Kiprah Mahasiswa Undip Melakukan KKN di Tengah Pandemi

59
11471

Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan suatu kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa. Biasanya, mahasiswa akan diterjunkan di tempat-tempat yang sudah ditentukan oleh pihak universitas  dan melakukan kegiatan pengabdian kepada penduduk setempat selama jangka waktu tertentu.

Namun, pandemi Covid-19 membuat segala bentuk kegiatan yang memerlukan berpergian tidak dapat dilakukan, sehingga KKN tahun ini tidak memungkinkan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, untuk mecegah penularan rantai Covid-19, tahun ini Universitas Diponegoro memberlakukan sistem ‘KKN Pulang Kampung’. Berbeda dengan KKN yang dilakukan pada tahun-tahun yang sebelumnya, KKN tahun ini dilakukan di daerah domisili masing-masing mahasiswa.

Hal itu karena pandemi Covid-19 membuat sebagian besar mahasiswa rantau memilih untuk pulang ke daerahnya, sehingga tahun ini mahasiswa melakukan kegiatan pengabdian mereka di daerah asalnya. Selain itu, program kerja KKN yang biasanya dilakukan secara berkelompok, kini dilakukan secara perseorangan. Ada dua program kerja (proker) yang wajib dilakukan oleh para mahasiswa, yakni program kerja pertama bertemakan pandemi Covid-19 dan program kerja kedua berkaitan dengan sustainable development goals (SDG) yang juga disebut sebagai pembangunan berkelanjutan. Meski ditentukan tema program kerjanya, para mahasiswa bebas memilih seperti apa bentuk kegiatan pengabdian mereka saat melaksanakan KKN.

Stefani Yulin, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro asal Yogyakarta, melaksanakan kegiatan KKN di Kelurahan Suryodiningratan, Kota Yogyakarta. Oleh karena seluruh kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan tidak diperbolehkan, aplikasi program kerjanya harus mematuhi protokol menjaga jarak aman. “Jadi nanti prokernya lewat media cetak dan media sosial,” jelas Yulin.

Ia mengatakan, untuk proker pertama aku bikin poster tentang peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 pada Masa Tatanan Normal Baru di Kota Yogyakarta. Kalau yang proker kedua aku ambil SDG yang tujuan 16, yaitu perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat.

Menurut Yulin, SDG tujuan 16 memiliki kaitan dengan jurusannya, yaitu hukum. Selain itu, karena daerah di sekitar ia melakukan KKN terdapat beberapa warga yang kurang mampu, Yulin berinisiatif untuk mempromosikan prodeo dan probono kepada masyarakat sekitar melalui booklet dan poster.

Pemasangan flyer sosialisasi probono dan prodeo di Kota Yogyakarta. Dok: Yulin

Di tempat yang berbeda, yakni di Bontang, Kalimantan Timur, Inri Nuari yang juga merupakan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro menginisiasi program kerja daur ulang karung bekas menjadi tas belanja sebagai inovasi ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan pelatihan membuat kerajinan tangan dari bahan daur ulang kepada para ibu rumah tangga.

Nanti, hasil kerajinan yang dibuat oleh para ibu rumah tangga itu akan diperjual-belikan kepada masyarakat setempat, sehingga mereka dapat memperoleh penghasilan.  “Buat proker pertamaku ini, aku pilih inovasi ekonomi karena saat ini banyak terjadi PHK,” jelas Inri.  Ia berharap dengan inovasi ekonomi yang sarankan, masyarakat dapat membuat usaha mereka sendiri dan tidak bergantung sama pemerintah.

Sedangkan untuk program kerja yang kedua, Inri memilih untuk melakukan edukasi perlindungan data pribadi pada saat penggunaan e-dagang. Hal ini dilatari dengan meningkatnya penggunaan e-dagang belakangan ini. “Sayang sekali, pesatnya penggunaan e-dagang  juga dibarengi dengan semakin tingginya pencurian data pribadi,” tuturnya memberi alasan mengenai pilihan program kerjanya.

Sosialisasi perlindungan data pribadi kepada masyarakat. Dok: Inri

Berbeda cerita, Gilbert Andreas yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang berdomisili di Kelurahan Jatimelati, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi (Jawa Barat), melakukan program kerja “Cah Dul” (Cegah Atasi Peduli) COVID-19 dan 7 Days Healthy Meal Plan. “Kalau proker  tentang Covid-19, saya memaparkan kepada masyarakat mengenai Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Protokol Kesehatan Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Covid-19,” jelas Gilbert.

Cowok itu menjelaskan ia menyasar pekerja, pemilik usaha sama pembeli. Ia melakukan sosialisasi tentang bagaimana melakukan protokol kesehatan kepada mereka, dan outputnya itu bagi-bagi flyer kepada masyarakat. Sedangkan untuk program kerja yang berkaitan dengan SDG, Gilbert mengusung tema SDG tujuan 3 yaitu kesehatan yang baik dan kesejahteraan.

Ia memberi nama program kerja keduanya, 7 Days Healthy Meal Plan, yang garis besarnya adalah tentang masak-masak. “Jadi kita ada 7 Days Healthy Meal Plan. Saya menyediakan tujuh menu setiap hari selama satu minggu,” ujarnya. Ia menambahkan, misalnya nanti  ada ibu-ibu yang tak tahu  mau masak apa, bisa melihat menu yang dia buat.

