KRL dan Budaya Toleransi Kita

0
193

Kereta rel listrik atau KRL menjadi alat transportasi praktis bagi masyarakat. Banyak masyarakat yang memilih  naik KRL daripada naik kendaraan umum lain seperti bis atau bahkan kendaraan pribadi seperti motor atau mobil pribadi. Selain praktis mengantarkan masyarakat menuju destinasinya, KRL juga jauh dari kemacetan lalu lintas. Karena itu, masyarakat lebih tertarik untuk menggunakan KRL saat pergi keluar kota.

Sekarang kondisi manajemen KRL sudah jauh lebih baik. KRL sudah menjadi transportasi yang efisien dan efektif bagi masyarakat, karena manajemennya yang bagus. Seperti bersih dari sampah, bebas dari pedagang asongan, ramah anak, ibu menyusui, lansia dan penyandang disabilitas.

Rasanya nyaman saja jika sudah naik KRL meski harus menempuh jarak yang jauh, karena memang pihak pengelola KRL bisa memberikan keamanan dan kenyamanan. Selain itu kondisi gerbong kereta juga selalu bersih, terhindar dari kotoran-kotoran yang berserakan di KRL. Nyaris tak terdengar kabar tentang kejadian berkait degradasi moral, bahkan kehilangan barang bawaan berharga oleh pencopet dari dalam KRL.

Masinis bersama petugas KRL saling bersinergi satu sama lain. Terbukti saat KRL sudah beroperasi menuju destinasi para penumpang atau masyarakat, maka saat itu pula mereka mengumumkan informasi penting kepada mereka. Salah satunya agar menjaga barang bawaan yang berharga, menjaga kebersihan, memberikan tempat duduk prioritas bagi yang membutuhkan.

Penumpang merasa bersyukur diingatkan oleh para petugas. Adanya pengumuman itu membuat penumpang mau lebih mengamankan dirinya saat naik trasnportasi tersebut sehingga terhindar dari bahaya-bahaya yang tidak diinginkan.

KRL bernuansa emansipatoris dalam bertransportasi. Buktinya KRL memiliki gerbong khusus untuk kaum wanita di bagian depan dan belakang. Wanita seakan-seakan dijaga keamanan dirinya oleh perbuatan-perbuatan tercela yang tertuju pada dirinya. Alhasil tidak ada lagi pelecehan seksual terjadi dalam KRL khususnya.

Seni bertransportasi bersama KRL itu memang menarik. Kita sebagai penumpang dapat mendapatkan nilai moral jika kita mau membuka mata hati kita. Sungguh banyak nilai moral yang akan kita dapatkan seperti budaya toleransi salah satunya.

Tempat khusus

Anak balita, ibu menyusui, lansia, dan penyandang disabilitas diberikan tempat duduk khusus baginya. Mereka diistimewakan dalam KRL. Apabila ada orang yang duduk di tempatnya maka petugas keamanan akan menyuruh penumpang itu untuk pindah ke tempat duduk lain, atau bahkan berdiri. Kadang-kadang memang ada remaja bahkan orang dewasa yang sengaja duduk di tempat duduk milik mereka yang lebih membutuhkan.

Budaya toleransi perlu kita rawat. Bangsa kita butuh sumber daya manusia yang tak hanya berilmu namun juga berkarakter. Berilmu saja tak cukup, karena banyak orang pintar tetapi minim karakter baik. Hasilnya banyak mereka yang masuk penjara karena korupsi. Karena itu, kita harus memberikan teladan bagi sesama, minimal perilaku kita menginspirasi orang lain sehingga orang lain dapat tergugah hatinya untuk berbuat baik.

Memang tidak mudah menjadi pribadi yang berkarakter baik dan berilmu. Namun, untuk seimbang di antara keduanya tidak juga sulit. Butuh pembiasaan diri untuk dapat terinternalisasi dalam diri kita agar kita menjadi sumber daya manusia berilmu dan berkarakter. Yang terpenting pembiasaan diri mengingat bisa karena biasa dan biasa karena dipaksa.

Finka Setiana Adiwisastra, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Lampung