Pandemi Covid-19 tidak hanya berpengaruh bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga memengaruhi bidang yang lain. Bidang pariwisata salah satu yang terdampak pandemi. Penulis ingin berbagi informasi mengenai kehidupan dunia pariwisata pada saat kondisi pandemi khususnya di Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Jakarta.
Kondisi pandemi tidak membatasi praktisi-praktisi pariwisata untuk berjalan. Contohnya, banyak pemandu wisata yang menggunakan media digital untuk memperkenalkan wisata daerah mereka. Ada juga tur yang dijalankan secara virtual.
Kalau kuliah di jurusan pariwisata jadi tidak bisa praktik memandu, dong? Itu salah besar. Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti bisa “kuliah sambil jalan-jalan”, walaupun pandemi! Menyenangkan bukan. Itu karena kami harus berlatih menjadi memandu tur.
Di awal pandemi, kami sebagai mahasiswa STP Trisakti jurusan Usaha Perjalanan Wisata (UPW) belum bisa mengikuti mata kuliah praktik memandu secara tatap muka. Untuk kelas praktik, saya dan teman-teman mempelajari teori memandu terlebih dahulu. Kami belajar cara menjadi seorang pemandu wisata yang benar, bagaimana menangani wisatawan yang menginginkan hal-hal tertentu sampai bagaimana cara memberikan kenangan yang tak terlupakan kepada wisatawan. Walaupun secara teoritis, kelasnya seru dan ilmunya dapat banget!
Setelah kondisi pandemi membaik, kampus kami perlahan-lahan memberlakukan kelas hybrid yang menjadi kesempatan bagi kita untuk pergi ke kampus. Akhirnya beberapa dari kita bisa kuliah sambil jalan-jalan! Selama kelas memandu hybrid ini, kami tidak langsung terjun ke lapangan. Kami diberitahu terlebih dahulu kisah atau sejarah mengenai lokasi praktik nanti.
Setelah itu, kami melakukan praktik pemanduan di kelas terlebih dahulu dan barulah kita melakukan pengambilan nilai di lokasi praktik yang telah ditentukan. Kami belajar bagaimana cara melayani wisatawan di hotel dan bandara serta bagaimana cara menangani hal-hal tidak terduga yang dapat terjadi.
Selama kelas maupun praktik memandu, kami ditemani dan dibimbing oleh dosen-dosen STP Trisakti yang sudah berpengalaman. Untuk angkatan 2020, kami belajar mata kuliah memandu selama tiga semester. Kami diajar cara membuka pemanduan hingga menutupnya dengan sopan dan berkesan. Kami juga diajarkan bahwa dalam pemanduan tidak harus melulu memberikan penjelasan melainkan kita juga harus berinteraksi seperti mengajukan pertanyaan, mengajarkan sebuah budaya Indonesia, dan sebagainya.
Selain ke Kebun Raya Bogor, STP Trisakti juga mengajak kami untuk belajar sambil jalan-jalan ke Bandung, Yogyakarta, Bali, dan Jakarta. Begini urutan pembelajaran untuk memandu yang harus kami ikuti. Pada semester pertama, kami belajar teori memandu secara daring. Di semester dua, kami melakukan pemanduan hybrid tur Kota Jakarta.
Pada semester tiga, kami melakukan pemanduan hybrid di Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Bali.
Saat pemanduan tur Kota Jakarta, saya mengikuti kelas secara daring. Saya menggunakan aplikasi power point untuk membantu memberi gambaran lokasi pemanduan kepada wisatawan. Sayang sekali suasana pada saat pemanduan daring berlangsung tidak seseru pada saat pemanduan tatap muka. Akan tetapi kegiatan pemanduan daring tetaplah berkesan dan menambah pengalaman serta memperluas pengetahuan saya.
Pada waktu pemanduan ke Bogor, kami mengunjungi Kebun Raya Bogor. Pada waktu pemanduan di Bandung, kami mengunjungi Tangkuban Perahu dan Saung Angklung Udjo. Lantas selama perjalanan menuju lokasi apa yang dilakukan? Kami secara bergantian melakukan pemanduan passing site (memberikan informasi mengenai hal-hal yang berada di jalan). Banyak informasi yang dapat kami peroleh.
Saat kami melakukan pemanduan di dalam bus, kami harus memperhatikan cara berdiri kami agar tidak terlempar di dalam bus. Kami harus berpegangan bus serta memegang mikropon selagi melakukan pemanduan. Karena kondisi pandemi, kami lebih dianjurkan untuk pergi ke Jogja saja dan tidak ke Bali. Saat ini kami sedang mempersiapkan untuk praktik Memandu di Yogyakarta.
Selama kelas memandu kami menganggap bahwa wisatawan yang kami bawa adalah wisatawan mancanegara, sehingga selama kegiatan praktik kita membagikan penjelasan dalam bahasa Inggris. Dalam kelas memandu, teman-teman kamilah yang berpura-pura menjadi wisatawan.
Kami dibiasakan untuk berbagi informasi setidaknya selama 15 menit. Pada awal kegiatan praktik, saya sangat kaget karena diminta berbicara selama itu dan dalam bahasa Inggris lagi, tetapi lama kelamaan kami semua mulai terbiasa dan kami menjadi lebih baik setiap saat.
Jangan khawatir karena selama kegiatan tatap muka, kami sangat memperhatikan protokol kesehatan. Sebelum kelas kemarin, kami melakukan antigen untuk memastikan seluruh mahasiswa yang hadir negatif Covid-19. Pengalaman kuliah sambil jalan-jalan ini menurut saya sangatlah luar biasa bikin deg-deg-an dan juga menyenangkan.
Jadi, bagaimana kondisi mahasiswa pariwisata di masa Covid-19?
Jawabannya, kami akan terus maju dan akan terus berjalan walaupun di masa pandemi.
Christelle Dione, Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti jurusan Usaha Perjalanan Wisata angkatan tahun 2020, Jakarta.