dalam versi agama Buddha.

Goa Am Phu ditandai terutama oleh keberadaan patung Buddha Ksitigharba, yang kerap pula disebut sebagai Bodhisattva Neraka, yang menimbang amal baik dan buruk manusia.

Untuk menggambarkan neraka di bagian dalam goa itu dipahat 10 lingkaran atau siklus neraka dengan masing-masing bentuk siksaan lengkap dengan para setan penyiksa.

Para pendosa disiksa dalam neraka untuk menyucikan diri sebelum kemudian menuju nirwana setelah mereka dinyatakan bersih dari dosa-dosa sebelumnya.

Area Goa Am Phu tidak sulit dicapai lantaran berada di bagian depan area gerbang masuk ke Gunung Thuy Son, tak jauh dari area parkir.

Goa Huyen Khong

Setelah puas memasuki Goa Am Phu, para wisatawan bisa melanjutkan perjalanan berkeliling Thuy Son yang masih memiliki beberapa goa menarik lainnya.

Salah satu goa terkenal menjadi tujuan utama wisata goa dan pagoda di tempat ini adalah Goa Huyen Khong, yang juga tak kalah luas, eksotik, dan bahkan magis dibandingkan Am Phu.

Untuk bisa mencapai lokasi tersebut, para wisatawan harus terlebih dahulu mendaki ratusan anak tangga yang dipahat dari batu-batu alam di gunung tersebut. Ada dua jalur, barat dengan 156 anak tangga dan timur dengan 108 anak tangga. Bersyukur sejak tahun 2011 pemerintah setempat membangun lift yang akan langsung membawa para turis ke area puncak gunung.

Meski demikian, untuk bisa naik atau turun lift tadi, setiap wisatawan dikenai biaya 15.000 dong atau setara Rp 8.700 hanya untuk naik. Para turis juga dikenai biaya karcis masuk dengan nilai sama.

Total yang harus dibayarkan, baik karcis masuk maupun karcis naik dan turun lift, mencapai 45.000 dong atau sekitar Rp 26.000, terbilang murah.

Keluar dari lift, wisatawan akan disuguhi pemandangan menakjubkan, lanskap kota Da Nang dan empat gunung lain dari ketinggian.

Dari keenam goa, Huyen Khong adalah yang terbesar, termegah, dan terluas. Untuk memasuki goa itu, para wisatawan harus terlebih dahulu melewati goa lain, Hoa Nghiem.

Pada bagian aula Goa Huyen Khong itu terdapat patung Buddha berukuran besar, altar, dan tempat sembahyang. Semuanya dipahat di atas batu dan dinding yang ada di dalam goa.

Patung batu Buddha Sakyamuni berada di seberang pintu masuknya, Goa Hoa Nghiem, yang dibuat oleh pemahat terkenal Nguyen Chat pada tahun 1960.

Selain patung-patung dan pahatan di dinding dalam goa, Huyen Khong juga terkenal dengan suasananya yang khas.

Kekhasan itu berasal dari lubang-lubang yang ada di bagian langit-langit goa yang memungkinkan sinar matahari menerobos masuk ke dalam kegelapan goa. Pemandangan indah

seperti itu juga sedikit memberikan kesan magis bagi para wisatawan.

Beberapa patung dan benda yang ada di dalam goa ini antara lain patung Buddha Sakyamuni yang dibuat pemahat terkenal Vietnam Nguyen Chat di tahun 1960. Juga terdapat altar pemujaan Dia Tang Vuong Bo That serta pemujaan untuk Dewi Kesejahteraan (Ngoc Phi) dan Dewi Gunung dan Hutan (Loi Phi).

Sayangnya, rombongan yang saya ikuti tak mempunyai waktu cukup untuk berkeliling dan mengunjungi satu per satu lokasi pagoda dan goa yang ada di Gunung Thuy Son.

Idealnya, wisatawan datang pada pagi hari dan menghabiskan waktu sedikitnya 4 jam jika mau berkeliling dan mendatangi semua titik tujuan yang ada di area wisata tersebut.

Jangan lupa mengenakan pakaian dan alas kaki yang cocok untuk mendaki naik-turun anak tangga batu yang ada, membawa air minum cukup, serta tentu saja kamera atau telepon seluler berkamera untuk mengabadikan kunjungan selama di sana.

WISNU DEWABRATA


 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Oktober 2016, di halaman 23 dengan judul “PERJALANAN Nirwana di Gunung Marmer”.