Kemajuan teknologi telah merambah berbagai bidang. Hal itu memberikan dampak kepada keberlangsungan kegiatan sehari-hari manusia. Salah satunya dalam bidang pendidikan. Para pelajar saat ini merupakan generasi milenial dan generasi Z. Mereka lahir dan tumbuh di masa teknologi sudah menjadi hal yang dekat dengan keseharian. Bahkan mungkin kita atau adik kita sudah dikenalkan sejak dini dengan gawai, sehingga sangat menguasai penggunaan teknologi.
Pelajar saat ini sudah akrab dengan teknologi tentu lebih mudah mencari informasi. Tidak perlu ke perpustakaan, membuka buku, membaca surat kabar, dan sebagainya. Melalui ponsel pintar yang terhubung dengan internet, sudah bisa bertanya dengan “Mbah Google”. Segalanya yang dicari pun ada. Akibatnya, pelajar di era kini mungkin tidak terbiasa melakukan hal membaca buku fisik dan memilih berselancar di internet.
Dalam bidang pendidikan, teknologi tidak hanya digunakan dalam mencari informasi atau materi pelajaran. Sejak tahun 2014 pelajar tingkat sekolah menengah pertama (SMP) Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) mulai dilaksanakan. Sementara itu pada pendaftaran perguruan tinggi negeri juga telah memanfaatkan teknologi melalui situs.
Pada pendaftaran perguruan tinggi pun dilaksanakan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang dimulai sejak tahun 2018. Selain itu sekolah maupun perguruan tinggi saat ini memiliki situs untuk memberikan informasi maupun digunakan sistem dalam kegiatan internal.
Ini menunjukkan pendidikan di Indonesia mulai memanfaatkan dan beralih ke digital, sehingga mungkin saja administrasi pada bidang pendidikan secara konvensional tidak ada lagi ke depannya. Sistem tersebut memiliki kelebihan adanya transparansi, mempersingkat waktu, tenaga, dan sebagainya. Walaupun demikian terkadang sistem digital maupun situs lembaga pendidikan masih memiliki kelemahan seperti situs yang bermasalah ketika banyak pengunjung atau pengguna. Tampilan di layar kadang masih kaku, dan kurangnya sosialisasi penggunaan beberapa aplikasi maupun situs milik lembaga atau institusi pendidikan.
Pada masa pandemi virus Korona, para pelajar dipaksa lebih melek teknologi. Dengan alasan mencegah penularan virus Covid-19, di awal pandemi hingga saat ini proses pembelajaran dilaksanakan secara dalam jaringan (daring). Dalam kondisi itu pelajar maupun pengajar mau tak mau mencari jalan tengah agar proses pembelajaran dapat berlangsung di tengah pandemi.
Semakin hari berbagai cara dilakukan melalui media yang sudah ada seperti video conference seperti Zoom dan Google Meet, Google Clasroom, dan sebagainya. Namun, lembaga pendidikan terutama sekolah dan kampus pun juga mengembangkan e-learning. Di masa pandemi, Kementerian Pendidikan, Ristek dan Teknologi serta lembaga pendidikan yang lain merumuskan aturan bagaimana proses pembelajaran dilakukan secara daring, luar jaringan (luring), maupun campuran. Proses pembelajaran daring dan campuran ini mungkin menjadi hal baru dan terus mengalami perkembangan.
Pandemi telah memberi bukti bahwa pembelajaran tidak harus dilakukan dalam kelas dan harus melaksanakan tugas yang dapat dikatakan kaku. Inovasi yang dilakukan pengajar pun juga memberi warna dalam pembelajaran selama pandemi.
Perkembangan teknologi pada bidang pendidikan, membuat pelajar dituntut lebih melek teknologi. Mungkin saja di masa mendatang pendidikan lebih maju dan tidak kaku seperti pembelajaran di kelas konvensional. Namun, kemajuan yang saat ini sudah dikembangkan sangat masif di masa pandemi ini perlu dipertahankan dan dimajukan. Sehingga pendidikan ke depan tidak kembali seperti dulu dan mengalami kemunduran.
Walau pun saat ini dan mungkin saja dikembangkan ke depan, pembelajaran melalui media daring perlu kesadaran pelajar. Kesadaran ini dalam hal aktif dalam hal mencari ilmu tidak hanya melalui kelas secara formal. Ini dapat dilakukan dengan mengikuti diskusi di luar kelas, organisasi, ekstrakulikuler, dan bacaan seperti buku maupun referensi lainnya.
Muhammad Irfan Habibi, mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang