Sebagai seorang mahasiswa, adanya covid-19 memaksa mahasiswa tak bisa pergi ke kampus. Tidak bisa lagi menikmati berkumpul dengan teman-teman seperti biasanya. Harus belajar dari rumah, tidak lagi belajar dikelas, tidak lagi berdiskusi dan bimbingan secara langsung dengan dosen.
Namun anehnya itu semua tak membuat saya merasa sedih. Saya menganggap belajar secara daring juga tak jauh berbeda dengan di kelas, karena meskipun belajar di kelas saya juga lebih sering bermain telepon seluler sendiri.
Dalam keadaan seperti ini justru yang membuat saya sedih ialah kehilangan waktu untuk berorganisasi. Rasanya hati ini sudah rindu berbagai hal seperti dinamika kampus dan rindu suasana yang lebih mengasah jiwa kepemimpinan. Karena jika sudah lulus hal itu sudah tidak bisa lagi didapatkan di masyarakat.
Masa di kampus adalah masa dimana kesalahan akan di tolerir, selama mau memperbaikinya. Berbeda dengan dunia masyarakat, kesalahan akan dianggap masalah besar, dan dampaknya juga akan sangat berpengaruh pada kehidupan warga.
Oleh karena itu melatih jiwa kepimpinan di kampus tidak cukup hanya dengan belajar materi perkuliahan saja. Selain itu, mahasiswa harus terjun langsung mengimplementasikan ilmu yang didapat, dan cara belajar mengimplementasikan ilmu tersebut bisa dilakukan di organisasi.
Berorganisasi itu sama dengan belajar menjalani roda pemerintahan, bedanya kampus lebih kecil atau bisa disebut miniatur negara. Hal inilah yang menjadi berorganisasi sangat penting. Dengan berorganisasi, nanti mahasiswa menjadi lebih siap menjadi pemimpin, mengisi pos-pos kosong di setiap tempat.
Menyiapkan diri sebagai iron stock itu suatu keharusan. Makanya pada saat masa ospek sering di gembor-gemborkan, bahwa mahasiswa adalah sebagai agen perubahan, agen pengawasan dan iron stock. Mau diakui atau tidak masyarakat Indonesia masih menganggap, pemuda yang terdidik di perguruan tinggi adalah pemuda yang bertalenta, dianggap serba bisa dibandingkan yang lainnya.
Namun, dengan adanya pandemi covid-19 ini sangat disayangkan, karena masa waktu belajar itu telah berkurang. Sementara kesempatan belajar diluar kampus atau tempat lain juga semakin sedikit, tidak lagi terbuka lebar seperti biasanya.
Berbeda dengan orang yang sudah kenyang berorganisasi, pandemi ini tidak menjadi masalah sedikitpun untuk tetap belajar, karena mereka sudah paham dengan apa yang harus dilakukan dikondisi darurat.
Orang-orang yang dapat bertindak dan bisa melihat peluang pada kondisi sekarang, tentunya sangat dilatar belakangi oleh pengalaman yang sering terbentur berbagai macam keadaan. Kata Tan Malaka “terbentur-terbentur dan terbentuk”, Jargon itu sangatlah tepat. Melihat didalam berorganisasi juga sering di hadapkan oleh kondisi dan situasi yang tidak menentu, dan selalu berhadapan dengan beragam orang yang karakternya berbeda-beda.
Tidak heran, jika orang yang kenyang berorganisasi akan selalu menemukan cara untuk bertindak disetiap kondisi, tentunya tindakan yang solutif dan bermanfaat bagi orang banyak. Kemampuan seperti inilah yang jarang dimiliki setiap orang, karena untuk memperolehnya tidak hanya cukup belajar di kelas, tidak hanya cukup membaca dan menulis, namun harus memperbanyak praktek di lapangan.
Tetapi jika hanya praktek di lapangan saja, tanpa diimbangi dengan banyak membaca, berdiskusi dan menulis, kemampuan itu juga tidak akan sempurna. Keduanya harus seimbang.
Oleh sebab itu, bagi kalian yang belum terlambat, gunakan waktu sebaik-baiknya untuk melatih kemapuan tersebut. Jangan sia-siakan waktu sedikitpun. Karena belum tentu kedepanya kesempatan masih bisa kalian dapatkan. Contohnya hari ini, saya adalah salah satu dari orang yang kehilangan kesempatan itu. Penyesalan selalu datang belakangan, dan ketika saya sadar waktu sudah terlambat. Karena hari ini dengan adanya pandemi, pembelajaran di kampus sangat terbatas dan saya sudah berada di semester tua.
Muhammad Irfan Masruri, mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Ilmu hukum, Institut Agama Islam Negeri Tulungagung.