“Pelajaran Dari Lasga”

0
71

Namaku Lasga Hanjaya, terlahir sebagai warga Jakarta yang mengalami dampak  buruk dari tragedi pandemi Covid-19 yang merugikan dalam  banyak hal baik itu finansial maupun kesehatan mental. Banyaknya kejadian tak menyenangkan yang dialami setiap insan di dunia pada pandemi ini. Ada yang diberhentikan dari pekerjaan, dipecat dari jabatan, dan masih banyak lainnya.

Belum lagi ketentuan-ketentuan yang wajib dipatuhi seperti mengurangi interaksi di luar rumah, menjaga jarak dan bahkan pendidikan secara tatap muka tidak bisa terlaksana karena protokol kesehatan yang ketat dan peningkatan jumlah pasien terpapar Covid setiap hari.

Aku adalah bagian dari yang terkena dampak buruk pandemi tersebut sehingga mengalami  hal menyedihkan yang terjadi selama hampir dua tahun. Aku merupakan seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta yang mengambil program studi perhotelan yang mengambil kerja paruh waktu sebagai staf dapur di salah satu hotel Jakarrta. Itu ku lakukan untuk membantu perekonomian keluarga, karena aku tidak mau terus memberatkan keluarga karena biaya kuliah pariwisata yang mahal.

Tapi, ketika terjadi pandemi manajemen memberhentikan dan merumahkan saya dengan alasan hotel sepi tamu.  Setelah itu aku juga harus dihadapkan dengan kenyataan pahit bahwa perkuliahan akan diadakan secara daring ( dalam jaringan ) selama kurun waktu yang tidak ditentukan. Aku pasrah dengan keadaan dimana aku harus mengisolasi diri dari kehidupanku yang biasanya.

Aku pemuda yang memiliki sifat overaktif dan sangat menyukai keramaian, selain itu biasanya setiap harinya aku akan bertemu dengan teman-temanku untuk sekedar berbagi keluh kesah tentang apa yang telah dilalui hari itu. Namun peraturan baru dari pemerintah membuatku tertekan. Aku membayangkan tidak bisa melakukan segala aktivitas seperti sedia kala.

Namun inilah takdir, aku percaya kepada pertolongan Tuhan. Aku selalu berdoa agar pandemi cepat berlalu, tetapi ada titik terberat, aku harus merasakan sangat terpuruk karena tekanan ekonomi. Aku sudah tidak bekerja lagi dan hidup terus berjalan. Kebutuhan hidup aku dan keluarga juga tidak berkurang, namun karena pandemi kami kehilangan pekerjaan dan merasakan beban hidup semakin berat ditambah aku memiliki banyak kebutuhan kuliah seperti membeli kuota internet, dan lain-lain.

Pemerintah memang memberikan bantuan kuota internet atau kuota pendidikan bagi siswa dan mahasiswa tetapi itu tidak cukup. Besaran data yang  ku butuhkan untuk proses belajar secara daring amat besar.

Aku mencari alternatif lain dengan cara berjualan online (daring). Aku menjual masakan-masakan yang aku buat dan mempromosikannya lewat media sosial. Aku membuat lalu menjual banyak masakan Indonesia seperti nasi tumpeng, soto, nasi goreng dan lain sebagainya. Aku juga ketua dari salah satu klub mahasiswa di kampusku yaitu Trisakti Food Team sehingga ilmu yang ku pelajari di klub tersebut ku aplikasikan untuk menghasilkan uang.

Hasil penjualan makanan setiap hari sangat cukup untuk menutupi kebutuhanku, sebab aku memiliki banyak relasi sehingga promosi jualannya pun mencakup cukup banyak orang. Yang juga menggembirakan, mereka puas dengan cita rasa dari makanan yang aku jual.

Pandemi memberi pelajaran, semua musibah akan terlewati.  cukup ambil hikmahnya. Jangan terlalu terpuruk pada keadaan, karena Tuhan tidak mungkin memberikan masalah tanpa jalan keluar.

Keluargaku selalu mendukung semua hal yang aku lakukan selama itu positif dan bermanfaat. Mereka adalah kekuatanku ketika kesehatan mentalku hampir terganggu karena banyaknya masalah dan keterbatasan ekonomi di masa pandemi. Pandemi tidak selalu membawa pengaruh buruk.

Adanya pengetatan prokes dan pembatasan kegiatan di luar rumah, membuat diriku memiliki lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan keluarga dan membangkitkan kembali kehangatan keluarga yang sempat tidak kurasakan karena banyaknya kegiatan di luar rumah yang harus ku lakukan setiap hari. Pandemi memberikan pelajaran, bahwa semua musibah akan terlewati. Ambilah hikmahnya. Jangan terlalu terpuruk pada keadaan karena Tuhan tidak mungkin memberikan masalah tanpa jalan keluar.

Kini pandemi sudah menginjak tahun kedua dan sudah memasuki masa PPKM ( pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat ), sistem perkuliahan sudah bisa dilakukan secara tatap muka namun tetap mengikuti prokes yang berlaku. Aku juga sudah kembali mengambil kerja paruh waktu di salah satu hotel di Jakarta karena pariwisata sudah kembali bangkit dan hotel sudah bisa beroperasi seperti sedia kala.

Pandemi melatih kesehatan mentalku dan membuatku sadar bahwa tidak ada yang abadi baik itu pekerjaan, jabatan, dan kekuasaan. Semuanya bersifat sementara dan hanya Yang Maha Kuasa yang berhak memiliki segalanya. Kita sebagai makhluk Tuhan tidak boleh angkuh ketika sedang berada diatas dan tidak boleh terlalu terpuruk ketika sedang dibawah. Roda kehidupan berputar, tidak selamanya kita akan bahagia dan tidak selamanya pula kita akan bersedih. Begitulah hidup. Cukup dijalani dan dinikmati.

 

Lasga Hanjaya Mahasiswa STP Trisakti Jakarta Jurusan Perhotelan