Tanggal 20 Desember 2022 lalu, saya bersama saudara sepupu saya bernama Asroli berziarah ke makam mendiang ayah yang terletak di Pulau Sumbawa, seberang Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Pada hari itu, kami juga mengunjungi Istana Dalam Loka atau rumah adat Suku Samawa yang terletak di Sumbawa Besar.
Bangunan tersebut berdiri kokoh dan ciri bangunan adat khas Sumbawa yang membuat banyak turis ingin mengunjungi istana itu.
Ada berbagai macam keunikan filosiofi, bentuk bangunan, dan isi bangunan yang membuat orang tertarik datang untuk mengetahui lebih banyak tentang adat Suku Samawa.
Ada hal menarik yang tidak banyak orang tahu mengenai Istana Dalam Loka, yaitu istana tersebut dibangun berjejeran dengan bangunan masjid dan pemakaman. Menurut Saharudin (38), warga Sumbawa Besar yang tinggal di dekat Istana Dana Loka, filosofi pembangunannya, agar manusia mengingat alur hidupnya serta kewajiban yang harus mereka kerjakan.
Setelah bersenang-senang dengan diberikan tahta dan harta serta hidup di istana, manusia pun memiliki kewajiban beribadah kepada Allah SWT di Masjid dengan demikian setelah tiba ajal mereka akan dikubur di pemakaman.
Hal itu mengajarkan kita bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini. Harta yang kau dapatkan, tahta yang kau miliki, anak istri yang kau punya, itu semua hanya kesenangan duniawi. Bagaimanapun hidup didunia, pada akhirnya kita semua akan berpulang ke Allah. Kuburan dan pemakaman lah tempat terakhir kita.
Istana Dalam Loka merupakan peninggalan Kesultanan Sumbawa yang dibangun tahun 1885 oleh Sultan ke-16 dari Dinasti Dewa Dalam Bawa, Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III yang terletak di Jalan Sudirman Sumbawa Besar, NTB.
Istana Dalam Loka terbuat dari kayu jati dengan jumlah tiang sembilan puluh sembilan yang digunakan untuk merepresentasikan banyaknya Asmaul Husna atau nama-nama Allah. Kayu-kayu tersebut dicat berwarna hitam dan berdiri kokoh di pusat Sumbawa.
Istana tersebut dibuat dalam waktu Sembilan bulan sepuluh hari sama dengan usia bayi didalam kandungan dan memiliki dua lantai serta teras yang berbentuk pendopo. Di dalamnya terdapat berbagai replika patung dengan menggunakan baju adat Sumbawa sesuai dengan acara adat yang dilaksanakan.
Dibagian ruangan utama istana terdapat silsilah kesultanan Kerajaan Sumbawa dimulai dari mendiang raja yang pertama, Raja Maja Paruwa dari Dinasti Dewa Awan Kuning yang telah memeluk agama Islam sampai raja terkini yaitu Sultan Muhammad Kaharauddin IV.
Dibagian samping kanan dekat jendela di ruang utama istana terdapat replika singgasana kesultanan Sumbawa dengan ornamen kuning dan bercampur orange. Ada dua kursi dengan satu meja ditengahnya serta tembolak yang terletak di atas meja tersebut. Tembolak adalah tudung saji yang biasanya digunakan untuk menutup makanan.
Terdapat pula pajangan benda-benda pusaka seperti keris yang memiliki filosofi tersendiri seperti keris Baruayat. Keris pusaka Kesultanan Sumbawa itu digunakan saat memakai pakaian adat ketika menikah atau dipakai untuk upacara adat dan upacara kebesaran Kesultanan Sumbawa.
Kemudian ada Keris Kamutar Rea dikenakan sebagai pakaian kebesaran atau Pangkenang Kenadi Sultan Sumbawa pada Upacara Tokal Adat Road dan yang terakhir ada Keris Kamutar Ode yang digunakan sebagai kelengkapan pakaian kebesaran bangsawan adat Suku Samawa pada upacara perkawinan agung.
Memasuki ruangan selanjutya terdapat pajangan alat musik khas Sumbawa yaitu musik gong genang yang terdiri dari genang (gendang), gong dan sarunai. Musik gong genang dipakai untuk mengiringi upacara adat, permainan rakyat maupun iringan tari yang diperkaya dengan palompong maupun rebana rea atau ode.
Di bagian dalam ruangan terdapat peti. Masyarakat Sumbawa menyebutnya kandaga yang merupakan peti khusus untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti pakaian adat, perhiasan dan barang berharga lainnya.
Benda tersebut ada di hampir setiap rumah masyarakat Suku Samawa, demikian pula di istana dan rumah para bangsawan Sumbawa. Kandaga memiliki kekhasan seperti ornamen ukiran atau ditambahkan kerang sebagai elemen estetika hiasannya.
Di ruangan ketiga terdapat berbagai peralatan yang biasa digunakan bangsawan pada kehidupan sehari-hari seperti tembolak atau tudung saji, cangkir dan piring dengan ornamen ukiran khas Suku Samawa.
Kini Istana Dalam Loka menjadi wisata adat dan budaya yang tetap dijaga nilai estetikanya oleh masyarakat Sumbawa, namun tempat tersebut pun sering disewakan sebagai tempat menggelar upacara adat dan upacara pernikahan adat Suku Samawa.
Mita Apriani, mahasiswi Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta