Prolog
“Sayang makanan sudah siap, yuk turun kebawah” ucap Keyra. “Iya sayang” sahut Abel, suami Keyra yang barusan memanggilnya untuk makan malam.
Abel adalah seorang pria asal Jakarta yang bekerja sebagai dokter. Alasan ia menjadi dokter untuk meneruskan pekerjaan almarhum ibunya yang dulu merupakan dokter. Ia bekerja di rumah sakit lokal di dekat tempat tinggal bersama istrinya. Sementara Keyra bekerja sebagai perangkai bunga di kota, lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Pasangan muda ini telah menikah selama enam tahun dan hidup sebagai keluarga kecil dengan satu putri bernama Jena di rumah yang penuh dengan kehangatan.
Awal mula kisah mereka berawal dari Abel yang bertemu dengan Keyra saat ia masuk ke toko bunga dimana Keyra bekerja. Abel masuk ke toko itu dengan rencana membeli sebuket mawar putih untuk mengenang kematian ibunya. Namun diantara bunga bunga elok yang mengelilinginya, Keyra lah yang menarik perhatiannya.
Bagaikan bunga paling indah dan spesial di mata Abel. Ia keluar dari toko bunga tidak dengan mawar putih tapi dengan pencapaian mendapatkan nomor milik Keyra, wanita yang ditaksirnya dari pandangan pertama. Fokusnya teralihkan, seharusnya buket mawar putih yang ia dapatkan tapi ini malah perasaan berbunga bunga. Abel kembali masuk ke toko bunga dengan tawaan canggungnya disambut dengan senyuman manis Keyra yang membuat hati Abel semakin luluh.
Lima tahun kemudian, Abel sekarang bisa melihat senyuman manis istrinya setiap kali ia membuka matanya di pagi hari. Dilanjut dengan sarapan bikinan Keyra yang selalu membuatnya kagum akan betapa enak masakan istrinya itu. Setelah sarapan Abel mengantarkan istrinya ke stasiun kereta, lalu pergi ke rumah sakit tempat kerjanya untuk mencari nafkah.
Di sore menjelang malam, ia menjemput istrinya dari stasiun sekalian pulang ke rumah untuk makan malam bersama dan beristirahat untuk menyambut hari yang baru di esok hari. Begitulah keseharian kehidupan sepasang Keyra dan Abel. Sederhana tapi penuh dengan ketulusan dan kasih sayang.
“Sayang makanan sudah siap, yuk turun ke bawah” ujur Keyra. “Iya sayang,” sahut Abel. “Key, tadi kamu enggak denger suara kereta itu?” tanya Abel kebingungan karena mendengar suara kereta padahal rumah mereka jauh dari rel kereta. “Sayang?,” Abel bertanya yang kedua kalinya tapi tetap tidak ada jawaban dari istrinya.
“Keyra, jawab dong kok kamu diam saja? Aku jadi takut..” Abel tetap mengulang pertanyaannya. “Ayah ayah, ibu kan sudah pergi.. maaf tadi adek lupa, malah main mainan kereta yang harusnya nggak adek sentuh,” ujar Jena, gadis kecil yang berdiri di depan ayahnya dengan mata memelas berkaca-kaca. Abel membalas ucapan gadis kecilnya dengan keheningan.
Dua tahun yang lalu. Saat itu Abel langsung berangkat setelah pulang kerja untuk menjemput istrinya dari stasiun. Hari itu menunjukan sore yang indah, langit senja terlukis di angkasa dengan warna biru merah kedunguan, menemani Abel yang sedang berdiri sambil memegang mawar putih. Bunga itu hasil petikan dari taman rumahnya yang ia tanam karena memiliki makna cinta sejati yang tulus.
Sebelum mata Abel sempat berkedip, kereta dari rel tersebut melaju cepat dan wush… nyawa dari orang yang paling ia cintai hilang dalam sekejap
Senyuman Abel dan sekuntum mawar putih sudah siap menyambut Keyra. Kereta yang ditumpangi Keyra pun datang. Gerombolan manusia keluar berdesak desakan dari kereta tersebut. Meski demikian mata Abel hanya terfokus pada wajah istrinya yang tetap sama cantik dari pertama kali ia melihatnya di toko bunga empat tahun yang lalu.
Momen indah berubah menjadi mimpi buruk tertragis yang tidak terbayangkan oleh Abel. Tubuh mungil Keyra terdorong-dorong oleh banyak orang hingga ia terjatuh ke rel kereta sebelah. Sebelum mata Abel sempat berkedip, kereta dari rel tersebut melaju cepat dan wush… nyawa dari orang yang paling ia cintai hilang dalam sekejap.
Abel hanya bisa diam di tempat, ia tidak bisa bergerak seakan-akan kakinya dibebani oleh bola besi berbobot 100 ton. Bunyi rel yang masih dilewati oleh kereta api dan teriakan orang-orang sekitar mendering di kepalanya. Mawar putih yang ia genggam pun jatuh tergeletak di lantai stasiun, remuk terinjak-injak oleh kawanan manusia yang bergegas menghampiri tubuh tak bernyawa Keyra. Waktu seolah-olah berhenti bagi Abel.
“Maafkan ayah, nak. Ayah masih belum bisa melupakan kejadian pada hari itu,” tutur Abel kepada Jena, Gadis cilik itu mendekap tubuh ayahnya sambil mengusap-usap pelan punggung Abel.
Selama dua tahun terakhir suara, senyuman, dan sosok Keyra hanyalah khayalan buatan imajinasi Abel guna menutupi kesedihan mendalam yang meremukan hatinya hancur berkeping-keping. Kematian Keyra telah membuat hidupnya seakan- akan berhenti.
Tidak lagi ada cahaya yang menerangi hidupnya, dan belahan dari hatinya separuh hilang. Jena- lah satu-satunya sosok yang membuat Abel tetap meneruskan hidup, bagaikan malaikat yang akan selalu ada disisinya.