Sepanjang Jalan Sulanjana, Rahman,
telah kita lihat bahwa kota lebih sering muram dan ketakutan.
Biar aku ceritakan tentang kota yang berdetak di antara kita.
Isi kepala lebih berisik dari klakson dan suara obral baju bongkahan.
Pengap sekali, bukan?
Lamunan terhimpit angkot-angkot,
kegelisahan telah terombang-ambing asap jalan,
penjual kacamata kehilangan retina,
atau tukang parkir yang nyinyir karena berebut tahta dan lahan acara.
Kudapati pejabat bejat menggertak gigi sambil ongkang kaki,
Anak-anak tak sekolah, gambar gunung dan sawah hanya mendarat di debu jendela mobil dengan upah lima ribu rupiah.
Kulihat sepasang remaja SMA berbahagia dan saling bercerita tanpa tahu siapa telah memburu lapang kerja.
Pengap sekali, kan?
Pengap sekali!