“Tisu..Tisu..Silakan, Pak, Bu, dibeli tissuenya. Harganya hanya Rp 5 ribu rupiah dapat 2 pak,” ujarnya di pinggir jalan saat lampu merah sembari menawarkan tissue pada para pengendara. Dari pagi hingga sore hari, belum ada yang membeli tissuenya.
Ia khawatir hari ini ia tidak bisa makan karena tissuenya belum laku. Namun tiba-tiba. “Saya mau beli dek!” teriak seorang bapak pengendara motor melambaikan tangannya.
Penjual tisu dengan senang menghampiri motor itu dengan menggunakan alat bantu untuk berjalan. “Silakan mau beli berapa, Pak?” tanyanya dengan ramah. “Rp 5 ribu dapat 2 ya, saya beli 20 pak ya jadi Rp 50 ribu,” jawabnya sambil memberikan uangnya. “Wah makasih banyak ya Pak, ini tisunya,” sahutnya sangat mengucap syukur. “Sama-sama semangat terus ya dek,” kata pengendara motor meninggalkan sang penjual tisu karena lampu lalu lintas sudah hijau.
***
Ya seperti itulah keseharian dalam hidup sang penjual tisu. Andi namanya. Saat ini ia berusia 12 tahun yang seharusnya sudah duduk di bangku kelas 6 SD, namun Andi putus sekolah sewaktu masih duduk di kelas 1 SD karena kendala ekonomi. Sekarang Andi harus membiayai hidupnya dengan berjualan.
Andi memiliki kekurangan pada kakinya yaitu kaki kanan Andi tidak utuh. Hal ini terjadi karena Andi tertabrak mobil saat itu hingga mengharuskan kaki Andi diamputasi. Kekurangannya ini membuat Andi belum bisa menerimanya dengan ikhlas. Ia takut tak bisa menggapai mimpinya hanya karna kekurangannya ini.
***
Malam itu tepat jam 10 malam, Andi kembali ke tempat tinggalnya dengan membawa uang Rp 50 ribu, sedangkan tisu yang ia bawa untuk dijual masih tersisa banyak. “Mmm, malam ini hal itu pasti akan terjadi lagi,” batin Andi. Suara keributan sudah terdengar dari jauh. Andi menghampiri rumahnya. Ukurannya hanya sepetak dan kumuh. Dinding kayu yang sudah rapuh dimakan rayap. Terbilang ini bukanlah sebuah rumah yang layak ditinggali.
“Kalian ini gimana sih, jualannya kok ga benar? Masa hanya dapat segini?!” bentak seorang laki-laki bertubuh kekar kepada anak-anak seumuran Andi. Pria itu adalah seorang yang mempekerjakan anak-anak yatim-piatu untuk berjualan tisu. Ketika Andi datang, pria itu menoleh ke arah Andi dan masih memasang wajah marah.
Andi memberi tahu bahwa stok tisu yang ia jual masih tersisa banyak. Pria itu memukul Andi. Berkata kasar bahkan menghina Andi. Semua anak ketakutan melihat kekerasan tersebut, mereka tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Andi yang mendapatkan perlakuan tersebut tampak biasa saja karena itu sudah hal yang biasa baginya. Hari itu, Andi kembali tidak diberi makan.
Hari demi hari kehidupan malang Andi terjadi seperti itu adanya. Seringkali juga Andi melihat anak-anak sebayanya bisa berlari ke sana ke mari, bisa ke sekolah untuk mencari ilmu. Sedangkan Andi? Hanya seorang anak penjual tisu yang hidup serba kekurangan dan tak sempurna. Andi selalu merasa bahwa Tuhan tak adil bagi dirinya dan akhirnya terus menyalahkan Tuhan.
“Tuhan! Di manakah diriMu? Aku sudah cape ya Tuhan hidup seperti ini terus menerus!! Apakah diriMu beneran ada, Tuhan? Kenapa seakan Engkau dan semesta ini tidak ada bagi aku. Kenapa ?” ucap Andi di tengah derasnya hujan yang mengguyur seluruh tubuhnya dan petir menggelegar.
***
Suatu hari Andi melewati sebuah pertunjukkan musik yang dikunjungi oleh banyak orang. Terlihat semua orang sangat menikmati lagu yang dibawakan musisi tersebut. Musisi itu bernyanyi sambil memainkan piano. Suaranya yang merdu diiringi alat musik membuat Andi penasaran dengan sosok musisi.
Andi berusaha keras melewati kerumunan orang, sehingga Andi menjadi pusat perhatian banyak orang. Akhirnya Andi berhasil menempatkan posisinya persis di depan panggung. Andi terkejut. Andi heran mengapa sang musisi tersebut menggunakan kacamata hitam.
Andi bertanya pada seorang yang berada di sampingnya. “Permisi kak, aku mau tanya, siapakah dia? Kenapa dia menggunakan kacamata hitam saat bernyanyi?”
“Dia adalah Stevie Wonder, penyanyi asal Amerika Serikat. Kacamata hitam itu sudah menjadi ciri khasnya. Stevie Wonder ini tunanetra sejak lahir, jadi ia tidak bisa melihat,” jawabnya membalas pertanyaan Andi. Andi tercengang mendengar jawabannya.