Pemaparan mengenai Keputusan Menteri Kesehatan tentang Protokol Kesehatan kepada pedagang. Dok: Gilbert

Lain lagi dengan Praditya Amalia yang akrab disapa Tya, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang berasal dari Jawa Tengah. Tya melaksanakan program kerja KKN di Desa Cabean, Kabupaten Demak.  Tya merupakan satu-satunya mahasiswa Universitas Diponegoro yang berada di Desa Cabean.

“Untuk prokerku yang pertama adalah sosialisasi dan edukasi mengenai taat protokol kesehatan dan taat hukum di era normal baru, ujar Tya. “Ini sasarannya semua lapisan yang ada di masyarakat,” katanya menambahkan. Kegiatan sosialisasi yang ia lakukan dimulai dari bidan Desa Cabean, dan nantinya sasaran dari sosialisasi ini adalah remaja Desa Cabean.

Sedangkan untuk edukasi, Tya menggunakan pendekatan persuasif dan melakukannya dari pintu ke pintu rumah warga. Tidak hanya mengedukasi menggunakan bahasa tuturan setempat agar mudah dimengerti, Tya juga membagikan masker dan hand sanitizer kepada warga  serta meletakan tempat dan sabun untuk cuci tangan di tempat umum.

Berkaca dari program kerja pertama menyinggung penerapan normal baru, Tya memutuskan untuk melaksanakan pengoptimalan kesehatan masyarakat Desa Cabean melalui pos pelayanan terpadu sebagai program kerja keduanya. “Yang dilakukan di sini sekalian mengadakan kegiatan posyandu sesuai protokol kesehatan,” imbuhnya. Ia membantu  edukasi hukum persoalan menerapkan protokol kesehatan, sekaligus membantu kegiatan posyandu mulai dari imunisasi balita, pengecekan gizi balita, dan sebagainya.

Kesan pelaku KKN

Tim II KKN UNDIP 2020 Kota Bekasi, Jawa Barat. Dok: Gilbert Andreas

Meski  dilakukan di daerah masing-masing mahasiswa, KKN tahun ini tetap memiliki kesan sendiri bagi para mahasiswa. Bagi Yulin, KKN tahun ini membuatnya lebih dekat dengan daerahnya sendiri, serta membuatnya semakin sadar bahwa masih banyak hal-hal yang perlu dibangun dan dibenahi di daerahnya sendiri.

“Awalnya aku mikir KKN kali ini mungkin atmosfernya kayak ‘liburan di rumah tapi ada tugas yang harus dijalanin’, dan ada rasa sedikit kecewa aja, soalnya enggak bisa KKN di daerah lain,” kata Yulin. Seiring berjalannya waktu, ia sadar kalau program KKN kali ini juga baik dilakukan. “Bukankah mahasiswa pada dasarnya harus kembali ke masyarakat?,” lanjut Yulin.

Nada yang serupa juga diungkapkan oleh Inri dan Tya. Tya mengatakan KKN ini mendorongnya untuk mengenal kampung halamannya secara lebih dekat. Tak hanya itu, KKN tersebut  telah membentuk karakternya menjadi lebih kuat. Terlebih ia melakukan KKN sendirian di desa dan mengalami kesulitan administrasi, sehingga ia harus memberdayakan apapun yang ada secara maksimal.

Sedangkan menurut Inri, walaupun KKN tahun ini dilakukan di kampung halaman masing-masing, tetapi itu tidak mengurangi nilai dari KKN itu sendiri. “Paling kendalanya itu hanya sulit mengumpulkan orang-orang karena pandemi,” ujarnya. “Selebihnya tidak masalah karena masih bergaul dengan masyarakat setempat.”

Namun berbeda dengan yang lainnya, Gilbert berpendapat KKN tahun ini terkesan memaksa. “Pokoknya KKN tahun ini enggak dapat feelnya sih, soalnya diadakan di lingkungan sendiri,” ujar Gilbert. “Cuma gimana ya, karena situasi juga sih.” Menurut Gilbert, membuat program KKN daerah sendiri kurang mengena makna pengabdian ketimbang di daerah orang lain. Terlebih, daerah asalnya sudah termasuk daerah metropolitan, sehingga kegiatan pengabdian dirasa tidak dibutuhkan.

“Dalam situasi force majeure seperti ini, ada baiknya tidak dipaksakan KKN seperti ini karena banyak mahasiswa yang ‘lost control’ dari pengawasan dosen dan kita sudah cukup was-was saat melakukan pemaparan langsung kepada orang lain,” sarannya. Gilbert berpendapat, lebih baik mahasiswa mengadakan program sosialisasi kepada masyarakat secara daring. Dengan cara itu banyak warga bisa menonton video berisi edukasi itu bahkan bisa menontonnya secara berulang.

Tahun ini memang cukup berat bagi semua, tak terkecuali bagi para mahasiswa. Namun terlepas dari berbagai tantangan yang ada , inilah sebagian dari cerita mereka yang berusaha sebaik mungkin melaksanakan tugasnya.

Vanessa Kristina, Magangers Kompas Muda Harían Kompas Batch X, kini mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang