Namaku Fisha Dewi Purnama, aku adalah seorang guru yang mengajar di SMA waktu dulu aku sekolah. Semua yang terlintas di pikiran saat ini adalah aku teringat dengan teman sekelasku dulu, yaitu Alvian Putra. Alvian adalah sosok laki-laki yang bisa di bilang banyak disukai para wanita termasuk aku, tapi aku sadar bagiku sulit untuk mendapatkannya.
Ya Allah maafkan aku yang sudah mengagumi makhluk ciptaanMu. Aku sadar seharusnya aku tidak boleh seperti ini, sedih dalam keheningan, tersenyum dalam harapan. Walaupun jauh, tapi aku hanya bisa mendoakannya sampai detik ini. Hampir lima tahun lamanya aku tidak pernah berkata bahwa aku menyukainya, karena cinta tidak harus memiliki, bukan?
Sudah cukup lama aku tidak melihat dirinya, jangankan untuk melihatnya untuk berkomunikasi saja tidak. Sampai detik ini entah apa yang aku rasakan selama ini, aku masih menyimpan perasaanku untuk dirinya, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, bukan? Aku berharap bisa berjodoh dengan dirinya.
Entah mengapa, jiwa ingin menikah menggebu-gebu, padahal jodoh saja belum menemukan. Aku yakin jodoh tidak akan pergi kemana, mau sejauh apapun jarak ataupun seseorang yang ada disekelilingnya, jika dia adalah jodohku pasti akan datang kepadaku. Tenang, semua sudah diatur oleh Sang Pencipta.
Hari Minggu adalah hari libur, aku pergi ke mal untuk mencari buku. Ketika di mal aku mendengar ada seorang anak perempuan sekitar umur 10 tahun yang sedang mencari neneknya. “Sayang, kamu kenapa? Kamu sama siapa ? Kenapa menangis?” tanyaiku. “Aku bersama nenek, tapi aku tidak tahu nenek aku di mana,” kata anak perempuan itu.
Aku sangat suka dengan anak kecil, bahkan ketika melihat anak kecil atau wanita yang sedang hamil, aku jadi ingin segera mempunyai anak, tapi aku sadar harus menemukan pria yang tepat dulu baru bisa mempunyai anak, bukan? Akhirnya aku membantu anak perempuan tersebut untuk mencari neneknya, tidak lama kemudian bertemu dengan neneknya. “Kanaya kamu kemana saja, nenek mencari kamu? Terimakasih ya nak sudah membantu cucu saya,” kata nenek anak perempuan tersebut yang masih seumuran seperti ibuku.
Setelah kejadian tersebut kami banyak bercerita, hingga akhirnya aku terharu mendengar cerita Ibu tersebut, “Nak kehidupan itu penuh dengan kejutan ya. Ibu mempunyai tiga anak, yang dua sudah menikah, yang satu belum menikah. Sempat dua bulan yang lalu ingin melangsungkan pernikahan, tetapi tidak jadi karena calonnya tidak mau menerima kekurangan anak Ibu. Kami juga baru mengetahuinya, bahwa anak Ibu susah mempunyai keturunan, sampai akhirnya dia stres berat. Ibu hanya berharap suatu saat akan ada perempuan yang bisa menerima kekurangnnya, maaf nak Ibu jadi cerita ke kamu tentang masalah anak Ibu,” kata Ibu tersebut.
Setelah kejadian tersebut, aku sempat beberapakali bersilaturahmi dengan ibu itu, tetapi aku tidak pernah melihat anaknya yang sedang stres berat. Pada suatu hari aku tidak sengaja bertemu dengan ibu tersebut kembali yang dijemput oleh anak laki-lakinya. Walaupun stres tapi anak laki-laki Ibu tersebut tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang anak. “Mah, mamah sudah menunggu lama ya? Maafin Alvian ya mah tadi jalanannya macet,” kata anak laki-laki Ibu tersebut yang suaranya tak asing buat diriku. Tak ku sangka itu ternyata adalah dia, ya dia pria yang sampai detik ini aku masih menyimpan perasaanku untuk dirinya.
Ya Allah aku tidak tahu akan perasaan ini, aku senang ternyata dia belum menikah, tapi aku sedih dengan keadaanya sekarang.
Entah apa yang harus aku perbuat, canggung sekali dan hal yang paling penting adalah aku senang. Dia agak kelihatan berbeda, aku tahu betul kenapa dia seperti itu, karena gara-gara gagal menikah. Ya Allah aku tidak tahu akan perasaan ini, aku senang ternyata dia belum menikah, tapi aku sedih dengan keadaanya sekarang.
Dua bulan kemudian aku dan Ibunya Alvian pun semakin dekat, sempat aku berpikiran kalau aku dijodohkan oleh ibu Alvian, jujur aku mau, tapi jujur dari dulu aku selalu ingin mempunyai seorang anak.
“Alvian, lu sekarang berubah ya,” kata diriku. “Kenapa, jelek ya? Empat bulan yang lalu gua gagal menikah gara-gara dia tidak bisa menerima kekurangan gua. Gua paham banget sih apa yang dia mau, mungkin gua tidak berjodoh sama dia. Lagipula mana ada sih perempuan yang mau menikah sama gua,” katanya membuat aku tanpa berpikir panjang dan langsung mengatakan, “Gua mau nikah sama lu.”
Kata Alvian, ” Gua enggak mau nikah sama lu, mana ada sih wanita yang mau menikah sama pria yang susah untuk memberikan keturunan. Gua ga mau lu menikah sama gua karena iba. Gua juga enggak yakin kalau lu bisa bahagia sama gua.” Aku berkata,” Alvian gua ingin menikah sama lu bukan karena gua iba, tapi karena gua ingin membuat lu kembali seperti semestinya. Alvian rezeki ada di tangan Allah SWT, gua yakin kalau waktunya tiba, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, bukan?”. Entah apa yang merasuki diriku hingga berani sekali aku berkata seperti itu.