Setelah penampilan Stevie Wonder berakhir, Andi diminta oleh manajer dari Stevie Wonder untuk menemui Stevie di balik panggung. Sang musisi itu tertarik untuk berbincang sedikit dengan Andi, setelah manajernya menceritakan tentang perjuangan Andi mendekati panggung dalam kondisi fisik yang jauh dari kata sempurna. Tentunya Andi mau, karena itu sungguh merupakan kesempatan yang tak dapat dilewatkan bagi Andi. Andi menghampiri dan duduk di samping Stevie Wonder. Andi memulai pembicaraan dengan memperkenalkan diri.
“Halo salam kenal nama saya Andi, senang bisa bertemu dengan Anda. Saya sangat suka sekali lagu yang dinyanyikan tadi.”
“Hai Andi, nice to meet you and thank you!” jawabnya sambil menjulurkan tangan.
“Saya tahu dari manajer saya, kalau salah satu kakimu itu tidak utuh ya, Andi? Tapi katanya tadi kamu tetap berusaha untuk melihat saya lebih dekat?” tanya Stevie sambil menepuk pundak Andi.
“Iya betul sekali, saya kehilangan salah satu kaki saya karena terjadi sebuah kecelakaan, hingga kaki saya harus diamputasi.”
“Saya turut berduka atas masalah yang menimpa kamu, Andi.”
“Iya terima kasih. Namun, saya seringkali marah pada Tuhan, saya bertanya pada Tuhan kenapa hal ini harus terjadi pada saya? Ditambah lagi saya hanya seorang penjual tissue yatim-piatu, saya tidak dapat bersekolah karena saya tidak memiliki uang. Saya ingin seperti anak-anak lainnya yang bahagia di luar sana. Kenapa dunia ini ga adil buat aku ?” kata Andi yang sudah mulai meneteskan air matanya.
“Andi, kamu tidak boleh menyalahkan Tuhan atas segala yang sudah terjadi..” jawab Stevie mulai menenangkan Andi.
“Tapi kenyataannya Tuhan berikan semua masalah ini pada aku!” jelas Andi.
“Ingat Andi, Tuhan itu maha melihat dan mendengar, jaga ucapanmu. Apa yang kamu alami sekarang ini bukan sesuatu hal yang harus kamu salahkan pada Tuhan. Percayalah bahwa Tuhan sangat menyayangi kamu, buktinya hingga detik ini kamu masih bisa merasakan kehidupan bukan? Saya terlahir dalam keadaan buta. Ya. Tentu pada saat kecil, saya merasakan hal yang sama seperti apa yang kamu rasakan.
Saya tidak bisa menerima segala kekurangan saya. Dunia? Seperti apa dunia? Bahkan membayangkan pun saya tidak bisa. Namun seiring berjalannya waktu, saya mulai menerima diri saya dan merasakan kehadiran Tuhan di dalam hidup saya. T
uhan selalu menjagai saya, juga Tuhan memberikan talenta yang luar biasa untuk saya. Saya bisa bernyanyi dan bermain alat musik walaupun saya tidak bisa melihat, hingga sekarang saya bisa dikenal oleh orang banyak dan mereka semua menyukai karya-karya saya. Tuhan sungguh baik, ingat itu selalu Andi…”
Andi yang mendengarkan itu mulai berpikir dan menyadari.
“…dari pengalaman hidup saya membuktikan bahwa kekurangan atau ketidaksempurnaan kita tidak akan menghambat segala mimpi yang ingin kita capai. Saya yakin, kamu memiliki talenta yang nanti membawamu pada kesuksesan dan menjadi inspirasi bagi orang banyak. Mulailah dari bersyukur Andi,” lanjut Stevie Wonder.
Perkataan Stevie Wonder membuat Andi menangis kejer. Ia merasa sangat berdosa karena sudah berbicara jahat kepada Tuhan dan tidak mensyukuri hidup. Ia menyadari bahwa kekurangan pada tubuhnya itu tidak akan menjadi penghalang baginya untuk memperjuangkan hidup dan menggapai cita-cita. Andi sangat bersyukur dan berterima kasih karena sudah dipertemukan dengan sosok musisi yang menyadarkan juga menginspirasi dia.
Hidup adalah sebuah anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada setiap manusia. Tak ada manusia yang dapat mengatur dan menentukan kehidupannya seperti apa. Kita tidak bisa memilih mau hidup di keluarga seperti apa, hidup menjadi seorang yang bagaimana, dan sebagainya. Di balik kekurangan pasti akan ada kelebihan.
Masalah yang menimpa kehidupan kita juga bukan sebuah “kesialan”, tetapi itu merupakan sebuah cobaan hidup yang harus dijalani. Cobaan hidup ini bagaikan teka-teki yang harus dipecahkan agar memperoleh sebuah jawaban yang berkesinambungan. Ingatlah, Tuhan sudah menyiapkan rencana terbaik untuk setiap hidup masing-masing manusia.