Inovasi yang Menghidupkan

0
1384

Akhir-akhir ini dunia dibuat bising dengan inovasi aplikasi teknologi informasi di banyak bidang, termasuk pelayanan transportasi publik. Jakarta pun tak luput dari kebisingan itu. Pertentangan terjadi, pendapat para ahli pun terbelah. Di lapangan, masyarakat memanfaatkan terobosan tersebut tanpa pusing dengan segala persoalan yang ada. Bisnis berjalan. Namun, selalu ada api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa berbuah buruk.

Melihat fenomena itu, terngiang kata-kata John Rossant, Direktur New Cities Foundation, dalam perhelatan New Cities Summit 2015 di Jakarta, awal Juni lalu. ”Pertumbuhan kota amat pesat diiringi segala kemajuan dan masalahnya. Kita membutuhkan terobosan di berbagai bidang yang memudahkan orang mengatasi segala masalah perkotaan. Dibutuhkan entrepreneur dan inovator sejati agar terobosan itu terwujud dengan baik,” tuturnya.

”Berkembangnya teknologi, termasuk teknologi informasi, memungkinkan orang beraktivitas di rumahnya, tanpa perlu berpindah tempat. Kalau teknologi diterapkan dengan baik dan merata, orang desa tidak akan kehilangan mata pencarian dan tidak perlu pindah ke kota,” tambah Muhammad Yunus yang menjadi pembicara kunci di New Cities Summit Jakarta.

Muhammad Yunus mendorong agar bisnis berbasis inovasi yang bermanfaat bagi orang lain, khususnya masyarakat miskin, terus berkembang. Pendiri dan pengelola Grameen Bank asal Banglades ini mengatakan, tidak mudah memang mengembangkan inovasi.

Pusat inovasi

Bicara soal inovasi dan dukungan penuh pemerintah, Singapura bisa menjadi tempat sempurna untuk berguru. Saat memenuhi undangan Singapura Tourism Board (STB), akhir Mei lalu, salah satu tujuan kunjungan adalah Design Singapore Council (DSC) yang diasuh Pusat Desain Nasional (NDC) di bawah Kementerian Komunikasi dan Informasi Singapura.

Pusat studi desain, workshop, galeri, dan kursus ini menelurkan inovasi di berbagai bidang. Michelle Zee dari DSC mengajak berkeliling ruang pamer hasil kreasi inovasi masyarakat Singapura dari masa ke masa yang berada di lantai 2 DSC yang berada di 111 Middle Road. Di ruangan itu, ada radio hingga alat masak, perhiasan, produk baju sampai peti mati yang ringkas dari bahan mudah terurai yang tepat dipakai untuk para korban bencana seperti tsunami.

”Pada intinya kami berupaya mendorong agar tercipta produk-produk inovasi tepat guna, mudah digunakan oleh siapa saja. Kami ada semacam kuliah singkat, kursus, seminar dengan mendatangkan orang-orang berpengalaman dan kaya ilmu. Kami juga ada fasilitas bagi orang yang ingin mempraktikkan idenya, berproses, dan mendampingi mereka dalam rencana produksi, penjualan produk, dan pemasaran,” tutur Michelle.

Tentunya untuk bisa memakai semua fasilitas, ada biaya dan seleksi. Namun, dijamin semua berjalan transparan sesuai dengan aturan berlaku.

Di lantai dasar, ruang ”kreatif” itu ada sebuah tulisan MAKE! Prototyping Lab@NDC benar-benar mencerminkan apa yang ada di ruang tersebut. Ruang yang lebih mirip bengkel itu bising dengan beberapa pemuda yang tengah membongkar pasang benda, berselancar di internet mengumpulkan informasi, mendesain ide mereka di laptop dan meja gambar.

Segala sesuatu yang berbau produk hemat energi tengah dikembangkan para pemuda itu. Ada sayur-mayur yang bisa ditanam dan dipanen di ruangan tertutup dibantu pencahayaan yang meniru sinar mentari.

Karya seni hingga perabot rumah tangga dari barang daur ulang juga ada di sini.

Terkait dengan karya seni, Singapura juga punya Singapore Tyler Print Institute (STPI) di 41 Robertson Quay. STPI ini menyediakan sarana workshop untuk semua jenis karya seni, mulai dari yang berhubungan dengan seni lukis, kreasi logam, kaca, cahaya, terutama yang menggunakan media mesin cetak. Di sini ada mesin cetak berukuran amat jumbo yang sebelumnya hanya ada di New York, Amerika Serikat.

”Kita banyak mengundang seniman dari negara lain, seperti negara-negara di Asia termasuk Indonesia, Eropa, dan Amerika, untuk datang ke sini,” kata Sofia Coombe, dari Humas STPI.

Akhir Mei itu, giliran karya Entang Wiharso, seniman yang sudah kondang asal Indonesia, yang menggelar pameran di STPI. Menurut Sofia, dalam beberapa hari pameran, banyak karya Entang dibeli para kolektor. Selain mendunia, seniman yang berkarya di STPI bebas berkreasi tanpa takut dicekal.

Di Indonesia, industri kreatif juga ada dan berkembang. Misalnya, Jakarta Clothing (Jakcloth) tempat anak-anak muda berkreasi membuat busana kasual dan menjualnya.

Akan tetapi, lagu lama yang selalu dikeluhkan para pelaku industri kreatif adalah kurangnya dukungan pemerintah.

Meskipun ada badan khusus yang kini menangani industri kreatif di Indonesia, hasilnya belum maksimal. Masih banyak bibit usaha kreatif di pelosok negeri yang tak tertangani. Sebuah pekerjaan rumah yang masih jauh dari selesai dan sebuah tanggung jawab yang masyarakat berhak menagihnya.

(NELI TRIANA)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Agustus 2015, di halaman 36 dengan judul “Inovasi yang Menghidupkan”