Hujan Kemarin

0
4831

Suara decitan besi yang saling bergesek terdengar jelas disertai alunan nada bahagia sepasang anak kecil di pagi hari itu. Lebih kencang dong dorong ayunannya kak!, ” ucap Aluna sambil tertawa.

Oke Una! Kak Gara dorong lebih keras ya! Siap-siap, pegangan yang kencang, wuuuu!, ” balas anak laki-laki tersebut sambil berteriak dengan senang hati mendorong ayunan.

Rambut kepang Aluna terhempas angin taman segar, terlihat sangat cantik di mata Sagara. Tiba-tiba awan mendadak mendung, semua nampak gelap. Turun hujan deras menyentuh tanah taman disertai petir di mana-mana. Suasana ceria pagi hari itu hancur seketika. Orang tua kedua anak itu segera menjemput anaknya di taman.

Sambil digendong ayahnya menuju rumah, Aluna kecil heran, mengapa keluarga Gara berbondong-bondong membawa banyak barang ke mobil besar itu? Setelah menunggu dan terus menunggu, Aluna tersadar. Teman kecilnya, sudah pergi. Aluna pun tak pernah sempat mengucapkan perpisahan terakhirnya.

Sembilan tahun sudah berlalu sejak kejadian itu. Kini Aluna sudah menginjak bangku SMA. Dia juga sudah agak melupakan kejadian sebelumnya, bahkan nama temannya. Tapi masih terekam jelas hari-hari yang dijalani Aluna kecil tanpa tetangga sekaligus sahabatnya.

Aluna sempat mendaftarkan diri untuk pertukaran pelajar beberapa hari lalu dan hari ini pengumuman telah tiba. Seperti yang diharapkan dari seorang Aluna, dia berhasil pergi ke Australia untuk pertukaran pelajar.

Jantung Aluna berdebar keras, bersemangat sekaligus gugup akan hari pertamanya di sekolah internasional tersebut. Dia menuju ke kelas pertamanya, tapi tubuh tinggi menabrak Aluna secara tidak sengaja. Sorry, I rush to pick up the exchange stud-“ ucapannya mendadak terpotong setelah berpapasan rombongan Aluna yang merupakan orang yang dia cari.

Aluna terkejut, perasaannya tidak karuan, campur aduk saat melihat si lelaki. Kakak..? ucapnya sambil menatap wajah tampan di hadapannya. Lelaki berpenampilan tinggi besar yang kebingungan itu segera sadar saat melihat nama di sebelah kiri seragam Aluna. Aluna bingung, bingung harus bereaksi seperti apa. Senang, sedih, marah, menjadi satu.

Kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah : “Kenapa tidak pernah menghubungiku? Kakak membenciku?”.

Si kakak pun mencoba menjelaskan secara halus, “Aku selalu mencarimu, tapi tidak pernah mendapat jejak Una di semua media sosial, percayalah… “. Aluna segara memeluk erat lelaki di depannya, walau perasaan Aluna agak aneh dia tetap mau memaafkannya.

Hari demi hari berlalu, sudah sembilan bulan lebih Aluna berada di kota itu. Ia juga tengah menjalin hubungan dengan sahabat masa kecilnya yang sekarang ia memanggil Bara. Sebentar lagi Aluna harus kembali ke kota asalnya.

Sedih rasanya harus menjalani hubungan jarak jauh setelah saling melepas rindu dengan Bara. Bara pun berinisiatif mengajak Aluna makan malam bersama terakhir di rumah Bara sebelum Aluna kembali ke Indonesia.

Aluna menyiapkan diri dengan amat cantik memakai gaun yang kemarin ia beli di toko. Memoles sedikit kulit halusnya dengan beberapa jenis riasan. Bara pun menjemput Aluna menggunakan mobil ayahnya. Ia sangat terpukau dengan kondisi Aluna hari ini sampai tak terhitung berapa pujiannya saat di mobil.

Saat sampai di rumah, Aluna menunggu di ruang tamu. Sambil Bara menyiapkan makan malam, Bara lupa… Bara lupa menyembunyikan sesuatu. Ia segera lari ke ruang tamu, tapi semuanya sudah telat. Aluna sudah tahu.

“Siapa kakak sebenarnya? Kenapa selama ini berpura-pura hidup menjadi Kak Gara?!! Dimana Kak Gara? Kenapa.. kakak tega?,”. Aluna merasa dibohongi ketika mendadak teringat nama yang berbeda dengan sahabatnya dan berteriak mengungkapkan pertanyaan di benaknya.

