Menjadi anak yang berprestasi dan selalu dibanggakan orang lain tentu menjadi impian semua orang dan menjadi impianku juga. Sayangnya, hidupku tidak seperti itu.
Pagi itu, aku datang ke sekolah dengan wajah murung, seperti orang yang belum tidur selama 3 hari. Temanku, Gisel, yang mengerti maksud dari wajah pucat ku langsung menghampiriku sambil membawa sebungkus kue buatannya.
“Kenapa? Gak lolos lagi?” tanya Gisel padaku.
“Iya Sel, kenapa ya susah banget,” ucapku dengan lemas.
“Yah, namanya juga usaha, nanti dicoba lagi. Nih, mending lo makan kuenya terus cuci muka deh, muka lo pucet banget,” sahut Gisel yang berusaha menghiburku.
Kapan kalimat tersebut bisa berubah menjadi “Akhirnya bisa, akhirnya berhasil
Entah mengapa, hari itu aku muak mendengar kalimat tersebut. “Nanti dicoba lagi, nanti juga bisa, nanti pasti berhasil,”. Kapan kalimat tersebut bisa berubah menjadi “Akhirnya bisa, akhirnya berhasil”. Rasanya, masih butuh perjalanan yang sangat panjang untuk bisa mengucapkan dan merasakan euforia dari kalimat tersebut.
Di hari Sabtu yang tenang, aku memutuskan untuk pergi berjalan-jalan ke alun-alun kota untuk menikmati segarnya udara dan suara burung di pagi itu. Biasanya, hari Sabtu selalu ku pakai untuk belajar materi-materi baru. Tapi hari itu, aku memutuskan untuk tidak belajar apapun. Pokoknya tidak mau.
Yah, bagaimana mau belajar juga, sih. Sejak kemarin aku hanya bisa merenungi apa yang sudah ku lakukan sejauh ini. Aku pun duduk di salah satu kursi yang letaknya di bawah pohon, memandang ramainya alun-alun di pagi hari itu, melihat kesibukan orang-orang. “Kayaknya, sia-sia ya usahaku selama ini,” gumamku.
“Kata siapa sia-sia? Memang kamu bisa lihat masa depan?,” ucap seseorang yang dengan sengaja menjawab perkataanku itu. Tanpa kusadari, ternyata ada seorang laki-laki yang sejak tadi duduk tepat di belakangku. Laki-laki itu berpakaian lusuh, mulai dari atas kepala hingga kaki. Aku pun hanya memandanginya dengan heran. “Siapa ya orang ini, kok kayaknya familiar mukanya,” ucapku dalam hati.
“Kenapa? Ada yang mau ditanyain?,” tanya laki laki itu kepadaku. Belum sempat ku jawab pertanyaan itu, laki-laki itu melanjutkan perkataannya, “Kalau memang belum sampai, ya, dicoba lagi. Nanti ada saatnya kamu berhasil kok.”
“Semua orang sama saja! Tinggal bilang coba lagi, nanti berhasil, nanti bisa. Terus kapan aku beneran bisanya!,” tukasku dengan tajam. “Kau tahu… banyak yang sudah ku lakukan untuk mencoba meraih titik itu. Aku rela meninggalkan hobiku hanya untuk meraihnya. Aku bahkan menolak hampir semua ajakan teman-temanku untuk bermain di akhir pekan.
Aku menghabiskan hampir seluruh waktuku hanya untuk mencapai titik itu. Tapi, apa hasilnya? Setiap hari, aku berlari sekuat tenaga agar aku bisa mencapai titik itu dengan cepat, namun tetap saja tidak ada hasilnya. Tidak ada!”
“..karena sejak awal ia hanya fokus pada tujuannya, yakni garis finish”
“Kadang aku berpikir, apa ada yang salah dari diriku sampai-sampai semua usahaku selama ini tidak pernah membuahkan hasil. Rasanya jika aku melihat orang lain, mereka bisa dengan mudahnya menggapai semua tujuan mereka,” lanjutku dengan suara kupelankan.
Laki laki itu berpikir sebentar kemudian berkata, “Jadi… apa kau iri dengan orang-orang itu?,”. Aku menarik nafas panjang sebelum akhirnya membalas pertanyaan lelaki itu “Hmmm, ya, sedikit sih. Rasanya sedikit tidak enak ketika melihat orang lain bisa dengan cepat mencapai tujuan mereka”.
“Apakah kau tahu cerita Kelinci dan Kura-kura?,” tanya lelaki itu padaku.
“Ya, tentu saja aku tahu. Siapa yang tidak tahu dengan cerita anak-anak itu,” jawabku dengan nada yang sedikit bingung.
“Sekarang ku tanya satu hal. Menurutmu, mengapa dalam kisah tersebut sang kura-kura bisa mencapai garis finish dan memenangkan perlombaannya?,” kata lelaki itu sambil menatap ke arahku. Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung menjawab pertanyaan itu dengan tegas, “Tentu saja karena kelincinya tertidur, kan?”
“Kau salah! kura-kura itu bisa memenangkan perlombaannya karena ia percaya pada usahanya dan dirinya sendiri. Kura-kura itu tidak peduli dengan siapa lawannya, karena sejak awal ia hanya fokus pada tujuannya, yakni garis finish,” katanya.
Ia melanjutkan, “Coba bayangkan kalau sejak awal, kura-kura sadar bahwa ia telah tertinggal jauh oleh kelinci dan memutuskan untuk berhenti dan bahkan marah pada dirinya sendiri. Apakah cerita tersebut akan berakhir dengan kura-kura sebagai pemenangnya?”
Pertanyaan itu sontak menyadarkan diriku. Benar, perkataan lelaki itu ada benarnya.
“Hei, tidak usah terburu-buru untuk mencapai garis finishmu. Tidak usah sibuk memikirkan mengapa lawanmu mungkin sudah lebih kuat dari dirimu”.
Setelah mendengar perkataannya itu, mataku mulai terasa panas dan pipiku juga mulai basah. Aku tidak bisa membendung air mata ini setelah mendengar perkataan laki-laki itu. Benar, tugas kita hanyalah untuk berusaha sebaik mungkin dan fokus pada tujuan serta usaha kita.
Jalan yang kita lalui mungkin tidak akan sama dengan orang lain, tapi pada akhirnya, usaha kita akan membawa kita sampai ke titik tujuan.