Apa yang terjadi dengan uang yang kita benamkan dalam bentuk saham? Bagaimana cara kerja di balik produksi sebuah acara televisi? Paduan keduanya ada dalam film ”Money Monster” garapan sutradara Jodie Foster.

Lee Gates (George Clooney) adalah pakar saham yang juga pemandu acara televisi Money Monster. Jebloknya harga sebuah saham membuatnya dalam masalah besar. Gates berencana menghadirkan Walt Camby (Dominic West), CEO Ibis Clear Capital, sebagai narasumber siaran untuk menjelaskan penyebab jebloknya saham Ibis. Namun, Camby tiba-tiba dikabarkan tengah terbang ke Geneva, Swiss. Padahal, siaran dalam hitungan menit akan dimulai. Ketegangan di ruang siaran ternyata belum seberapa. Sesuatu yang mengancam nyawa menanti.

Di tengah siaran Gates bersama Diane Lester (Caitriona Balfe), daru Humas Ibis yang mewakili Camby, seorang pengantar barang tiba-tiba menyembul di balik panel latar belakang Gates, dan krisis pun dimulai. Sang pengantar barang kemudian muncul di hadapan dan menodongkan pistol ke arah kepala Gates. Dua kotak yang ia bawa berisi bom rompi yang harus dipakai Gates.

Si pengantar barang yang bernama Kyle Budwell (Jack O’Connell) ternyata adalah ”korban” analisis saham Gates. Kyle menghabiskan 60.000 dollar AS untuk membeli saham Ibis yang ternyata jeblok. Padahal, uang itu hasil menjual rumah warisan ibunya dan ia pun bangkrut. Merasa frustrasi, Kyle nekat menyandera Gates di tengah siaran langsung.

Produser acara Money Monster, Patty Fenn (Julia Roberts), harus berpikir keras agar tidak jatuh korban jiwa. Drama pun berlangsung bagaimana Gates yang bergaya provokatif harus berusaha menahan bicaranya sekaligus berusaha mengulur waktu agar Kyle tidak nekat menekan tombol detonator. Usaha mendatangkan pacar Kyle yang tengah hamil justru memperburuk situasi.

Sampai di sini suasana ketegangan yang seharusnya muncul sebagaimana film-film bertema serupa tidak benar-benar terasa. Untungnya, Money Monster tidak sekadar menawarkan tontonan tentang aksi polisi berketerampilan tinggi yang menaklukkan aksi teror. Lebih jauh, Money Monster menawarkan cerita di balik layar apa yang terjadi dengan uang yang kita tanamkan di bursa saham dan bukan tidak mungkin ada tangan-tangan jahat yang ingin mencuri uang tersebut lewat kelemahan sistem dan teknologi.

IMDB/SONY PICTURES ENTERTAINMENT/Atsushi Nishijima
IMDB/SONY PICTURES ENTERTAINMENT/Atsushi Nishijima

Usaha polisi yang berusaha menyelamatkan para korban sandera berjalan paralel dengan upaya Fenn dan Gates yang tiba pada kesadaran bahwa mereka punya kewajiban moral untuk menjelaskan kepada penonton apa yang terjadi di balik jebloknya harga saham Ibis. Terlebih, penjelasan Lester telah terjadi kesalahan algoritma yang menyebabkan saham anjlok tidak memuaskan Kyle yang semakin mengamuk.

Lester pun entah mengapa menjadi tertarik untuk mengungkap alasan di balik hangusnya uang 800 juta dolar AS para investor saham Ibis. Ia menelusuri satu-satu pembuat program algoritma yang tersebar di Rusia dan Seoul (Korea Selatan) hingga tiba saatnya Camby kembali ke New York, AS.

Selapis demi selapis, penonton akan dibuat paham tentang aliran uang yang ditanamkan dalam bentuk saham. Kita akan mendapatkan kesan, menanam saham tak ubahnya seperti orang berjudi karena unsur ketidakpastian yang lebih besar ketimbang perhitungan bisnisnya.

Untuk menurunkan tensi, sesekali percakapan dan adegan dibuat humor. Cerita yang semula berpusat di dalam studio siaran kemudian berpindah ke dalam lift, jalanan, dan gedung Federal Hall. Gates yang berniat mempertahankan nyawanya sekaligus bersimpati dengan nasib Kyle kemudian justru berkolaborasi membongkar misteri jebloknya saham Ibis.

Di luar lubang-lubang yang terasa mengganjal logika cerita, film ini cukup menghibur, terutama bagi penggemar akting Julia Roberts dan George Clooney. Ini duet keempat keduanya setelah film Ocean’s Eleven, Confessions of A Dangerous Mind, dan Ocean’s Twelve.

Uniknya, karena kesibukan masing-masing, keduanya sebenarnya tidak banyak beradu akting langsung. Roberts lebih banyak shooting sendiri, terpisah dari Clooney. Dalam film, tokoh Fenn tampak lebih banyak menghadap layar hijau monitor di ruang produksi.

Sri Rejeki


Versi cetak artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 5 Juni 2016, di halaman 24 dengan judul “Monster Pemakan uang”