Polesan indah di wajah Aluna luntur, tersapu habis air mata yang membanjiri pipinya. Bara mencoba menjelaskan, tapi Aluna kepalang kecewa dan tidak percaya pada Bara. Aluna segera keluar komplek dan menaiki taksi.

Bara mengejar Aluna, tapi taksinya sudah terlanjur jauh. Bara ingin menyusul ke rumah Aluna, tapi takut malah memperkeruh suasana. Andai Bara tidak lupa menyembunyikan pigura keluarganya itu, Bara dapat menyelesaikan tugasnya hingga akhir.

Besok Aluna pulang, dan masih belum menemui Bara. Ia memblokir seluruh akses sosial media yang memungkinkan Bara menghubunginya. Aluna pun sudah pulang ke Indonesia dihantui beribu pertanyaan. Jadi dimana Sagara asli yang ia kenal ?

Harusnya Aluna diam dan mendengarkan penjelasan Bara, tapi rasa kecewanya terlalu besar, bahkan ia tidak mampu untuk menatap mata Bara. Tiba-tiba Aluna mendapat notifikasi email yang mengacaukan lamunannya. Tertera nama si pengirim di paling atas pesan, Bara.

Bagaimana Bara bisa tau kontak email Aluna? Merupakan pertanyaan pertama yang muncul di benaknya. Ingin menghapusnya tapi mungkin terdapat jawaban atas semua pertanyaan Aluna di dalam email tersebut.

“Halo Una, Una pasti marah besar ya sama kakak? Tidak apa-apa, Kakak minta maaf yang sebesar-besarnya yaa. Kakak hendak memberitahu Aluna saat semuanya selesai. Kak Bara punya alasan untuk melakukan ini semua. Sagara.. sudah tidak ada di sini, di dunia ini. Hari ia pindah ke Aussie setelah ibu dan ayah kami berbaikan merupakan hari terakhirnya. Mobil yang Gara pakai untuk membawa ia ke bandara menabrak truk besar di tol. Hujan saat itu benar-benar deras, menutup pandangan kaca supir truk tersebut. Gara sempat dibawa ke RS, dan ibu kami tidak dapat diselamatkan. Saat Gara sadar dari koma, Gara menulis beberapa pesan padaku. Ah, kakak belum beri tahu ya? Kakak adalah saudara kembar Gara. Gara berpesan untuk pura-pura menjadi dirinya agar Una setidaknya bisa merasakan kasih sayang terakhir Gara, dan memberi tahu pelan-pelan saat Aluna sudah siap. Kakak tidak dapat menolak permintaan terakhirnya, tapi sungguh.. kakak tidak pernah berpura-pura menyayangi Aluna. Sekali lagi, Kakak minta maaf ya. Ini alamat peristirahatan terakhir Sagara. [Berbagi lokasi, pemakaman keluarga Pandan Asih]

Lagi, dan lagi. Entah sudah ke berapa kalinya Aluna terkejut. Bendungan air asin itu kini mengalir deras lagi di pipi Aluna. Hujan badai kembali mengguyur kota Bandung seperti pada hari terakhir ia bertemu Sagara. Perasaan Aluna kosong. Bingung membedakan mimpi dan realita. Ditamparnya wajah mungil Aluna pelan, berharap mimpi buruk ini akan segera selesai. Tapi semua tak selalu sesuai harapan.

Pada akhirnya Aluna cuma bisa merelakan. Untuk apa memaksa lagi takdir Tuhan. Ditentang pun tidak bisa merubah kenyataan. Biarkan semesta bekerja sebagaimana mestinya. Kini di hadapannya tertera nisan, dikelilingi bunga cantik nan wangi persis seperti empunya.

Hujan selalu menjadi pengingat Aluna akan dia. Lalu gerimis mulai turun, bedanya hujan kali ini tidak bertema kesedihan lagi. Aluna datang dengan senyuman dan perasaan ikhlas, bukan lagi tangis atau kekecewaan.

Ditemani Saga dan Gara, putra kembar Aluna dan Bara. Mereka bersama mendoakan sahabat yang pernah mewarnai dan memberi kisah pada masa kecil Aluna. Memang terkadang dunia terasa terlalu bercanda untuk dianggap realita. Tapi Aluna yakin, pasti ada rencana indah dibalik skenario memilukan semesta.

Melissa Amelia Putri