Stigma merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari seorang manusia. Stigmatisasi merupakan suatu proses sosial ketika seseorang yang terpinggirkan telah diberi label sebagai orang yang abnormal atau sesuatu yang memalukan. Kata ‘stigma’ berasal dari bahasa Yunani kuno, yang berarti adanya jarak sosial dimana orang lain tidak mau bergaul dengan orang yang bersangkutan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya.
Sosiolog dari Amerika Serikat bernama Erving Goffman mendefinisikan stigma sebagai atribut yang mendiskreditkan orang lain dan yang merupakan hasil dari konstruksi sosial. Adapun stigma muncul karena kondisi fisik seseorang, karakter yang negatif, atau latar belakang ras, jenis kelamin, lokasi tempat tinggal, dan etnis.
Di Indonesia sendiri sering terjadi stigmatisasi terhadap seorang perempuan bahkan sejak zaman dahulu kala. Perempuan selalu diidentikkan dengan urusan rumah seperti memasak, mengurus anak, mencuci baju, dan sebagainya. Pada zaman dahulu perempuan bahkan tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan oleh orang tuanya karena dianggap sebagai pekerjaan yang sia-sia.
Menurut orang zaman dahulu perempuan hanya akan menjadi seorang ibu dan seorang istri sehingga tidak perlu mendapatkan pendidikan, hingga Raden Ajeng Kartini atau yang kerap dipanggil RA Kartini membuat langkah besar. Kartini muncul sebagai orang yang mewakili seluruh perempuan di Indonesia atas ketidaksetaraan gender yang terjadi. Ia sering menulis surat-surat tentang adanya ketidakadilan terhadap kaum perempuan yang ada di Indonesia. Kartini memberi cahaya baru bagi perempuan-perempuan di Indonesia.
Melalui bukunya yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” Kartini ingin memajukan kaum perempuan supaya memiliki hak seperti yang didapatkan kaum laki-laki. Melalui tulisan-tulisan Kartini, perempuan-perempuan di Indonesia semakin sadar bahwa mereka juga berhak mendapatkan pendidikan dan berkarya dengan bebas. Perjuangan RA Kartini membuahkan hasil sehingga saat ini perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama dan juga memiliki hak-hak yang sama.
Akan tetapi, walaupun emansipasi wanita sudah terjadi, masih banyak masyarakat yang memandang bahwa perempuan itu tetap berbeda dengan laki-laki. Nampaknya masih ada beberapa oknum yang menganggap perempuan itu lemah, penuh dengan perasaan, hanya bisa mengerjakan sesuatu yang ringan, dan tidak cocok untuk menjadi seorang ketua atau pemimpin.
Di Indonesia masih jarang ditemui seorang perempuan memiliki kedudukan penting dalam suatu masyarakat terlebih lagi dalam bidang politik dan pemerintahan. Biasanya seorang wanita hanya menduduki jabatan staf, sekretaris, atau bendahara. Jarang ditemui seorang perempuan menjabat sebagai kepala atau ketua umum. Dalam masyarakat juga masih tertanam anggapan bahwa pemimpin harus laki-laki karena dianggap lebih berwibawa, bijaksana, dan bertanggungjawab.
Keterlibatan perempuan dalam dunia politik merupakan sebuah pengalaman baru dimana sejak dulu perempuan dibesarkan dalam dunia domestik yang jauh dari ruang publik. Selain itu, perempuan tidak pernah disosialisasikan dalam dunia politik sehingga akses kaum perempuan pun terbatas. Di zaman yang semakin maju ini beriringan dengan terbukanya ruang publik bagi perempuan ternyata belum berjalan dengan maksimal. Oleh karena itu, diperlukan adanya penataan kelembagaan pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat sipil.
Pemerintah khususnya pihak advokasi harus bisa menjamin ruang politik yang cukup bagi perempuan serta kemenangan perempuan dalam pemilihan legislatif tanpa memandang status orang tersebut karena pada hakikatnya semua masyarakat dari segala lapisan dan latar belakang berhak mencalonkan diri dan memenangkan pemilihan umum. Berikut langkah dan kebijakan yang dapat diambil untuk memperbaiki masa depan perempuan dalam kiprahnya di dunia politik.
