Satu dari empat mesin bor terowongan (tunnel boring machine/TBM) untuk pengeboran jalur kereta transportasi massal cepat atau MRT sudah tiba di lokasi proyek pembangunan di Bundaran Senayan, tepatnya di Patung Api Nan Tak Kunjung Padam, Jakarta Selatan, Kamis (6/8). Sambil menunggu mesin bor lain datang, pekerja merakit mesin itu dan menyiapkan landasan kerja.
Dono Boestami, Direktur Utama PT MRT Jakarta, menjelaskan, ada empat mesin bor berdiameter 6,69 meter yang dipesan dari pabrik pembuatnya di Jepang. Dua dari empat mesin sudah tiba di Jakarta sejak dua bulan lalu. ”Salah satu mesin sudah tiba di lokasi pembangunan, sementara satu mesin lainnya masih di gudang penyimpanan di daerah Cakung, Jakarta Timur,” kata Dono, Kamis pagi.
Dua mesin itu akan dipakai untuk mengebor terowongan bawah tanah ke arah utara dari Senayan hingga Setiabudi. Dua mesin lainnya akan dipasang di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Menurut rencana, pengeboran mulai dilakukan September.
Kemarin pagi, sejumlah pekerja terlihat memasang baut untuk menyatukan bagian-bagian mesin bor. Sejumlah pekerja lain sibuk menyelesaikan landasan kerja yang berfungsi sebagai jalur lalu lintas selama dilakukannya konstruksi ruang bawah tanah.
Landasan kerja berupa dua lorong masing-masing selebar 8 meter. Lorong itu berada di kedalaman 12 meter di bawah Patung Api Nan Tak Kunjung Padam. Kabel dan alat-alat berat melintang di bawah tanah.
Di landasan kerja, ada dua pasang rel. Sepasang rel akan dipakai untuk perlintasan mesin bor dan sepasang rel lain akan dipakai sebagai perlintasan lokomotif pengangkut material tanah dan bebatuan. Di lorong bawah tanah itu, para pekerja juga memasang alat pengendali mesin bor.
Untuk menggerakkan sebuah mesin bor dibutuhkan listrik bertegangan 6.600 volt. Saat mesin bor bekerja, material tanah dan bebatuan akan ditampung oleh lokomotif material. Setelah penuh, lokomotif berisi material tersebut bergerak mundur. Material lalu diangkut naik ke atas lorong dan dibawa ke tempat pembuangan.
Teddy, petugas dari tim kontraktor Shimizu, Obayasi, Wijaya Karya, dan Jaya Konstruksi
(SOWJ), menjelaskan, dalam satu hari, mesin bor bisa bekerja sejauh 8 meter. Beriringan dengan proses pengeboran, pekerja memasang lingkaran beton untuk menahan dinding terowongan.
Jalur MRT koridor pertama ini menghubungkan Lebak Bulus dengan Bundaran HI. Pada segmen pertama sepanjang 9,8 kilometer (km), kereta MRT akan melintas di jalur layang. Begitu mendekati Patung Api Nan Tak Kunjung Padam, MRT masuk jalur bawah tanah sepanjang 5,9 km menuju Bundaran HI.
Selain menyiapkan lahan kerja untuk pengeboran, saat ini para pekerja juga tengah membangun stasiun bawah tanah. Ada enam stasiun bawah tanah di koridor pertama ini, yakni stasiun Bundaran Senayan, Istora Senayan, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran HI.
Pembebasan lahan
Hingga kini, pembangunan MRT masih terkendala pembebasan lahan di kawasan pembangunan jalur layang. Proses pembebasan lahan bahkan sempat berhenti enam bulan karena ada perubahan peraturan pemerintah.
Masalah pembebasan lahan membuat pembangunan stasiun layang di Jalan Haji Nawi Raya, Jakarta Selatan, misalnya, belum bisa dilakukan. Di ruas jalan itu ada 31 bidang lahan yang harus dibebaskan. Setelah Pemprov DKI Jakarta bermusyawarah dengan warga, baru 14 bidang lahan yang siap dibebaskan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengganti lahan dengan harga appraisal. Muhammad Zen, Lurah Gandaria Selatan, mengatakan, harga appraisal sekitar Rp 25 juta per meter persegi. ”Meski sudah diberi harga appraisal, masih ada warga yang ingin harga lebih tinggi,” kata Zen.
Dia menjelaskan akan terus bermusyawarah dengan warga. ”Kami sudah mengirim surat kepada pemilik tanah agar yang bersangkutan bisa menyerahkan berkas-berkas kepemilikan tanah. Kami juga berkomunikasi secara door to door,” kata Zen.
Selain karena tak sepakat soal harga, lanjut Zen, juga masih ada warga yang minta sosialisasi pembangunan.
Dono menjelaskan, meski masih ada masalah pembebasan lahan, pembangunan MRT juga harus tetap dilanjutkan. ”Kami akan fokus membangun di lahan yang sudah selesai dibebaskan dan lahan milik pemerintah,” tutur Dono.
(NAD/DHF/DNA)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Agustus 2015, di halaman 26 dengan judul “Mesin Bor untuk Terowongan MRT Mulai Dirakit”