Dua minggu kemudian aku berbicara kepada orang tuaku, “Mah, Yah, Fisha ingin menikah dengan pria yang sudah lama Fisha kagumi. Fisha tahu ini tidaklah mudah, Fisha harus memilih salah satu di antara dua pilihan yaitu Alvian atau anak. Mah, mamah tahu dari dulu Fisha suka sama Alvian, Fisha dulu merasa Fisha bukanlah orang yang tepat buat Alvian karena Fisha sadar mah, Fisha dan Alvian seperti bumi dan langit yang susah Fisha raih. Mah, Yah maafin Fisha karena sudah mengecewakan Mamah dan Ayah, tolong izinkan Fisha menikah dengan Alvian, Fisha yakin di dunia ini tidak ada yang tidak mungin,” kataku. “Nak, pernikahan bukanlah main-main, Ayah hanya ingin kamu bahagia, Ayah tahu betul apa keinginan kamu yaitu mempunyai seorang anak, bukan? Ayah tidak mau anak Ayah menderita,” kata Ayah.
Satu tahun kemudian, pertengkaran besarpun terjadi. Kata Alvian, “Sudahku bilang dari awal, aku tidak bisa membahagiakan kamu Sha, pernikahan itu bukan hanya dilandasi oleh cinta, tapi harus ada pelengkap kebahagiaan yaitu anak, mau sampai kapan kamu menunggu? Hah? Aku tahu awal-awal pernikahan kamu sering menangis, kan? Aku tahu apa yang kamu inginkan, aku mohon sama kamu tinggalkan aku, kalau sampai dua bulan aku belum bisa juga membahagiakan kamu, aku mohon carilah kebahagian kamu di orang yang tepat.”
Hari demi hari semenjak kejadian pertengkaran itu Mas Alvian bersikap dingin kepada diriku, aku tahu betul kenapa dia seperti itu, dia ingin membuat aku merasa tidak nyaman kepada dirinya agar aku bisa meninggalkannya.
Satu bulan kemudian, kata Mas Alvian, “Fisha sur…at akan segera aku urus, setelah itu aku harap kamu bisa menemukan orang yang tepat.” Kataku, “Mas apa-apaan sih, Mas orang yang tepat untuk aku, tatap mata aku Mas, apa selama ini Mas tidak cinta sama aku, apa selama ini tidak cukup Mas? Mas tahu apa yang aku butuhkan, yaitu Mas Alvian, aku tidak keberatan tentang pernikahanku, karena nikah adalah ibadah dan pada saat ijab qobul berlangsung aku berjanji tidak akan meninggalkan Mas Alvian apapun yang terjadi.” Kata mas Alvian, “Cinta saja tidak cukup. Aku tidak cinta sama kamu, aku menikah sama kamu, karena aku tahu kamu mempunyai perasaan ke aku dari SMA, kamu pikir aku cinta sama kamu? Tidak, pernikahan ini hanya pernikahan yang saling mengobati, aku mengobati rasa rindu kamu, dan kamu mengobati rasa aku untuk dirinya.” Aku pun pergi keluar rumah karena sakit hati dengan perkataan Mas Alvian, tapi aku tidak bisa pulang ke rumah orang tua diriku, aku tidak ingin mereka khawatir.
Aku pergi keluar meninggalkan rumah tanpa memperdulikan Mas Alvian, aku nekat untuk hujan-hujanan tanpa membawa payung ataupun hp. Kepala diriku mulai pusing dan aku mulai kedinginan, pandanganku pun buyar. Tapi aku seperti melihat sosok Mas Alvian di depan mataku dengan mata yang kunang-kunang, brukkk aku pun tak sadarkan diri.
Ketika aku sadar, aku sedang ada di kamarku dan Mas Alvian. Aku pun menangis karena kepalaku pusing, dan aku teringat dengan perkataan suamiku. Ternyata semalam aku pingsan dan Mas Alvian yang membawaku pulang dan menjagaku karena badanku sedikit demam. “Kamu kenapa nangis? pusing ya, makanya sudah tahu semalam hujan, malah ngambek pergi keluar rumah tanpa pamit suami,” kata Mas Alvian dengan nada meledek. “Aku begini gara-gara Mas,” kata diriku. Mas Alvian memang tidak pernah berkata bahwa dirinya mencintaiku, tapi aku bisa merasakan dengan tindakan-tindakan dirinya kepadaku. Karena kepalaku pusing sekali aku pun diantar Mas Alvian ke rumah sakit.
Tidak ku sangka ini benar-benar bisa saja terjadi karena aku mempunyai suami, ternyata aku hamil. Dokter yang memeriksa Mas Alvian juga sudah menjelaskan bahwa keadaan Mas Alvian sudah jauh lebih baik, jadi tidak menutup kemungkinan bahwa aku akan hamil.
Sembilan bulan kemudian aku melahirkan anaknya Mas Alvian, anak kami kembar perempuan dan laki-laki, semua keluarga sangat bahagia sekali, aku yakin sekali bahwa di dunia ini tidak ada yang tidak mungin. Jika Allah SWT mengkhendaki semua akan bisa terjadi. Terimakasih ya Allah, dari perasaan yang aku simpan dalam doa, hingga akhirnya dialah yang menjadi jodohku, banyak sekali lika-liku dalam kehidupan rumah tangga diriku dan aku sangat bersyukur aku dikaruniai dua anak sekaligus.
Mia Dewi Purwanti, mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI
Romansa nya agak kurang cuma story nya kurang but is good enough
Comments are closed.