Ubah persepsi
Perlu ada perubahan persepsi masyarakat tentang pemimpin yang berjenis kelamin perempuan. Seperti fakta historis di Indonesia bahwa pada masa kerajaan dan masa Indonesia masih dijajah bangsa asing, perempuan ikut memainkan peran dalam pengambilan keputusan. Bahkan beberapa tokoh perempuan menjadi pemegang kekuasaan dan memimpin pasukan untuk mengusir penjajah.
Semua harus diawali dari masyarakat itu sendiri. Apabila mereka memiliki pikiran yang terbuka dan mempercayai perempuan juga bisa menjadi seorang pemimpin, maka proses naiknya perempuan ke ranah politik juga akan semakin mudah.
Terjun ke politik
Membangkitkan minat perempuan pada politik. Hal yang cukup sulit untuk mengajak perempuan agar terjun di dunia politik karena sejak awal tidak pernah diperkenalkan mengenai politik. Dahulu, untuk mendapat pendidikan saja perempuan sangat dipersulit apalagi pengetahuan mengenai politik. Maka dari itu, perlu diadakannya sosialisasi kepada perempuan agar mereka juga memiliki kesadaran bertanggungjawab pada tujuan-tujuan hidup yang lebih besar dan berdampak luas.
Hal ini dapat dilakukan dengan perlahan karena semuanya membutuhkan proses yang panjang. Pada awalnya mungkin perempuan akan diberikan sosialisasi mengenai politik, lalu mengajaknya mengikuti organisasi politik dalam lingkup sempit dahulu sambil diberikan wawasan dan pengetahuan. Baru setelah itu, jika mereka sudah tertarik dengan politik maka akan terus menyelaminya dan muncul dorongan dalam diri sendiri untuk mengikuti organisasi politik yang lebih besar cakupannya.
Hak perempuan
Perlunya perlindungan hak-hak perempuan karena dalam realita sosial di Indonesia saat ini masih dijumpai banyak pelanggaran hak-hak perempuan yang dilakukan masyarakat baik sesama perempuan maupun laki-laki. Hak-hak perempuan dalam bidang politik juga harus dilindungi karena terkadang sering dijumpai kasus perempuan memiliki jabatan pada posisi terbawah. Perempuan selalu diidentikkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan rumah seperti baby sitter (pekerjaan mengurus anak), chef (juru masak), pramusaji dan sebagainya.
Di suatu perusahaan, perempuan juga ditempatkan di staf atau sekretaris. Jarang ditemui seorang perempuan memiliki jabatan sebagai manajer. Walaupun ada itupun biasanya karena diberikan jabatan oleh perusahaan yang dikelola oleh keluarganya. Tindakan seperti ini tidak akan membantu perempuan memiliki power atau kekuasaan. Oleh karena itu, perempuan membutuhkan pembelaan agar tidak mengalami diskriminasi dalam berbagai aktivitas dan keterlibatan politik.
Sekolah politik
pembentukan sekolah politik bagi kaum perempuan yang bertujuan untuk merespons fakta yang memperlihatkan keterlibatan kaum perempuan ke dunia politik tidak didasarkan pada kesadaran dan kemampuan politik di kalangan perempuan. Pendidikan politik yang tersusun secara sistematis sangat dibutuhkan perempuan untuk menjelajahi dunia politik lebih dalam.
Pendidikan politik sangat dibutuhkan oleh kaum perempuan yang ada di Indonesia karena belum banyak perempuan yang memiliki minat pada ranah politik serta memfasilitasi mereka yang tertarik dengan politik namun kebingungan harus belajar dari mana.
Fasilitas sosial
Perlu fasilitas-fasilitas sosial dalam rangka mendukung pembentukan sumber daya manusia yaitu kaum perempuan yang berkualitas dan handal. Harapannya supaya nantinya kaum perempuan juga bisa bersaing dengan kaum laki-laki memperebutkan kursi kepemimpinan.
Contoh fasilitas yang dapat dibangun pemerintah untuk mendukung kaum perempuan dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yaitu membuat suatu organisasi yang terdiri dari para perempuan dan didalamnya terdapat berbagai agenda terutama membahas tentang isu politik.
Putri Resha Pamungkas, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Comments are closed.