Luka Matic, pria yang akrab dengan sapaan Luka ini merupakan pemuda kelahiran Serbia, 9 agustus 1994, ia adalah mahasiswa internasional Jurusan Perhotelan di Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta. Ia merupakan pemuda yang memiliki rasa cinta mendalam kepada negara Indonesia. Itu pula yang menjadi alasan utamanya kuliah di Indonesia, untuk mempelajari budaya Indonesia yang menurutnya unik.
Awal mula rasa cinta Indonesia muncul adalah ketika tahun 2012, Luka belajar bahasa Jerman. Kebetulan ia memiliki teman sekamar bernama Bayu yang berasal dari Sidoarjo, Indonesia. Dari situlah Luka mulai kenal Indonesia karena sering mendengar cerita tentang keindahan budaya dan adat istiadat di Indonesia. Juga melihat keindahan alamnya yang dijuluki potongan surga yang jatuh ke Bumi.
Luka kemudian mencari info lebih lanjut mengenai indonesia termasuk mengikuti Asosiasi Pertemanan Serbia-Indonesia yang bernama Nusantara. Bahkan setiap tahun ia mengikuti upacara 17 Agustus yang diadakan di Serbia.
Luka pertama kali ke Indonesia pada tahun 2015 untuk berlibur. Setahun kemudian, tahun 2016, ia datang lagi pada tahun 2016. Demikian pula pada tahun 2017, Luka datang lagi ketiga kalinya untuk berlibur. Dua tahun, tahun 2019, ia datang ke Indonesia, kali ini untuk mengikuti program pertukaran pelajar antara Serbia-Indonesia yaitu Darmasiswa. Darmasiswa merupakan program beasiswa satu tahun dari pemerintah Indonesia kepada pelajar WNA (Warga Negara Asing) yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia yang ingin belajar di Indonesia. Para pelajar tersebut akan disebar ke seluruh wilayah Tanah Air.
Waktu itu Luka bersama pelajar dari Meksiko, Peru, Aljazair, Siria, Afganistan, Pakistan, China, Korea Selatan, Bruneidarussalam, Timor Leste memiliki dua pilihan perguruan tinggi, Politeknik Pariwisata Sahid, Tangerang dan Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Jakarta. Pada akhirnya mereka menjalankan Darmasiswa di STP Triskati pada bulan September tahun 2019 sampai bulan Juni 2020.
Pada saat sedang menjalani program belajar selama satu tahun, ia mengikuti semua program dengan baik dari mulai mengikuti praktik masak di dapur STP Trisakti pada mata kuliah kitchen sampai belajar tourguiding (teori). Masih banyak hal lain yang dipelajari Luka dan para peserta lain saat mengikuti program tersebut di STP Trisakti.
Setelah masa Darmasiswa berakhir, Luka mendapat tawaran beasiswa prestasi 100 persen penuh dari STP Trisakti. Ia menerima tawaran tersebut dan kuliah di Trisakti sebagai mahasiswa jurusan perhotelan angkatan 2020 dengan syarat ia mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru STP Trisakti dan ikut promosi Kampus STP Trisakti baik di dalam maupun du luar negeri. Dia memilih STP Trisakti karena menurut ia, perguruan tinggi tersebut merupakan kampus pariwisata terbaik di Indonesia.
Hal itu membuat Luka kagum lalu jatuh cinta pada kampus pesona STP Trisakti. Menurut ia STP Trisakti merupakan satu-satunya kampus yang membuatnya jatuh cinta mendalam. Kecintaannya kepada STP Trisakti membawanya terus mengikuti promosi kampus dan selalu bersemangat menjelaskan tentang kampus tempatnya dia kuliah itu.
Belajar bahasa
Awal mula menginjakkan kaki di Indonesia, Luka memiliki keterampilan berbahasa Indonesia yang buruk, namun karena gigih belajar bahasa Indonesia, akhirnya dia bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Luka belajar bahasa Indonesia dengan cara mengikuti kursus di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Serbia dan ikut kursus bahasa kepada Ikatan Pelajar Indonesia Serbia (Keris). Setelah berada di Indonesia dan kuliah di STP Trisakti, sesekali teman kuliahnya membantu pelafalannya saat berbicara dalam bahasa Indonesia.
Yang membuat ia tertarik untuk menetap di Indonesia karena sangat menyukai kebudayaan dan adat istiadat Indonesia yang menurutnya sangat unik. Ia menyukai Indonesia dengan hamparan keindahan alam yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Ia ingin menjelajahi bumi Nusantara dan menemukan berbagai keunikan yang sebelumnya tidak pernah ia temui di negara asalnya.
Luka mengaku agak sulit beradaptasi saat dia mencoba membiasakan diri dengan kemacetan Jakarta.
Luka juga tentu saja menyukai wisata alam maupun wisata kuliner. Makanan yang paling dia sukai adalah sate Padang, namun dia selalu mengeluhkan sakit perut setelah memakan kuliner tersebut karena rasanya pedas.
Luka mengaku agak sulit beradaptasi dengan kondisi Indonesia yang sangat berbeda dengan negara asalnya saat dia mencoba membiasakan diri dengan kemacetan di kawasan Ibu Kota, Jakarta. Maklumlah di tempat asalnya, Serbia, tak ada kemacetan seperti di Jabidetabek sebab negaranya asri dengan padang savana yang luas.
Satu hal yang sangat dia cintai dari Indonesia adalah keramah-tamahan masyarakatnya. “Hal itu adalah kenangan yang sangat manis. Mereka selalu menyapa dan tersenyum kepada semua orang. Aku merasa sangat dihormati” ujar Luka.
Ia merasa nyaman dan sangat cocok dengan sikap masyarakat Indonesia yang sangat peduli, baik, suka menolong dan ramah terhadap pendatang baru. Luka tidak pernah merasa terdiskriminasi walaupun dia menjadi minoritas dengan fisik yang amat berbeda dengan masyarakat setempat.
Luka juga sangat tersentuh oleh semboyan bangsa Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu jiwa. Dia menyukai keberagaman dan toleransi yang ada di Indonesia terutama bidang agama. Di mata pemuda asal Serbia itu, Indonesia memiliki keragaman agama dengan ajaran yang berbeda, namun penduduknya tetap menghargai keberagaman tersebut.
Demikian juga dengan apa yang ada di STP Trisakti Jakarta. Kampus kami memiliki mahasiswa hampir dari seluruh provinsi di Indonesia, dari berbagai suku, agama, ras yang berbeda, namun kami tetap hidup rukun dan berdampingan dalam lingkungan organisasi kemahasiswaan. Kondisi itu sungguh unik dan mengagumkan.
Mita Apriani, mahasiswi STP Trisakti Jakarta Jurusan Pengelolaan Perhotelan.
ka kalau artikelnya di pending tuh kira kira berapa lama yah ka? terimakasiih
🙂
Hallo Ayu, biasanya pending selama satu minggu atau bisa juga lebih
Comments are closed.