Pesona Pantai Wamsoba, Namrole, Kabupaten Buru Selatan, Maluku, akhir April lalu. Pantai itu kini menjadi ikon wisata di Buru Selatan. Selain zona rekreasi, pemerintah juga mengembangkan zona komersial di sekitar pantai itu. *** Local Caption *** Sajian pesona Pantai Wamsoba, Namrole, Kabupaten Buru Selatan, Maluku, suatu siang pada akhir April lalu. Pantai tersebut kini menjadi ikon wisata di Buru Selatan. Selain zona rekreasi, pemerintah juga mengembangkan zone komersial di sekitar pantai tersebut. 22-04-2016

Ombak Laut Banda perlahan menyapu bibir pantai sekali dalam delapan detik. Sapuannya memaksa bangau harus terbang dan menari sesaat di udara sebelum kembali mematuk kepiting yang bermain di antara buih ombak. Drama itu melengkapi sajian pesona Pantai Wamsoba, Namrole, Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku.

Di pantai itu, pohon kelapa, waru, dan beberapa vegetasi lain tumbuh membingkai pesisir dengan berjejer rapat menghalau sengatan terik matahari. Suasana pun terasa asri. Belum lagi silir angin Laut Banda mengembus pelan, membangunkan rasa kantuk. Pantai Wamsoba menjelma bak oase di tengah cuaca panas Namrole, ibu kota Kabupaten Buru Selatan, April lalu.

Pesona bawah laut di hadapan pantai juga menawarkan terumbu karang yang indah. Wisatawan yang berkunjung ke Namrole biasanya melakukan selam permukaan atau selam dasar. Perairan bening terlihat bersih dan bebas dari sampah atau pencemaran zat kimia lain.

“Dari pengakuan para penyelam, terumbu karang di Wamsoba tidak kalah dengan yang ada di perairan Kepulauan Banda Naira. Namun, potensi ini belum banyak diketahui wisatawan dari luar karena kurang dipublikasikan,” kata Saleh Harfan (35), warga.

Di hadapan Wamsoba ada Pulau Oki. Daratan seluas sekitar 2 hektar itu ditumbuhi hutan lebat dan dilingkari pasir putih halus. Di perairan pulau itu juga terdapat taman bawah laut yang biasa menjadi tempat jelajah para penyelam. Untuk mencapai Pulau Oki dari Pantai Wamsoba butuh waktu tidak lebih dari 10 menit menggunakan perahu motor.

Pantai Wamsoba hanya berjarak sekitar 4 kilometer dari pusat kota Namrole. Setelah digarap pemerintah, Wamsoba kini menjadi destinasi unggulan sekaligus percontohan bagi pengembangan kawasan wisata lain di Buru Selatan, yang sebagian besar belum dijamah.

Pintu gerbang, jalan setapak beton, gazebo, dan toliet sudah rampung. Kesan alami memang sengaja ditampilkan sehingga semua bangunan itu menggunakan bahan batu alam dengan warna dominan hijau. Pengembangan lokasi wisata mulai dilakukan dua tahun terakhir setelah Pemkab Buru Selatan mendeklarasikan pariwisata sebagai salah satu sektor andalan daerah itu.

Areal pantai seluas sekitar 2,4 hektar itu, menurut Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pariwisata Buru Selatan Alex Sigmarlatu, sudah dipetakan ke dalam dua zona, yakni rekreasi dan komersial. Saat ini pemerintah fokus pada zona rekreasi, sedangkan zona komersial akan digarap bersama pihak swasta.

Wisata layar

Alex menambahkan, selain Wamsoba, pesisir selatan Pulau Buru itu kaya dengan sejumlah pesona alam, seperti Air Babunyi di Kecamatan Leksula. Untuk sampai ke lokasi itu butuh waktu paling lama satu jam dengan perahu cepat dari Namrole. Tarif perorangan Rp 75.000.

Air Babunyi sangat dingin dan bisa langsung diminum. Kendati tidak dimasak, warga setempat meyakini tidak ada kuman di dalamnya. Jika air dalam kemasan dicelupkan ke dalam Air Babunyi selama paling cepat 5 menit, hasilnya akan terasa seperti air es.

“Lebih dari 20 lokasi wisata alam, baik di pegunungan maupun pesisir, sudah teridentifikasi. Kami sedang merancang paket wisata mulai dari Ambon. Selain sajian pesona, kami juga akan memperkenalkan tempat bersejarah dan keanekaragaman budaya,” kata Alex.

Wisata sejarah itu antara lain dermaga batu dan gereja tua peninggalan Belanda di Kecamatan Leksula. Gereja di Desa Tifu itu dibangun sekitar tahun 1884. Bangunan gereja masih utuh dan belum direnovasi. Alat musik dan mimbar ibadah masih lengkap.

Kaya dengan keragaman wisata, Buru Selatan berani menjadi salah satu tujuan wisata perahu layar bertajuk “Wonderful Sail Indonesia”. Untuk pertama kali, Buru Selatan disinggahi pada Agustus 2015 dan dijadwalkan akan dikunjungi setiap tahun. Di Maluku, kunjungan perahu layar yang rutin setiap tahun hanya Darwin (Australia)-Ambon yang dikemas dalam sebuah perlombaan.

Tahun lalu terdapat 37 perahu layar tiba di kota Namlore. Selain dari Indonesia, peserta berasal dari Selandia Baru, Perancis, Amerika Serikat, Meksiko, Australia, dan Belanda. Total wisatawan asing 77 orang. Mereka berada di Buru Selatan selama delapan hari.

Penginapan

Kunjungan wisatawan tersebut menjadi momentum bagi pemerintah, untuk mempromosikan potensi wisata setempat. Belum lagi manfaat ekonomi yang didapat pelaku usaha penginapan dan restoran. Alex mengakui, kesiapan infrastruktur ke destinasi wisata masih kurang, yakni baru sekitar 5 persen. Sementara kesiapan di destinasi sekitar 20 persen. Hal itu menjadi pekerjaan rumah pemerintah ke depan.

Kendati belum ada hotel berbintang, penginapan yang tersedia memadai. Kini sudah ada 18 penginapan dengan 184 kamar. Semua terpusat di Namrole. Sementara untuk lokasi wisata yang jauh dari Namrole, pemerintah memberdayakan masyarakat setempat untuk menyediakan home stay.

Akses transportasi dari Ambon ke Namrole juga sudah lancar. Setiap hari selalu ada kapal cepat yang melayari rute itu, dengan waktu tempuh tidak lebih dari delapan jam. Kini saatnya melepas kepenatan dan mengusir kejenuhan, dengan menikmati pesona wisata di Buru Selatan.

Frans Pati Herin


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Juli 2016, di halaman 24 dengan judul “Mengusir Kejenuhan di Selatan Buru”.