Ini Alasan Pengangguran 2020 Tidak Perlu Putus Asa

0
912

“Memasuki pertengahan 2020, aku sudah melakukan apa saja ya?”

Mungkin demikian sepotong pertanyaan yang terbersit dalam pemikiran sebagian orang. Sebenarnya, perspektif pertanyaan ini dapat mengarah kepada dua kelompok masyarakat. Kelompok yang pertama adalah mereka yang memiliki banyak target dan aktivitas pekerjaan, maupun akademis dalam tahun bersangkutan. Mereka ingin menilik kembali apa yang sudah diselesaikan dan apa yang masih akan dikerjakan.

Sedangkan kelompok yang kedua adalah mereka yang hingga pertengahan tahun, masih bingung atas tujuan hidupnya dan tidak memiliki kegiatan yang produktif dan berkelanjutan. Mereka yang masuk kelompok kedua perlu melakukan introspeksi diri sebelum tahun ini ditutup dengan percuma. Atau sebut saja, kelompok ini adalah kelompok pengangguran.

Berbicara tentang produktifitas, maka, hal yang akan dibahas dengan erat kali ini adalah terkait kepemilikan pekerjaan. Kalian pasti pernah mendengar istilah angkatan kerja, bukan? Nah, angkatan kerja merupakan penduduk usia produktif, 15 hingga 64 tahun, yang sudah mempunyai pekerjaan maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan atau menganggur. Setiap orang memiliki keahlian dan value yang berbeda-beda, untuk dapat berkontribusi kepada banyak aspek pekerjaan dan berharap akan memiliki kesempatan yang sama dalam bekerja selayak-layaknya.

Namun nyatanya, mencari pekerjaan yang tepat sesuai dengan value diri, sangat tidak mudah. Membutuhkan waktu yang tidak sebentar serta memerlukan usaha tambahan dari setiap individu dalam “menjual” kemampuannya kepada para pemberi kerja. Sementara itu, arus informasi tentang calon pekerja dan lowongan kerja yang tidak sempurna serta mobilitas geografis pekerja yang tidak instan, membuat proses pencarian pekerjaan yang cocok menjadi bertambah lama. Hal itulah yang menyebabkan timbulnya angka pengangguran diantara angkatan kerja.

Jika diperhatikan, hambatan-hambatan dalam mencari pekerjaan tersebut sudah sangat lumrah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Hanya yang menjadikan tahun 2020 berbeda dari tahun-tahun sebelumnya adalah munculnya wabah Covid-19 atau korona, yang menambah hambatan baru bagi angkatan kerja dalam mencari pekerjaan.

Gerakan di rumah saja dan pembatasan sosial dalam rangka mengerucutkan angka penyebaran virus Covid-19, ternyata menjadikan roda perekonomian bergerak melambat. Akibatnya, marak  terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) serta pembatasan penerimaan pegawai baru demi menjaga kesehatan finansial bisnis para pemberi kerja.

Harapan berbagai pihak, vaksin virus korona segera ditemukan, sehingga kondisi bernegara dan bermasyarakat kembali normal, ternyata tidak dapat terjawab dalam waktu yang dekat. Tentu saja, hal ini semakin menjadi momok yang besar, ketika harus tetap di rumah saja dan masih menjadi pengangguran.

Jika peningkatan angka pengangguran bukanlah berita yang baik, apakah peningkatan angkatan kerja juga merupakan kabar buruk? Belum tentu

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis tanggal 5 Mei 2020 menunjukkan, jumlah angkatan kerja pada Februari 2020  sebanyak 137,91 juta orang. Jumlah tersebut telah mengalami peningkatan hingga 1,73 juta orang dibandingkan Februari 2019. Sementara, dalam setahun terakhir, pengangguran bertambah 60 ribu orang, berbeda dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang turun menjadi 4,9 persen pada Februari 2020.

Jika kita mencermati data di atas, kesimpulan kita  data dari BPS itu merupakan kabar yang benar-benar buruk. Angkatan kerja meningkat, tapi pengangguran malah ikut meningkat. Benar sekali, jika peningkatan angka pengangguran bukanlah berita yang baik. Namun, apakah peningkatan angkatan kerja juga merupakan kabar buruk? Belum tentu.

Meningkatnya jumlah angkatan kerja menunjukkan bahwa negara Indonesia, dari segi jumlah, sebenarnya tidak kekurangan sumber daya manusia dalam menggerakkan roda ekonomi. Hanya saja, perlu diajukan pertanyaan tambahan, apakah seluruh SDM sudah difungsikan secara maksimal? Atau apakah setiap individu sudah memiliki preferensi serta kemampuan yang mumpuni atau tidak?

Nah, jika diperhatikan lagi lebih seksama, angka tingkat pengangguran terbuka pada data tersebut, mengalami penurunan.  Hal itu merupakan fenomena yang sebenarnya masih terbilang baik. Mengapa demikian? Karena, meskipun jumlah pengangguran bertambah, tetapi angka TPT menurun merefleksikan bahwa jumlah para pencari kerja yang kemudian memperoleh pekerjaan, jauh lebih banyak daripada pengangguran. Jadi, sebenarnya harapan untuk mendapatkan pekerjaan dimasa pandemi, masih terbilang tinggi.

Kabar pemutusan kerja, data peningkatan pengangguran dan peningkatan angkatan kerja yang membuka peluang untuk penambahan jumlah saingan, memang menjadi beban yang berat. Namun, bukan berarti status pengangguran tidak bisa dilepas. Pengangguran masih punya harapan. Hanya saja, apakah kita masih mau berjuang atas pengharapan dan peluang atau tidak.

Jika saja lowongan pekerjaan sudah sangat sempit, maka mulailah berpikir untuk membuka peluang kerja bagi diri sendiri. Sembari menunggu pekerjaan tetap, tingkatkan kualitas diri melalui program daring yang tersebar banyak di zaman pandemi ini yang bahkan dengan tanpa mengeluarkan biaya sama sekali. Atau jika memungkinkan, mulailah untuk membuka usaha secara daring kecil-kecilan agar semangat bekerja dalam diri tidak tenggelam dan tidak berhenti menggali potensi diri demi membuka peluang kerja yang lebih luas lagi.

Kembali kita mengingat pertanyaan di awal tadi. “Memasuki pertengahan tahun, sudah apa saja yang kita lakukan?” Bagaimana kamu akan menjawab pertanyaan tersebut? Apakah kamu akan menjadi kelompok pertama atau terus-terusan menjadi kelompok kedua? Mau bergerak maju atau tetap bertahan tidak melakukan apa-apa? Pilihan ada ditanganmu! Jangan mau kalah dipijak zaman. Jangan putus asa, tetap semangat ya!

Esra Natalia Tambunan, mahasiswa Diploma III Akuntansi Alih Program,

Politeknik Keuangan Negara STAN